Review Film Tumbal Darah: Teror Persalinan yang Menggugat Batas Kemanusiaan

Hayuning Ratri Hapsari | Ryan Farizzal
Review Film Tumbal Darah: Teror Persalinan yang Menggugat Batas Kemanusiaan
Poster film Tumbal Darah (IMDb)

Di tengah maraknya film horor Indonesia yang sering kali mengandalkan jumpscare yang mudah ditebak, Tumbal Darah hadir sebagai angin segar yang memadukan ketegangan supranatural dengan realitas sosial yang pahit.

Disutradarai oleh Charles Gozali, sineas yang dikenal lewat karya-karya seperti Qodrat 2, film ini bukan sekadar hiburan malam Jumat. Ia adalah cermin gelap tentang kemiskinan, pengorbanan, dan moralitas di era pandemi.

Diproduksi oleh Prilly Latuconsina dan Deddy Corbuzier, Tumbal Darah tayang perdana di bioskop-bioskop seluruh Indonesia mulai 23 Oktober 2025.

Hingga kini, film ini telah menuai pujian dari penonton awal, dengan rating 6.2/10 di IMDb berdasarkan 106 ulasan pengguna. Bagi pencinta genre horor-aksi, ini adalah tontonan wajib yang akan meninggalkan bekas mendalam.

Sinopsis: Dari Harapan Kelahiran Menuju Neraka Klinik

Salah satu adegan di film Tumbal Darah (IMDb)
Salah satu adegan di film Tumbal Darah (IMDb)

Cerita Tumbal Darah berlatar belakang masa pandemi COVID-19, periode di mana akses kesehatan menjadi mimpi buruk bagi kelas bawah.

Tokoh utama, Jefri (diperankan apik oleh Marthino Lio), adalah seorang debt collector asal Ambon yang berjuang keras untuk keluarganya. Ia menagih utang dari para peminjam yang sama-sama terpuruk—tukang obat dengan cucu sakit hingga ibu hamil yang kehilangan segalanya.

Jefri sendiri tengah menanti kelahiran anak kedua dari istrinya, Ella (Sallum Ratu Ke), setelah kehilangan anak pertama mereka yang tragis. Kehidupan mereka penuh keterbatasan: pembatasan sosial, PHK massal, dan lintah darat yang mengintai.

Akan tetapi, sebuah insiden mendadak memaksa Ella menjalani persalinan darurat. Di tengah kekacauan pandemi, rumah sakit negeri overload, sehingga pasangan ini terpaksa mencari bantuan di Klinik Persalinan Kamboja—sebuah fasilitas terpencil yang tampak seperti oase harapan.

Sayangnya, klinik ini menyimpan rahasia mengerikan: para dokter dan perawat, termasuk Iwan (Donny Alamsyah) dan Sandra (Agla Artalidia), terlibat dalam ritual pemujaan iblis.

Mereka menumbalkan janin-janin hasil aborsi untuk pesugihan, menciptakan teror yang tak hanya fisik tapi juga emosional. Bersama asisten misterius Bakar (Aksara Dena), Jefri harus bertarung melawan kekuatan gaib dan manusia jahat untuk menyelamatkan nyawa istrinya dan bayi yang belum lahir.

Tanpa spoiler, film ini membangun ketegangan dari dilema moral Jefri: seberapa jauh ia rela berkorban demi cinta?

Sinopsis ini, ditulis oleh Salman Aristo, Asaf Antariksa dan Diva Apresya, terinspirasi dari isu nyata seperti aborsi ilegal dan eksploitasi medis di masa sulit. Durasi 110 menitnya mengalir cepat, membuatku terjebak dalam pusaran emosi yang intens.

Review Film Tumbal Darah

Salah satu adegan di film Tumbal Darah (IMDb)
Salah satu adegan di film Tumbal Darah (IMDb)

Charles Gozali sekali lagi membuktikan keahliannya dalam menggabungkan horor dengan elemen aksi dan drama. Berbeda dari film horor sebelumnya yang sering kali bergantung pada hantu desa atau kuntilanak, Tumbal Darah menawarkan narasi survival yang brutal dan realistis.

