Hari ini, 16 Juli 2025, bioskop Indonesia kedatangan film yang udah bikin heboh di festival internasional, Sorry, Baby. Film indie Amerika garapan Eva Victor ini bukan cuma sekadar drama, tapi perpaduan cerdas antara komedi gelap, emosi mendalam, dan cerita yang relatable abis.
Dengan rating 97% di Rotten Tomatoes, skor 88/100 di Metacritic, dan masuk daftar 100 Film Terbaik Dekade 2020-an versi IndieWire, film ini jelas punya sesuatu yang spesial. Yuk, kita ulas apa yang bikin Sorry, Baby wajib ditonton!
Sorry, Baby mengisahkan perjalanan Agnes (diperankan oleh Eva Victor sendiri), seorang dosen bahasa Inggris yang cerdas, sensitif, dan punya selera humor yang bikin orang ketawa kecut. Tapi, di balik senyumnya, Agnes menyimpan luka mendalam akibat kekerasan seksual yang dialaminya waktu kuliah.
Pelakunya? Pembimbing tesisnya sendiri, Decker (Louis Cancelmi), seorang profesor di perguruan tinggi bergaya Bowdoin di pedesaan New England. Ceritanya nggak cuma berhenti di trauma itu, tapi lebih ke bagaimana Agnes berusaha bangkit dan menjalani hidup setelah kejadian kelam tersebut.
Sutradara Eva Victor, yang juga penulis dan pemeran utama, punya pendekatan cerdas dalam menyampaikan cerita berat ini. Alih-alih menunjukkan adegan kekerasan secara visual (yang bisa bikin penonton nggak nyaman), Victor memilih Agnes menceritakan pengalamannya ke sahabatnya, Lydie (Naomi Ackie), secara lisan.
Ini bikin penonton dipaksa berimajinasi sendiri, yang justru nambah bobot emosional cerita tanpa perlu bikin kita merinding ketakutan. Trauma digambarkan dengan realistis—nggak lebay, tapi tetap ngena.
Agnes kadang kehilangan kepercayaan diri, menghindari situasi tertentu, bahkan sempat pengen menyakiti diri sendiri. Tapi, di sisi lain, hidupnya tetap jalan, penuh dengan momen-momen awkward dan humor kering yang bikin kita ketawa di tengah kesedihan.
Review Film Sorry, Baby

Salah satu kekuatan Sorry, Baby adalah hubungan Agnes dan Lydie. Naomi Ackie sebagai Lydie bener-bener mencuri perhatian dengan karakternya yang hangat, suportif, tapi nggak sok bijak.
Lydie nggak cuma nemenin Agnes ke rumah sakit buat visum, tapi juga jadi sahabat yang benar-benar ada di saat Agnes butuh tumpuan.
Chemistry mereka berdua terasa alami, seperti melihat dua sahabat beneran yang saling nyanyi bareng, ketawa bareng, tapi juga nangis bareng. Lydie adalah pilar emosional yang bikin Agnes nggak jatuh terlalu dalam, dan ini bikin kita sebagai penonton ikut merasa “di-support” juga.
Yang bikin Sorry, Baby berbeda adalah dialognya yang super tajam dan penuh sindiran halus. Bayangin, film ini ngomongin topik berat seperti kekerasan seksual, ketidakadilan sistem, dan trauma, tapi dibalut dengan humor awkward yang bikin kita ngakak di momen yang nggak disangka.
Misalnya, adegan visum di rumah sakit yang memperlihatkan sikap dokter yang minim empati—memberikan saran ke Agnes buat nggak mandi sebelum visum dengan nada yang super judgy—disampaikan dengan cara yang sinis tapi lucu.
Atau waktu staf kampus, yang sesama perempuan, malah nggak memberi solusi dan cuma nyuruh Agnes lapor polisi. Ironi ini digambarkan dengan cerdas, bikin kita gemes tapi juga sadar betapa sistem kadang gagal melindungi korban.
Humor dalam film ini nggak maksa, tapi terasa organik. Dialognya penuh dengan one-liner yang relatable, seperti ngomongin quarter-life crisis, romansa yang canggung, atau sekadar keluh kesah hidup sehari-hari. Ini bikin Sorry, Baby terasa dekat banget sama penonton, apalagi buat kita yang pernah ngerasa “stuck” di hidup.
Syuting di Ipswich, Massachusetts, ngasih vibe pedesaan New England yang tenang tapi agak gloomy, cocok banget sama suasana emosional film ini.
Sinematografinya sederhana tapi efektif, nggak mencolok tapi mampu menangkap emosi karakter dengan baik. Pilihan untuk nggak menunjukkan adegan kekerasan secara eksplisit juga bikin film ini lebih fokus ke dampak emosional ketimbang sensasi visual. Musiknya juga pas, nggak terlalu mendominasi tapi berhasil nambahin nuansa melankolis sekaligus hangat.
Selain Eva Victor dan Naomi Ackie, Sorry, Baby juga dibintangi aktor-aktor keren kayak Lucas Hedges (Gavin), John Carroll Lynch (Pete), Kelly McCormack (Natasha), E.R. Fightmaster (Fran), dan Hettienne Park (Eleanor Winston).
Setiap karakter punya peran yang bikin cerita lebih kaya, meski fokus utama tetep di Agnes dan Lydie. Diproduseri oleh Barry Jenkins (Moonlight), Adele Romanski, Mark Ceryak, dan Frank Ariza, film ini punya kualitas produksi yang top meski berstatus indie. Distribusi oleh A24 juga jadi jaminan kalau film ini punya standar estetika dan narasi yang tinggi.
Sorry, Baby adalah film yang berani ngomongin isu berat kayak kekerasan seksual dan trauma dengan cara yang nggak bikin penonton merasa “dijejelin” pesan moral.
Eva Victor berhasil menceritakan secara emosional tapi tetap entertaining dengan humor kering dan dialog cerdas. Film ini juga mengingatkan kita pentingnya empati, dukungan dari orang terdekat, dan semangat buat pulih dari luka masa lalu.
Buat kamu yang suka film indie dengan cerita yang ngena, dialog yang witty, dan akting yang solid, Sorry, Baby adalah pilihan yang nggak boleh dilewatin.