"Bakat Menggonggong", Eksperimen Narasi yang Cerdas dan Penuh Nyinyiran

Sekar Anindyah Lamase | Ardina Praf
"Bakat Menggonggong", Eksperimen Narasi yang Cerdas dan Penuh Nyinyiran
Novel Bakat Menggonggong (goodreads.com)

"Bakat Menggonggong” adalah kumpulan cerita pendek perdana dari Dea Anugrah yang memperkenalkan seorang narator unik: cerewet, sok tahu, sinis, dan kadang tidak dapat dipercaya.

Narator ini menampilkan momen-momen kehidupan yang beragam, mulai dari masalah rumah tangga, pertikaian pribadi, hingga situasi hidup-mati dalam perang.

Ia seolah mempekerjakan dirinya sendiri untuk menjadi juru kisah yang akan “menggonggong” segala hal yang biasa maupun ekstrem.

Dengan gaya yang tidak terlalu memburu pembaca, namun justru karena itu suaranya menjadi magnetik, membuat pembaca tertarik untuk menyaksikan perjalanan setiap cerpen

Kumpulan ini terdiri dari sejumlah cerpen (sekitar 14 cerita) yang masing-masing punya gaya dan tema yang berbeda, beberapa mengejutkan lewat struktur, beberapa lainnya lewat kejutan naratif atau gaya bahasa yang jenaka

Salah satu daya tarik utama buku ini adalah gaya narasi yang berani bermain dengan nada dan bentuk. Dea tidak memilih jalur aman, naratornya kadang bercanda, kemudian lengah, lalu tiba-tiba mengerang dalam kesedihan atau absurditas.

Teknik ini membuat pembaca merasa diajak “bermain” bersama teks, bukan hanya didiktekan sebuah moral.

Selain itu, cerpen-cerpennya menampilkan variasi tema dan bentuk. Ada cerita yang memakai dialog “pesan teks”, ada yang bergeser ke masa lampau, ada pun yang terasa seperti rekaman internal tokoh. Keberagaman ini membuat buku tetap segar dan tidak monoton

Terakhir, keunikan bahasa Dea yang kadang bermain dengan diksi langka, pengulangan, atau paragraf yang seolah mendekam dalam pikiran pembaca, menjadikan buku ini lebih dari sekadar hiburan ringan.

Ia mengajak kita merenung, menggumam: “Apakah aku juga punya suara yang terus menggonggong di kepala sendiri?”

Meski banyak yang memuji, ada beberapa hal yang bisa diperhatikan. Pertama, karena variasi bentuk dan nada yang cukup ekstrem, beberapa cerita terasa kurang “melekat", artinya pembaca bisa selesai sebuah cerpen lalu merasa agak lupa karena gaya yang terlalu cepat berpindah atau memang terlalu eksperimental.

Kedua, bagi pembaca yang menyukai narasi yang sangat linear atau fokus kuat pada satu tema, koleksi ini mungkin terasa terlalu fragmentaris, tiap cerpen punya “rasa” yang berbeda, sehingga tidak ada “benang merah” yang sangat kencang mengikat seluruh buku. Ini bukan kekurangan mutlak, lebih kepada preferensi pembaca.

Dea Anugrah menggunakan gaya bahasa yang ringan namun menyimpan kepedasan. Ia memakai suara narator yang langsung, sseolah WiFi humor dan kekesalan terhubung ke pembaca.

Bahasa sehari-hari bercampur dengan diksi yang agak “sastra ringan”. Kadang kalimatnya panjang dan berputar, lalu tiba-tiba beralih ke frasa pendek yang mencubit.

Gaya ini memberi nuansa bahwa kita bukan hanya membaca teks, tapi didengarkan oleh narator yang punya ego, punya selera dan punya dengung di kepala.

Walaupun buku ini tampak ringan dan kadang jenaka, ia menyimpan makna-yang dalam.

Pertama, ia mengajak kita meyakini bahwa setiap manusia punya “gonggongan” sendiri, kata-kata yang terus muncul, pikiran yang tak tenang, suara batin yang mencoba diabaikan.

Kedua, melalui variasi tema rumah tangga, kegagalan, kehidupan kampus, perang, Dea memberi pesan bahwa hidup bukanlah satu warna.

Ada absurditas, ada kekonyolan, ada kesedihan, ada haru. Dan semua itu bisa “digonggongkan” ke dalam cerita. Maka pembaca diajak menerima bahwa kehidupan sering kali lucu dan tragis sekaligus.

Terakhir, buku ini mengingatkan kita bahwa narator dalam hidup kita bukanlah narator yang ideal, kadang kita sendiri yang menceritakan ulang kisah hidup kita dengan bias, nostalgia, atau pengingkaran.

Dengan membaca cerpen-cerpen ini, mungkin kita akan berhenti sedikit dan mendengar suara kita sendiri dengan jujur.

“Bakat Menggonggong” adalah paket cerpen yang segar, cerdas, dan sedikit nyeleneh, tentang manusia yang berisik, yang kadang bersuara atau memilih untuk tak bersuara.

Bagi pembaca yang mencari bacaan yang ringan tapi punya getar, buku ini sangat layak dibaca.

CEK BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak