Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Athar Farha
Foto Film Tarot (IMDb)

Film horor terbaru, "Tarot", diproduksi oleh Columbia Pictures dan disutradarai oleh Spenser Cohen yang pernah bikin film pendek berjudul: Blink dan Shattered. Dia nggak sendiri menahkodai film ini, Anna Halberg si pembuat serial podcast berjudul: Classified juga turut serta. Film berdurasi ± 92 menit ini dibintangi aktor dan aktris muda seperti Olwen Fouere, Avantika, Jacob Batalon, dan masih banyak lagi bintang pendukung lainnya.

Film Tarot yang tayang sejak 15 Mei 2024, skripnya ditulis oleh sang duo sutradara bersama dengan Nicholas Adams, si penulis novel “Horrorscope”, yang diadaptasi jadi Film Tarot. 

Film Tarot mengisahkan tentang sekelompok anak muda yang lagi menghabiskan malam di sebuah rumah tua. Nah, mereka menemukan sebuah kartu tarot yang dilukis dengan tangan dan kemudian mencoba meramal melalui kartu itu. Sayangnya mereka melanggar aturan pembacaan tarot. Aturan itu terkait larangan menggunakan kartu tarot orang lain.

Ngerinya, larangan yang dilanggar, tanpa disadari oleh mereka, telah membebaskan kejahatan yang terperangkap dalam kartu-kartu terkutuk itu. Satu per satu, mereka dihadapkan pada nasib mengerikan dan harus berjuang untuk bertahan hidup dalam melawan kematian. Duh, ngeri banget ya!

Ulasan:

Bagiku, film merupakan seni yang menghadirkan berbagai emosi dan pengalaman kepada penontonnya. Namun, kadang kala, harapan tinggi yang dibangun oleh trailer sebuah film nggak selalu terwujud saat menontonnya di layar lebar. Itulah yang terjadi, seperti dalam pengalamanku nonton "Tarot". Trailer-nya memang menarik, tapi filmnya nggak sesuai dengan ekspektasi. 

Premis yang digunakan dalam sebuah film dapat menjadi kunci utama yang menentukan bagaimana penonton akan menerima plot yang disajikan. Namun, sayangnya, premis Film Tarot terlalu klise. Yang mana, menjadikan setiap plot dan hal-hal yang diusung jadi terasa biasa saja dan nggak meninggalkan kesan yang berarti. Entahlah, ini kayak nggak jauh berbeda dengan plot dari Film Final Destination yang mana para karakter utama dikejar oleh kematian. 

Satu poin yang sangat disayangkan, itu terkait momen kematian. Gimana ya? Kematian karakter dalam sebuah film seharusnya menjadi momen yang dramatis atau mungkin menggugah emosi. Namun, jika pengembangan karakternya kurang kuat atau penonton nggak bisa terhubung dengan mereka (para karakter), maka kematian yang dialami nggak akan memiliki dampak yang signifikan. Nah, itulah yang terjadi dalam film ini. Penonton disajikan kematian demi kematian yang nggak memorable, bahkan kesannya, “oh gitu doang!” 

Nggak cuma itu, entah mengapa aku merasa bosan di banyak hal, terutama saat munculnya jumpscare. Gini lho, terkadang, kebosanan saat nonton film horor, bisa disebabkan oleh jumpscare yang kebanyakan. Bukannya bikin takut, jatuhnya malah jadi ganggu pengalaman nonton. Bahkan alurnya juga terlalu mudah diprediksi, yang bikin kelemahan film ini semakin lengkap. Bahkan di awal-awal sudah ada kebetulan yang menurutku ‘kebetulan banget’. 

Untuk penampakan dalam film horor, seringkali menjadi kunci dalam menciptakan suasana yang menakutkan. Namun, nggak untuk film ini. Entah mengapa desainnya nggak menakutkan.

Namun, biar bagaimanapun skor harus ada, maka dengan sangat sadar dan subjektif, skor dariku: 5/10. Meskipun ada momen-momen yang berhasil bikin syok, tapi keseluruhan pengalaman menontonnya memang nggak memuaskan. Film ini mungkin berhasil dalam menciptakan ketegangan, tapi nggak cukup untuk menjadi sebuah karya horor yang benar-benar memorable. 

Sudahkah kamu nonton Film Tarot? Cobalah ditonton dan rasakan sensasinya. Apakah kita akan sepakat? Kamu nggak akan tahu bila belum nonton filmnya. Selamat nonton ya. 

Athar Farha