Novel Si Putih karya Tere Liye merupakan buku ke-10 dalam seri Bumi. Berbeda dengan buku-buku sebelumnya yang berfokus pada petualangan Raib, Seli, dan Ali, novel ini mengambil sudut pandang yang unik dengan menjadikan seekor kucing sebagai tokoh sentralnya.
Namun, jangan salah sangka, ini bukan sekadar cerita hewan peliharaan biasa. Melalui buku ini, Tere Liye mengajak pembaca menyelami sejarah kelam, pengorbanan, dan teknologi canggih di dunia paralel yang selama ini tersembunyi di balik bulu putih sang kucing.
Kisah Saksi Sejarah Dunia Paralel
Kisah ini dimulai beribu-ribu tahun sebelum Raib lahir. Fokus utamanya adalah seekor kucing yang kemudian kita kenal dengan nama Si Putih.
Cerita diawali dengan sebuah bencana besar di klan kutub utara, tempat sebuah virus mematikan mulai menyebar. Di tengah kekacauan tersebut, Si Putih yang saat itu masih kecil terpisah dari induknya dan berakhir di sebuah fasilitas penelitian rahasia.
Si Putih bukanlah kucing sembarangan. Ia adalah hasil dari eksperimen tingkat tinggi yang memberinya kemampuan luar biasa, termasuk umur yang sangat panjang serta kemampuan untuk berkomunikasi dan bertarung.
Namun, hidupnya penuh dengan kesepian hingga ia bertemu dengan seorang anak manusia bernama N-Gak, yang nantinya menjadi sahabat sekaligus tuannya di masa lalu.
Tere Liye menggunakan alur maju yang sangat dinamis. Pembaca akan dibawa melihat bagaimana Si Putih bertahan hidup di tengah kerasnya dunia yang dilanda pandemi "Virus Merah". Penulis dengan piawai menggambarkan kehancuran sebuah peradaban akibat ambisi manusia dan bagaimana alam semesta selalu memiliki cara untuk menyeimbangkan dirinya sendiri.
Bagian paling menarik adalah petualangan Si Putih melintasi klan-klan yang belum pernah dijelajahi di buku sebelumnya. Kita diperkenalkan pada klan yang sangat maju secara teknologi, namun hancur secara moral.
Pertemuan Si Putih dengan berbagai karakter, baik kawan maupun lawan, membangun emosi yang kuat. Pembaca akan merasakan kesedihan saat Si Putih kehilangan orang-orang yang dicintainya, serta ketegangan saat ia harus menghadapi monster-monster hasil mutasi virus.
Karakter dan Tema yang Mendalam
Meskipun tokoh utamanya adalah seekor kucing, Tere Liye berhasil memberikan kedalaman karakter yang luar biasa. Si Putih digambarkan memiliki loyalitas yang tak tergoyahkan. Ia bukan sekadar "hewan", melainkan saksi sejarah atas kehancuran dan kebangkitan klan-klan di dunia paralel.
Interaksi antara Si Putih dan N-Gak memberikan sentuhan humanis yang sangat kental. Hubungan mereka bukan sekadar tuan dan peliharaan, melainkan mitra dalam bertahan hidup.
N-Gak sendiri merupakan karakter yang kompleks: seorang jenius yang harus memikul beban berat di pundaknya untuk menyelamatkan apa yang tersisa dari dunianya.
Salah satu tema sentral dalam Si Putih adalah konsekuensi dari kemajuan teknologi yang tidak terkendali. Melalui virus yang menjadi antagonis utama, Tere Liye memberikan kritik sosial tentang bagaimana manusia sering kali bermain-main dengan alam demi kekuasaan, yang akhirnya justru memusnahkan mereka sendiri.
Gaya Bahasa dan Kekurangan
Tere Liye tetap konsisten dengan gaya bahasa yang mengalir, ringan, namun penuh imajinasi. Deskripsi mengenai klan-klan baru dalam buku ini sangat detail. Namun, untuk beberapa pembaca, alurnya mungkin terasa agak lambat di bagian tengah karena terlalu fokus pada detail teknis virus.
Bagi pembaca yang tidak mengikuti seri Bumi dari awal, mungkin akan sedikit kebingungan dengan referensi klan dan kekuatan tertentu, meskipun buku ini sebenarnya bisa dibaca sebagai stand-alone.
Secara keseluruhan, Si Putih adalah sebuah novel yang membuktikan bahwa Tere Liye mampu bercerita dari perspektif apa pun.
Buku ini bukan hanya pelengkap seri, melainkan sebuah epik tentang bertahan hidup, kesetiaan, dan pengingat akan bahaya keserakahan manusia.
Identitas Buku
- Judul: Si Putih
- Penulis: Tere Liye
- Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
- Tanggal Terbit: 20 April 2021
- Tebal: 376 Halaman