Dendam Berdarah, Menyingkap Kesadisan Film Darah Nyai

Hernawan | Athar Farha
Dendam Berdarah, Menyingkap Kesadisan Film Darah Nyai
Poster Film Darah Nyai (Dokumentasi Pribadi/ Athar Farha)

Laut selalu menyimpan rahasia. Ombaknya bisa menenangkan, tapi juga bisa menenggelamkan. Dalam Film Darah Nyai (THE RAGE, Blood From The Sea), laut bukan sebatas latar tragedi pembunuhan yang dialami perempuan bernasib malang, tapi kuburan dendam yang akhirnya bangkit dan menuntut pembalasan. 

Sejak awal, film yang diproduksi Imaginarium Pictures ini nggak minta izin buat bikin penontonnya resah, pusing sampai mual lho. ‘Darah Nyai’ langsung nampar dengan kekerasan yang telanjang, sadis super gila, dan suara perempuan yang dipinjam Nyai untuk membalas dunia yang bejat.

Film ini pertama kali tayang di Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) pada 5 Desember 2024, sebelum kemudian hadir di layar lebar pada 21 Agustus 2025. Dan jelas ini bukan debut yang biasa, karena sejak detik pertama, Film Darah Nyai langsung menegaskan dirinya bukan horor biasa. 

Kok bisa? Dari Sutradara Yusron Fuadi, dengan skrip Hikmat Darmawan dan Azzam Fi Rullah, film ini hadir dengan formula horor sadis kemasan gaya B-movie jadul ala 80-an, yang bikin penonton seolah-olah balik ke era slasher lawas. Palet warna ‘judulnya’ gonjreng (merah darah yang hiperbolik), dikombinasikan hijau neon yang terasa usang. Musiknya juga konsisten dengan nada elektronik dramatis. Yakin deh, ini film berani tampil jadi horor jagal. 

Memangnya berkisah tentang apa? Sini deh kepoin bareng!

Sinopsis Film Darah Nyai

Poster Film Darah Nyai (Dokumentasi Pribadi/ Athar Farha)
Poster Film Darah Nyai (Dokumentasi Pribadi/ Athar Farha)

Cerita bermula dengan pasangan muda Ifan (Robert Chaniago) dan Rara (Violla Georgie) yang singgah di Motel Segara Hijau. Mereka tuh lebih seperti hidup bersama. Entah pasutri atau bukan.

Dari luar, motel itu tampak sepi dan biasa. Namun, dinding-dindingnya bercerita lain. Ada papan penuh dengan foto perempuan hilang. Satu wajah, Lisa, jadi bayangan yang menarik perhatian Rara. 

Ifan dan Rara sempat menikmati hari-hari indah di sana. Berjalan menikmati pantai, bercanda, dan bermesraan, seolah-olah liburan itu hanya milik mereka berdua. Namun, kehangatan dan momen manis itu runtuh ketika malam tiba.

Yup, topeng Ifan runtuh. Frustrasi karena disfungsi ereksi membuatnya (memaksa) menjadikan Rara pelampiasan untuk membangkitkan gairahnya. Bersamaan dengan itu, Rara mendapat kilasan ‘penglihatan’ pemerkosaan dan pembunuhan sadis yang dialami perempuan misterius. 

Perempuan itu rupanya bernama Lisa, nama yang terucap dari bisikan Nyai saat menjelaskan kilas balik yang Rara Lihat. 

Semenjak itu, Rara jadi medium kemarahan Nyai. Tubuhnya berubah jadi mesin pembalasan, menebas habis pelaku-pelaku busuk: Arthur, Nathan, Dody, dan Boni (bagian dari lingkaran ‘perdagangan manusia’ dan kekerasan seksual). 

Dan pada akhirnya, apa yang tersisa dari semua ini? Nyai memang bisa membalas dendam, tapi apakah pembalasan itu mengubah bobroknya kemanusiaan? Tontonlah selagi masih tayang!

Review Film Darah Nyai

Foto Betapa Seriusnya Nonton Film Darah Nyai (Dokumentasi Pribadi/ Athar Farha)
Foto Betapa Seriusnya Nonton Film Darah Nyai (Dokumentasi Pribadi/ Athar Farha)

Adegan demi adegan diisi pembunuhan yang brutal, repetitif, tapi itu bagian dari pesona Darah Nyai lho. Kayak nonton slasher 80-an, darah yang muncrat berlebihan, tubuh diperlakukan kejam, tapi dibungkus estetika yang sengaja berlebihan.

Setiap kematian memang kreatif, meski lama-lama repetitif. Sayangnya, puncak penghakiman di akhir memang nggak segarang hantaman awal-awal. Agak melempem setelah sadis yang intens di pertengahan. Eh, tapi itu yang bikin film ini terasa jujur. Tampil tanpa ragu, tanpa kompromi, tapi tetap sadar diri. 

Epilognya, Nyai. Sebelumnya, terungkap yang mengendalikan Rara sejak awal bukan Nyai Pantai Selatan, melainkan Nyai Sumekar (Jessica Katharina), abdi Nyai Pantai Selatan. Dan 'Darah Nyai' di sini menyorot satu luka sosial paling kelam, perihal perempuan seringkali dijadikan tubuh tanpa suara.

Arthur, Nathan, Dody, dan Boni cuma potret dari sistem besar, dunia yang menganggap tubuh perempuan sebagai komoditas, barang dagangan, atau pelampiasan. Lewat Nyai, (mungkin) Rara (barangkali awalnya) dipaksa ‘bersuara’. Bukan dengan kata-kata, melainkan dengan darah. Itu yang bikin Darah Nyai nyentil banget deh. 

Betewe, dari cara Film Darah Nyai menyampaikan pesannya lewat Epilog Nyai, menurutku unik tapi juga terasa blak-blakan. Biasanya, kan, film nitip pesan lewat adegan, atau dialog kecil yang harus ditafsir penonton. Nah di sini Nyai ngomong langsung, kayak guru besar yang abis kasih kuliah singkat: Trafficking itu nyata, kekerasan seksual itu nyata, pelaku itu ada di sekitar kita.

Jadi menurutku, pesan moralnya nyampe banget. Bisa dibilang, dendam Nyai hanyalah wajah dari kemarahan (kolektif) perempuan yang selama ini diperkosa, diperdagangkan, dan dibungkam. 

Pada akhirnya, Film Darah Nyai memang bukan tontonan untuk semua orang. Terlalu brutal buat yang nggak tahan, terlalu repetitif untuk yang cari plot rapi, dan (sebenarnya) terlalu berani untuk dilupakan penonton. Namun, jika Sobat Yoursay mau uji mental, tontonlah film gila ini. 

Terima kasih, Yoursay!

Skor: 3,5/5

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak

Ingin dapat update berita terbaru langsung di browser Anda?