Di tengah minimnya sorotan dan masih kuatnya stigma bahwa futsal bukanlah ranah perempuan, para pemain justru buktikan dengan prestasi. Hingga saat ini, futsal putri tentunya tak lagi hanya menjadi pelengkap di dunia olahraga.
Terbatasnya dukungan publik, membuat beberapa perjuangan para atlet kerap berjalan dalam senyap. Tidak sedikit atlet futsal putri yang harus menghadapi stigma dalam kesehariannya. Fitriya Hilda (30) yang akrab dipanggil Ade, salah satu atlet futsal putri, menganggap bahwa futsal bukan hanya sekedar olahraga biasa, melainkan bagian dari identitas dirinya.
Ia sudah mengenal futsal sejak sebelum masuk sekolah dasar, hingga jatuh cinta pada futsal ketika duduk di bangku kelas 1 SMP. “Sejak saat itu saya sadar bahwa futsal adalah passion saya,” ujarnya.
Namun, perjalanannya sebagai seorang atlet putri tidak selalu berjalan dengan mulus. Di awal karirnya, keluarga Ade sempat kurang mendukungnya sebagai pemain futsal. Restu ini justru diberikan dengan syarat akademis yang lumayan ketat, alias prestasi di lapangan harus sebanding dengan prestasi akademik. “Di sekolah harus ranking lima besar, pas kuliah IPK harus di atas 3,5,” tambahnya.
Lebih dari itu, ia juga kerap menerima komentar negatif dari lingkungan sekitar. Mulai dari anggapan bahwa perempuan yang bermain futsal dianggap seperti laki-laki. Hingga keyakinan bahwa olahraga ini tidak akan membawanya ke mana pun atau dengan kata lain tak akan memberinya masa depan.
Alih-alih terhenti dengan stigma, Ade justru menjawabnya lewat pembuktian di lapangan. Sejak menjadi mahasiswa baru pada tahun 2013, ia langsung mencuri perhatian. Tidak hanya menguasai teknik dasar futsal, ia juga disorot karena berhasil mencetak rekor lima gol dalam satu pertandingan Liga Mahasiswa dan membawa Universitas Budi Luhur lolos ke tingkat nasional. Pencapaian itu tentunya menjadi pintu menuju panggung yang lebih besar.
Beralih ke tahun 2016, Ade mencatat sejarah bersama timnya dengan meraih gelar juara AFF Myanmar Futsal Club. Debut internasional pertamanya yang sekaligus menjadi torehan bersejarah bagi futsal putri Indonesia dalam raihan juara AFF Club. Setahun kemudian, ia ikut menyumbang medali perunggu untuk Indonesia di SEA Games Malaysia 2017.
Perjalanan Ade tentu berlanjut hingga 2024, ketika ia menjalani uji coba di Bahrain. Hal ini sekaligus menjadi pengalaman pertamanya bermain di kawasan Timur Tengah. Terbaru, ia turut mengantarkan timnas futsal putri lolos kualifikasi AFC Women’s Futsal Asian Cup 2025 yang digelar di Yogyakarta.
Bagi Ade, setiap laga yang dijalaninya bukan hanya soal kemenangan di papan skor. Lebih dari itu, setiap pertandingan adalah kesempatan untuk membuktikan bahwa perempuan memiliki tempat yang setara di dunia olahraga, termasuk di lapangan futsal. Setiap pertandingan tentunya menjadi suatu cara yang terbaik untuk menjawab keraguan seseorang terhadap futsal putri. Ia meyakini bahwa selagi pilihannya positif, maka hasilnya pun akan baik.
Ade selalu menjadikan setiap keraguan dan cibiran sebagai motivasi untuk terus berkembang. Menurutnya, salah satu prinsip dan teknik untuk selalu semangat dalam bermain futsal adalah dengan tidak memikirkan tanggapan orang lain. Ia lebih memilih fokus pada diri sendiri dan tujuan yang ingin dicapai.
Menjadi pemain futsal putri bukanlah keputusan yang dibuat untuk memuaskan orang-orang yang beranggapan buruk, melainkan untuk mereka yang mendukung dan percaya pada passion-nya. Hingga perlahan, dukungan mulai berdatangan, terutama ketika ia berhasil menunjukkan prestasi di berbagai kompetisi. Kemenangan demi kemenangan membuat orang-orang di sekitarnya mulai melihat bahwa futsal putri punya potensi besar.
Perjalanan para pemain futsal putri di Indonesia terkadang masih belum berjalan dengan mulus. Namun, di setiap langkah mereka di lapangan, tentunya ada semangat, kerja keras, dan mimpi yang tak pernah pudar.
Dari setiap gol yang tercipta hingga sorak dukungan yang terdengar, futsal putri terus membuktikan bahwa mereka bukan sekadar pelengkap, melainkan bagian penting dari cerita besar olahraga Indonesia. Lebih dari itu, AXIS Nation Cup yang digagas AXIS, hadir menjadi panggung di mana semua itu teruji. Setiap gol, strategi, dan sorakan bukan sekadar soal menang atau kalah, tapi tentang suara sang juara yang terus bergema.
Artikel Terkait
-
Intimasi dan Mental Toughness, Bagaimana Pelatih Futsal SMAN 2 Ngaglik Merawatnya?
-
Futsal Putri: Antara Keringat, Mimpi, dan Pandangan Sebelah Mata
-
Bukan Cuma 5 Lawan 5, Futsal Jadi Pelarian dari Perang di Kepala
-
Baru Coba Main Futsal? Hindari Kesalahan Ini Bagi Pemula
-
Perempuan di Lapangan Futsal: Menembus Stereotip Lewat Prestasi
Hobi
-
Intimasi dan Mental Toughness, Bagaimana Pelatih Futsal SMAN 2 Ngaglik Merawatnya?
-
Rizki Ridho Buka Pesta Gol Persija Jakarta ke Gawang Persita Tangerang
-
Carlos Pena Beberkan Alasan Simpan Hokky Caraka, Ada Kendala soal Adaptasi?
-
Nestapa Timnas Putri Indonesia di AFF, Tersingkir hingga Jadi Lumbung Gol
-
Futsal Putri: Antara Keringat, Mimpi, dan Pandangan Sebelah Mata
Terkini
-
OpenAI Bikin Sejarah Lagi: GPT-5 Tidak Hanya Cerdas, Tapi Juga Empatik?
-
4 Pelembap Kandungan Bakuchiol Atasi Tanda Penuaan dan Cegah Jerawat
-
Merah Putih One For All: Propaganda Politik Berkedok Animasi Anak?
-
Ulasan Novel The Last Bookshop: Kekuatan Buku yang Mengubah Hidup dan Takdir
-
Ulasan Novel People Like Us: Kehangatan Hubungan Antar Manusia