Stigma mengenai gangguan Skizofrenia masih sering kita jumpai di masyarakat. Masyarakat kerap kali melabeli pengidap gangguan skizofrenia sebagai orang gila, bahkan tidak jarang penderita gangguan Skizofrenia mendapatkan perlakuan yang kurang baik, seperti pemasungan dan kekerasan fisik.
Banyak orang menganggap penderita Skizofrenia adalah keturunan, akibat hal-hal mistis, harus diruqyah, tidak bisa sembuh, dan mengganggu masyarakat.
Stigma muncul karena adanya ketidaksamaan perilaku antara penderita Skizofrenia dan manusia yang normal, seperti adanya delusi dan halusinasi. Selain itu, penyebab munculnya stigma adalah kurangnya pengetahuan mengenai gangguan Skizofrenia.
Jadi sebenarnya Skizofrenia itu apa?
Menurut WHO (2019) skizofrenia adalah gangguan mental yang ditandai dengan distorsi dalam berpikir, persepsi, emosi, bahasa, konsep diri, dan perilaku.
Skizofrenia terjadi karena terpisah dan terpecahnya antara kognisi, afektif, dan tingkah laku sehingga kurang adanya antara pikiran dan emosi, atau antara persepsi realita dan apa yang terjadi.
Skizofrenia mempengaruhi sekitar 24 juta orang atau 1 dari 300 orang (0,32%) di seluruh dunia. Angka ini adalah 1 dari 222 orang (0,45%) di kalangan orang dewasa (2).
Orang dengan skizofrenia memiliki kemungkinan 2 hingga 3 kali lebih besar untuk meninggal lebih awal dibandingkan populasi umum (3). Hal ini sering kali disebabkan oleh penyakit fisik, seperti penyakit kardiovaskular, metabolisme, dan infeksi.
Lalu, jika orang disekitar kita telah di diagnosa oleh profesional terkena gangguan Skizofrenia. Apa yang harus kita lakukan?
1. Kenali Gejalanya
Melansir dari World Health Organization, beberapa gejala skizofrenia di antaranya:
Halusinasi
Halusinasi adalah penafsiran yang salah terhadap persepsi sensori yang terjadi saat seseorang terjaga dan sadar dengan dalam ketiadaan rangsangan eksternal yang sesuai.
Dengan kata lain, orang tersebut mendengar, melihat, mencium, atau merasakan hal-hal yang sebenarnya tidak ada.
Delusi
Delusi adalah keyakinan tidak masuk akal yang tetap bertahan meskipun ada bukti yang dapat dipercaya dan mengatakan sebaliknya.
Delusi mencerminkan gangguan konten pikiran dan dapat mencakup “sistem” keyakinan individu yang komplek atau hanya satu keyakinan yang terkait dengan satu aspek kehidupan sehari-hari
Cara berbicara yang tidak beraturan dan gangguan pemikiran
Cara berbicara yang terdengar tidak biasa dan tak masuk akal sering menandakan adanya gangguan pada pikiran formal.
Hal tersebut adalah karakteristik yang ditekankan oleh psikiater Swiss pionir Bleuler (1911/1950) dalam deskripsi tentang Skizofrenia.
Simptom emosional
Gejala negatif Skizofrenia mewakili defisit dan kerugian dalam fungsi normal. Avolisi atau apati, mengacu pada ketidakmampuan untuk memulai dan melanjutkan aktivitas.
Selain itu, banyak pengidap yang memiliki ekspresi emosional yang terbatas, seperti gagal menyampaikan perasaan apapun di wajah, nada suara, atau bahasa tubuh mereka
Gejala motorik dan perilaku tidak terorganisir serta katatonik yang buruk
Gejala ini mengacu pada defisit dalam gerakan mulai dari kegelisahan hingga keadaan diam. Perilaku tidak terorganisir mencerminkan kesulitan dalam perilaku yang ditujukan pada tujuan.
Oleh karena itu, seringkali terlihat dalam gerakan yang tidak terduga, masalah dalam melakukan kegiatan sehari-hari, seperti berpakaian atau menjaga kebersihan badan, dan perilaku seksual yang tidak pantas.
2. Atasi Gangguannya
Terapi untuk pengidap gangguan Skizofrenia dapat ditemukan dengan mengunjungi rumah sakit yang menyediakan layanan kesehatan jiwa.
Di sana, para tenaga profesional siap membantu dengan sepenuh hati dalam mengatasi keluhan yang pengidap alami. Sangat tidak diperbolehkan untuk membawa pengidap ke dukun maupun pengobatan tradisional lainnya.
3. Kurangi Stigmanya
Dengan langkah dan sikap yang tepat, maka sangat diharapkan stigma akan gangguan skizofrenia dapat berkurang. Mari bersama kita ciptakan Indonesia sehat, bebas Skizofrenia.
Referensi
Association, A. P. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM-5). America: American Psychiatric Association.
WHO. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems 10th Revision (ICD-10). United States of America: WHO; 2016.
Dozois, D. J. (2013). Abnormal Psychology perspective. Canada: Pearson Canada.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Primadona: Simfoni Keindahan dan Kekuatan Cinta oleh Adikara Fardy
-
Roller Coaster Emosi dalam 'Cruel Summer' Taylor Swift: Analisis Lirik, Vokal, dan Musik
-
Perasaan Terasing dalam 'Nobody Gets Me' oleh SZA dan Kisah Penerimaan Diri
-
Romansa Musim Panas dan Kenangan Tak Terlupakan di 'August' Taylor Swift
-
Memaknai Rindu dan Perjuangan dalam Lagu 'Somebody' D.O EXO
Artikel Terkait
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
-
Aroma Menenangkan dan Efek Relaksasi, Bantu Gen Z Jadi Lebih Percaya Diri
-
Stres dan Diabetes: Bagaimana Kondisi Mental Memengaruhi Pengelolaan Gula Darah
-
Terbiasa Bicara Kasar, Ini Alasan Bermain Game Memengaruhi Emosi Gamers
-
Satu dari Tiga Remaja Alami Masalah Kesehatan Mental, Ini Cara Agar Mereka Dapat Informasi Kredibel di Media Sosial
Health
-
Strategi Mengelola Waktu Bermain Gadget Anak sebagai Kunci Kesehatan Mental
-
Suka Konsumsi Kulit Buah Kopi? Ini 3 Manfaat yang Terkandung di Dalamnya
-
Sehat ala Cinta Laura, 5 Tips Mudah yang Bisa Kamu Tiru!
-
4 Minuman Pengahangat Tubuh di Musim Hujan, Ada yang Jadi Warisan Budaya!
-
6 Penyakit yang Sering Muncul saat Musim Hujan, Salah Satunya Influenza!
Terkini
-
Cetak 2 Gol, Bukti "Anak Emas" Tak Sekadar Julukan bagi Marselino Ferdinan
-
Nissa Sabyan dan Ayus Resmi Menikah Sejak Juli 2024, Mahar Emas 3 Gram dan Uang 200 Ribu
-
Ulasan Buku Sabar, Syukur, dan Ikhlas: Kunci Sukses Bahagia Dunia Akhirat
-
Spoiler! Hunter X Hunter Chapter 403: Balsamilco vs Pangeran Halkenburg
-
Hazelight Studios Umumkan Game Baru, Siap Hadirkan Inovasi Co-Op Unik!