Latar pandemi bukan sekadar backdrop; ia menjadi katalisator yang mempertajam konflik kelas sosial. Jefri, sebagai protagonis dari Indonesia Timur, menghindari stereotip "orang miskin kejam" dan justru digambarkan sebagai figur humanis yang penuh empati.

Dilema moralnya—menagih utang dari sesama korban pandemi sambil melindungi keluarganya—menjadikan film ini lebih dari horor: ia adalah potret keputusasaan manusia yang relatable. Film ini "menyimpan kisah manusia yang berjuang dengan cinta dan iman di tengah keputusasaan".

Tema pengorbanan (tumbal) menjadi inti yang kuat. Ritual di klinik bukan hanya elemen supranatural, tapi metafor untuk bagaimana kemiskinan memaksa orang melakukan hal-hal mengerikan. Adegan gore-nya, seperti muncratan darah dari golok Jefri yang dibungkus kain merah, terasa visceral dan mengingatkan pada *The Raid* versi horor.

Namun, di balik terornya, ada sentuhan emosional yang membuat penonton tak hanya berteriak, tapi juga menangis. YouTube review menyebutnya sebagai "horor action memilukan di tengah pandemi", di mana ketakutan lahir dari realitas, bukan fantasi belaka.

Pemeran utama menjadi pondasi yang kuat ununtk film ini. Marthino Lio, menghidupkan Jefri dengan intensitas yang luar biasa. Ekspresi campur aduk antara kemarahan, ketakutan, dan kasih sayangnya terasa autentik, terutama saat adegan konfrontasi emosional dengan Ella.

Sallum Ratu Ke sebagai Ella juga impresif; ia bukan korban pasif, tapi wanita tangguh yang ikut bertarung. Duo ini menciptakan chemistry pasutri yang menyentuh, membuat penonton ikut merasakan beban mereka.

Donny Alamsyah dan Agla Artalidia sebagai antagonis klinik memberikan nuansa ambigu—antara profesional medis yang korup dan penyembah setan yang haus darah.

Aksara Dena sebagai Bakar menambah lapisan misteri, sementara cameo dari Epy Kusnandar dan Rania Putrisari memperkaya dinamika. Secara keseluruhan, akting ensemble ini solid, dengan dialog yang tajam dan alami, menghindari overacting khas horor murahan.

Secara visual, Tumbal Darah unggul dalam desain produksi. Klinik Kamboja difilmkan dengan pencahayaan redup dan claustrophobic, menciptakan atmosfer mencekam seperti labirin neraka. Sound design-nya brilian: suara detak jantung janin bercampur jeritan gaib membuat bulu kuduk merinding.

Aksi laga ala Charles Gozali—kombinasi koreografi tinju dan elemen supranatural—menjadi highlight, terutama adegan chase di koridor gelap. Sayangnya, efek CGI untuk makhluk gaib terasa kurang halus di beberapa bagian, membuatnya tampak seperti produk low-budget. Ini menjadi kelemahan minor yang tak merusak pengalaman keseluruhan.

Kelebihan utama Tumbal Darah adalah keberaniannya menyentuh isu sensitif seperti aborsi dan eksploitasi pandemi, sambil tetap menghibur.

Ia unik dengan meletakkan orang Timur sebagai pahlawan, seperti dipuji dalam review Skorfilm. Kekurangannya? Beberapa plot twist terasa klise menjelang klimaks, dan CGI yang belum sempurna. Meski begitu, tontonan horor yang memuaskan dahaga pencinta genre yang bosan dengan formula lama.

Tumbal Darah bukan film horor biasa; ia adalah jeritan tentang harga kehidupan di masyarakat yang terpinggirkan. Dengan tayang sejak 23 Oktober 2025, film ini telah membuktikan daya tariknya, terutama bagi yang haus akan horor Indonesia berkualitas.

Kalau kamu siap untuk campuran teror, aksi, dan air mata, segera kunjungi bioskop terdekat. Di akhir malam, kamu mungkin bertanya: apa tumbal terbesar yang pernah kamu bayar? Untuk rating kuberi 8/10. Dan sangat aku rekoendasikan untuk tontonanmu di akhir pekan. Tapi jangan lupa ajak teman ya!

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak