Review Film Selepas Tahlil: Ada yang Bangkit Setelah Tahlilan

Hikmawan Firdaus | Athar Farha
Review Film Selepas Tahlil: Ada yang Bangkit Setelah Tahlilan
Poster Film Selepas Tahlil (IMDb)

Ada yang istimewa dari geliat film horor Indonesia belakangan ini. Nggak hanya mengandalkan jumpscare atau penampakan makhluk halus, tapi mulai menyentuh wilayah yang lebih dalam; trauma, kehilangan, dan luka batin yang diwariskan. Salah satu yang ikut bermain di ranah itu adalah Film Selepas Tahlil, debut penyutradaraan dari Adriano Rudiman yang tayang serentak di bioskop Indonesia mulai 10 Juli 2025.

Disokong sama BION Studios, Film Selepas Tahlil muncul nggak sebatas sebagai tontonan yang siap membuat penonton bergidik, tapi juga menawarkan cerminan hubungan dalam keluarga dan warisan gelap yang nggak bisa dihindari. 

Dari judulnya saja, kita sudah diajak ke dalam nuansa spiritual dan suasana duka, tapi siapa sangka, yang datang selepas tahlil nggak cuma tangis, tapi juga rahasia-rahasia yang mengendap selama bertahun-tahun.

Bikin penasaran, ya? Yuk, kepoin bareng!

Sekilas tentang Film Selepas Tahlil 

Film ini berkisah tentang dua saudara kandung, Saras (diperankan Aghniny Haque) dan Yudhis (diperankan Bastian Steel), yang tengah berduka atas kepergian sang ayah, Hadi (Epy Kusnandar). Namun kematian Hadi rupanya bukan semata-mata peristiwa menyedihkan. Ada sesuatu yang nggak beres, sesuatu yang tertinggal di balik kain kafan, dan rupanya nggak bisa diredam hanya dengan tahlil.

Di tengah masa berkabung, Saras dan Yudhis justru dihantui fenomena aneh dan teror yang nggak masuk akal. Semua itu seolah-olah jadi pintu gerbang menuju rahasia besar yang selama ini disimpan rapat ayah mereka. Ada kutukan dalam keluarga mereka selama beberapa generasi, dan kini, keduanya harus memilih, menghindar atau menghadapinya. 

Menarik, ya?

Review Film Selepas Tahlil 

Film ini sendiri, terinspirasi dari konten podcast Lentera Malam, yang memang kerap membahas kisah-kisah mistis dari masyarakat lokal. 

Itulah mengapa Film Selepas Tahlil nggak cuma bermain di ranah kegelapan dan penampakan gaib, tapi juga masuk ke dalam ruang batin para karakternya. 

Aghniny Haque, misalnya, mampu menggali emosinya cukup dalam. Karakter Saras mengalami guncangan besar saat menyadari dirinya nggak benar-benar mengenal sosok ayahnya.

Sementara itu, Bastian Steel dalam karakternya sebagai Yudhis, berhasil membawa dimensi dinamika yang berbeda. Ibaratnya, karakternya merupakan representasi dari generasi muda yang merasa hidupnya baik-baik saja, sampai akhirnya realita menghantam dengan keras.

Paham, ya? Film Selepas Tahlil bukan sebatas film seram dengan kejutan jumpscare. Film ini memanfaatkan elemen lokal seperti pemakaman, mitos tentang arwah yang belum tenang, dan kisah-kisah rakyat yang masih dipercaya sebagian masyarakat Indonesia, dan itu yang membuatnya menarik. 

Sebagai film perdana dari Adriano Rudiman, Selepas Tahlil terasa cukup ambisius. Bukan semata-mata karena bermain di ranah horor, yang seringkali digarap seadanya, tapi karena film ini punya kedalaman emosi yang cukup menohok, terutama buat siapa pun yang pernah mengalami luka keluarga yang nggak benar-benar sembuh.

Dan buatku, Film Selepas Tahlil bukan cuma layak ditonton penggemar horor. Malah jauh lebih luas dari itu. Film ini bisa ditonton siapa pun yang pernah tumbuh di tengah keluarga yang tampaknya utuh di luar, tapi menyimpan banyak rahasia dan luka yang nggak sempat dibicarakan. 

Okelah kalau begitu. Urusan film, memang nggak bisa dipukul rata, karena pada akhirnya, semua kembali ke soal selera masing-masing. Nggak semua orang akan suka genre yang sama, dan bahkan saat nonton film yang sama persis pun, reaksi tiap orang bisa beda-beda. Ada yang bilang filmnya menyentuh, terlalu lambat, relate banget dengan ceritanya, ada juga yang merasa nggak nyambung sama sekali. Dan itu semua sah-sah aja.

Makanya, kalau dalam Film Selepas Tahlil ada perbedaan pendapat setelah nonton, itu hal yang sangat wajar. Justru dari perbedaan itu kita bisa saling bertukar pandangan, dapet perspektif baru, atau bahkan jadi ngerti sisi lain dari film yang sebelumnya nggak kita sadari. Yang penting, perbedaan itu nggak dijadikan alasan buat saling menjatuhkan. Karena pada akhirnya, nggak ada satu film pun yang bisa menyenangkan semua orang. Sama kayak hidup, film pun punya caranya sendiri buat menyentuh tiap orang, dan nggak selalu dengan cara yang sama.

Buruan ditonton sebelum turun layar! Selamat nonton. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak