Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | Putri Rahmawaty
Ilustrasi Sakit Perut (pexels/Andrea Piacquadio)

Sebagian besar negara memiliki masalah medis umum yang dikenal sebagai Intoleransi Laktosa. Menurut Cleveland Clinic, setelah meninggalkan masa bayi, sekitar 68% dari populasi manusia mengalami penurunan kemampuan mencerna laktosa. Anak-anak di bawah usia enam tahun jarang ditemukan mengalami kekurangan laktase. Namun seiring bertambahnya usia, masalah ini akan semakin parah. Ras Asia dan Afrika lebih memungkinkan menderita intoleransi laktosa.

Di Indonesia, anak-anak berusia 3-5 tahun memiliki prevalensi 21,3% malabsorpsi laktosa, mereka yang berusia 6-11 tahun memiliki prevalensi 57,8%, dan mereka yang berusia 12-14 tahun memiliki prevalensi 73%. Frekuensi intoleransi laktosa dilaporkan sebesar 56,2% pada anak-anak yang sering minum susu dan 52,1% pada anak-anak yang tidak minum susu.

Ketika usus tidak dapat memproses laktosa, penyakit pencernaan yang dikenal sebagai intoleransi laktosa berkembang. Susu hewani dan produk olahannya seperti keju, es krim, yoghurt, dan mentega mengandung sejenis gula yang disebut laktosa. Biasanya, laktosa harus dipecah menjadi glukosa dan galaktosa dalam usus kecil oleh enzim laktase. Gula sederhana ini kemudian diserap oleh organisme dan dikirim ke aliran darah untuk energi. Laktosa berubah menjadi gas ketika tidak dapat dipecah dan diserap oleh tubuh, yang mengakibatkan gejala-gejala masalah pencernaan.

Setelah mengonsumsi hidangan yang mengandung produk susu, gejala intoleransi laktosa biasanya mulai muncul 30 menit hingga 2 jam kemudian. Karena sensitivitas laktosa yang ekstrem, beberapa orang memiliki gejala yang cepat dan parah. Namun, beberapa orang masih dapat mentoleransi laktosa dalam dosis sedang. Gejala yang timbul bisa saja tidak terlalu parah atau ringan.

Tanda-tanda utama dan gejala intoleransi laktosa, seperti:

  • Diare
  • Perut kembung (gas yang lewat)
  • Sakit perut
  • Gangguan pencernaan
  • Perut kembung
  • Mual
  • Sering flatus
  • Warna merah di sekitar anus

Karena tubuh tidak memiliki enzim laktase yang cukup untuk memecah gula dalam susu, maka terjadilah intoleransi laktosa. Namun, penyebab berikut ini berpotensi menyebabkan penyakit ini.

1. Intoleransi Laktosa Primer

Orang yang sebelumnya pernah mengonsumsi produk susu tanpa masalah apa pun rentan terhadap sensitivitas semacam ini. Hampir setiap manusia yang lahir akan memiliki laktase yang cukup dalam tubuhnya untuk memecah laktosa yang ditemukan dalam ASI dan susu formula yang baru lahir. Namun, masalah ini dapat memburuk seiring dengan bertambahnya usia pada beberapa orang. Secara umum, usus akan menghasilkan lebih sedikit enzim laktase ketika konsumsi susu dihentikan untuk beberapa waktu. Seiring waktu, perubahan ini membuat individu lebih rentan terhadap intoleransi.

2. Intoleransi Laktosa Sekunder

Gangguan sistem pencernaan sementara, efek setelah operasi, atau penggunaan obat-obatan tertentu, semuanya dapat menyebabkan intoleransi semacam ini. Muntah akut (gastroenteritis), misalnya, adalah suatu kondisi yang sering menyebabkan seseorang mengalami intoleransi terhadap susu. Selama penyakit ini, infeksi menyebabkan kerusakan sementara pada lapisan usus. Saat mengonsumsi makanan yang mengandung laktosa, orang yang menderita muntaber sering merasa mual, muntah, dan diare. Namun, setelah mereka pulih, tubuh mereka dapat memproses laktosa secara normal.

3. Intoleransi Laktosa Bawaan

Penyakit ini disebabkan oleh cacat genetik yang diwariskan yang mencegah seseorang memproduksi enzim laktase sejak lahir. Gen yang salah harus ada pada kedua orang tua agar kelainan ini dapat diturunkan kepada anak.

Intoleransi laktosa tidak dapat disembuhkan. Hanya gejala dan penyebab pemicunya yang dapat dikendalikan. Kebanyakan orang dapat menghilangkan gejalanya dengan mengubah pola makan dan mengurangi konsumsi laktosa. Beberapa orang menemukan bahwa menghilangkan laktosa sama sekali dari makanan mereka dapat membantu mencegahnya. Anda dapat mengikuti petunjuk yang tercantum di bawah ini.

1. Konsumsilah makanan yang bergizi dan seimbang

Anda tidak akan kekurangan kalsium jika Anda membatasi diet produk susu. Banyak makanan bebas laktosa yang juga mengandung kalsium. Jangan lupa untuk mendapatkan vitamin D yang cukup, yang biasanya ditemukan dalam susu. Telur, hati, dan yogurt yang mengandung vitamin D semuanya dapat dimakan. Saat terpapar sinar matahari, tubuh juga dapat secara spontan memproduksi vitamin D. Anda dapat berbicara dengan dokter Anda tentang mengonsumsi pil kalsium atau vitamin D sebagai tambahan untuk diet. Mengonsumsi suplemen dapat membantu Anda mendapatkan nutrisi yang Anda butuhkan ketika Anda tidak bisa mendapatkannya dari makanan.

2. Mengurangi konsumsi produk susu

Membatasi asupan produk susu seperti berikut ini akan membantu Anda menghindari timbulnya dan tingkat keparahan intoleransi laktosa. Makanan yang mengandung susu perlu dikurangi seperti milkshake, smoothie, berbagai minuman yang menggunakan susu hewani, atau minuman yang dibuat dengan yogurt, krimer susu dan krim kocok, es krim, es susu, gelato, yogurt, dan puding susu, mentega atau keju, sup, saus, dan produk susu berbahan dasar krim (seperti saus pasta carbonara) dan makanan berbahan dasar susu lainnya. Anda dapat menghindari konsumsi terlalu banyak produk susu dengan melakukan tindakan berikut.

- Batasi asupan susu Anda tidak lebih dari 118 ml, atau sekitar satu cangkir kecil. Risiko gejala akan berkurang seiring dengan berkurangnya konsumsi susu.
- Cobalah mengonsumsi susu dengan makanan lain. Hal ini dapat mengurangi gejala intoleransi laktosa dan memperlambat proses pencernaan.  - Pilih produk susu dengan sedikit atau tanpa kandungan laktosa, seperti yogurt dan keju cheddar.
- Untuk membantu pencernaan susu, gunakan suplemen tablet yang mengandung laktase. Namun, berhati-hatilah untuk terlebih dahulu berbicara dengan dokter Anda.

3. Mengonsumsi probiotik

Probiotik adalah mikroorganisme bermanfaat yang mendukung saluran pencernaan yang sehat. Untuk meringankan gejala intoleransi, probiotik dapat meningkatkan populasi bakteri menguntungkan dalam usus. Yogurt biasanya dikaitkan dengan probiotik. Namun, mereka yang tidak toleran terhadap laktosa juga dapat mengonsumsi alternatif yang tidak terlalu berbahaya, seperti tempe atau pil probiotik.

Jika Anda mengonsumsi susu atau produk susu dan kemudian mengalami diare atau intoleransi laktosa, segera konsultasikan dengan dokter. Terutama jika gejala-gejala tersebut tidak kunjung sembuh. Untuk mengidentifikasi tahap selanjutnya dalam pengobatan dan mempercepat proses penyembuhan, diperlukan penanganan yang tepat dan cepat.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

Putri Rahmawaty