Aku ingin berbagi pengalaman yang tidak akan pernah bisa aku lupakan. Cerita ini dimulai saat aku liburan dan ikut membantu kakakku berjualan di sebuah ruko dua lantai yang terletak di ujung perbatasan kampung. Meskipun tempatnya sepi, beberapa pembeli datang malam-malam untuk membeli sayuran yang dijual kakakku. Ruko ini buka dari pagi jam 6 hingga jam 10 malam.
Lokasinya yang berada di pinggir jalan raya cukup mudah ditemukan, namun di kiri dan kanannya terbentang hamparan sawah yang luas. Lantai atas ruko itu hanya ada kamar mandi, ruang istirahat, dan aula sempit. Posisinya yang jauh dari keramaian membuat tempat ini terasa sangat sepi di malam hari.
Malam itu, seperti biasa, kendaraan yang berlalu lalang mulai berkurang, dan suasana semakin sunyi. Aku merasa mengantuk, lalu memberitahu kakakku, "Kak, aku sudah ngantuk, mau tidur dulu ya?" Kakakku yang sedang melayani beberapa pembeli, menjawab, "Iya, monggo."
Setelah beberapa menit tidur, aku terbangun oleh suara langkah kaki yang berat, disertai hentakan yang mengganggu tidurku. Aku coba membuka mata, memeriksa keadaan, namun suara itu tiba-tiba hilang. Awalnya, aku pikir itu hanya orang dari ruko sebelah yang sedang naik turun, mungkin pembeli atau pegawai yang sedang berbicara. Suara itu terdengar seperti orang bergurau.
Namun, semakin lama suara langkah itu terdengar semakin dekat. Yang membuatku merinding adalah suara tawa yang mulai terdengar, seperti seseorang yang sedang berbicara atau tertawa pelan. Tawa itu terdengar aneh, seperti suara dari jauh, namun sangat jelas. Perasaan aneh mulai menyelusup ke dalam diriku. Itu bukan suara orang biasa.
Tiba-tiba, suara langkah itu semakin keras, dan aku merasa terbangun sepenuhnya. Bulu kudukku sudah berdiri. Aku merasa ketakutan yang sangat dalam, dan seakan ada sesuatu yang mengawasi dari dekat. Aku memutuskan untuk pergi ke bagian belakang ruko, berharap bisa menyegarkan diri dengan mencuci muka di wastafel yang ada di sana. Mungkin saja itu hanya halusinasiku, aku pikir.
Namun, semakin malam, suasana semakin mencekam. Suara langkah kaki dan tawa itu tetap terdengar, seolah-olah semakin mendekat. Aku mencoba menenangkan diri, namun semakin aku berusaha mengalihkan perhatian, suara itu semakin jelas terdengar. Kaki-kaki yang melangkah pun semakin dekat. Aku mulai bingung. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa hanya aku yang mendengar? Bagaimana dengan kakakku yang setiap hari berada di sini?
Aku merasa sangat takut, namun entah kenapa ada dorongan kuat untuk naik ke lantai dua. Dengan hati yang berdebar, aku memberanikan diri untuk naik tangga. Saat aku sudah di anak tangga ketiga, tiba-tiba kakakku memanggilku, "Dek, mau kemana?"
Tanpa menjawab, aku hanya mengacungkan tangan ke atas. Kakakku hanya menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak usah, biarkan saja."
Aku merasa sedikit aneh, tetapi tidak ingin menyampaikan kekhawatiranku. Aku kembali ke kasir dan melanjutkan berjaga. Kakakku hanya diam, seolah tahu apa yang terjadi, namun memilih untuk tidak berbicara lebih lanjut.
Beberapa saat kemudian, kami memutuskan untuk menutup warung. Kakakku mengajak aku pulang, "Yuk, kita tutup toko, pulang sekarang." Aku mengangguk setuju. Kami merapikan dan menutup ruko, lalu pulang. Sepanjang perjalanan pulang, aku tetap diam. Aku tidak berani menceritakan apa yang aku alami, merasa mungkin itu hanya perasaan dan imajinasiku saja.
Setengah jam kemudian, kami sampai di rumah. Aku merasa lega, mengira semua itu sudah berlalu. Namun, saat aku sampai di depan pintu kamar, kakakku dan istrinya sedang duduk di ruang tamu dan memanggilku, "Dek, sini dulu."
Aku mendekat dan mereka bertanya, "Tadi kamu dengar apa di ruko?" Aku terdiam sejenak, lalu mulai menceritakan dengan pelan apa yang terjadi. Kakakku hanya mendengarkan, lalu menjawab dengan tenang, "Ya, memang seperti itu. Kadang kita hidup berdampingan dengan hal-hal yang tak tampak. Jangan terlalu dipikirkan atau diselidiki lebih lanjut. Biarkan mereka, dan mereka juga akan membiarkan kita."
Aku hanya bisa mengangguk, namun rasa penasaran dan ketakutanku masih menghantui. Apakah itu hanya imajinasi? Ataukah ada yang benar-benar terjadi di lantai dua ruko itu? Aku tidak tahu pasti. Yang jelas, sejak saat itu, aku memutuskan untuk ikut berjaga hanya di pagi atau siang hari saja.
Setidaknya, kejadian itu mengajarkan kita untuk tidak terlalu mencampuri hal-hal yang tidak bisa kita pahami atau kendalikan. Kadang, lebih baik menerima kenyataan dan membiarkan hal-hal yang tak tampak berjalan dengan cara mereka sendiri. Yang terpenting adalah tetap tenang, tidak panik, dan menghindari rasa penasaran berlebihan yang hanya akan menambah ketakutan yang tidak perlu.
Baca Juga
-
Ulasan 'Usai Sebelum Dimulai': Menyentuh Luka Hati dan Rindu Tak Terjawab
-
Hatta: Ideologi dan Kepemimpinan yang Mengukir Sejarah Indonesia
-
Aleppo: Suara Jujur dari Pinggiran yang Menolak Diam
-
Mengurai Masalah Islam Kontemporer Lewat Buku Karya Tohir Bawazir
-
Historiografi Perempuan NU: Dari Laku Perjuangan ke Lembar Sejarah Umat
Artikel Terkait
Cerita-misteri
Terkini
-
5 Outfit Dinner Malam Tahun Baru ala Park Bo Young buat Look Fresh dan Manis
-
Resmi Cabut Laporan, Inara Rusli Pilih Patuh sebagai Istri Insanul Fahmi
-
CERPEN: Tata Cara Mati dengan Bahagia
-
Erick Thohir Disebut Tak Ikut Campur soal Pemilihan Pelatih Baru, Kok Bisa?
-
Ulasan Novel Pulang Nak, Ummi Rindu: Mimpi Buruk Para Anak Rantau