Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Peran gender terbagi menjadi peran produktif, peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.
Pembahasan gender selalu menjadi polemik sendiri bagi laki-laki dan perempuan. Seringkali dalam kehidupan bermasyarakat di indonesia, ada saja oknum yang membeda-bedakan tugas dan kewajiban laki-laki dan perempuan. Mungkin ini bekas budaya feodal kerajaan yang sudah berakar dalam-dalam di benak masyarakat.
Pembagian tugas di keluarga mungkin sangat memprihatinkan jika kita menelisik secara jauh. Salah satunya urusan rumah tangga hari dijadikan status bagi perempuan yang sudah menikah dan tidak bekerja.
Hal ini sangat mencoreng nama baik perempuan itu sendiri dikarenakan banyak stereotip yang melekatkan. Perempuan diidentikkan sebagai pelengkap hidup atau teman hidup saja. Tanpa kita sadari bahwa hal yang membedakan laki-laki dan perempuan hanyalah kodrat. Perempuan yang punya keistimewahan biologis yaitu melahirkan dan menyusui.
Kesetaraan gender merupakan salah satu hak asasi kita sebagai manusia. Hak untuk hidup secara terhormat, bebas dari rasa ketakutan, dan bebas menentukan pilihan hidup tidak hanya diperuntukan bagi para laki-laki, perempuan pun mempunyai hak yang sama pada hakikatnya.
Mengutip perkataan Baba ola yaitu laki-laki dan perempuan diibaratkan sebagai sepasang sayap burung. Jika sayap burung itu seimbang, maka terbanglah burung itu dengan tingginya. Akan tetapi, jika salah satunya patah maka tidak dapatlah terbang.
Oleh sebab itu, dalam suatu hubungan sosial berbangsa, kita harus saling menghargai yang namanya laki laki dan perempuan serta saling bekerja sama antara satu sama lain tanpa memandang gender. Pasalnya, semua punya potensi masing-masing dalam kemajuan negara.
Diskriminasi berdasarkan gender masih terjadi pada seluruh aspek kehidupan, di seluruh dunia. Ini adalah fakta, meskipun ada kemajuan yang cukup pesat dalam kesetaraan gender dewasa ini.
Sifat dan tingkat diskriminasi sangat bervariasi di berbagai negara atau wilayah. Tidak ada satu wilayah pun di negara dunia ketiga di mana perempuan telah menikmati kesetaraan dalam hak-hak hukum, sosial, dan ekonomi.
Kesenjangan gender dalam kesempatan dan kendali atas sumber daya, ekonomi, kekuasaan, dan partisipasi politik terjadi di mana-mana. Perempuan dan anak perempuan menanggung beban paling berat akibat ketidaksetaraan yang terjadi.
Namun, pada dasarnya ketidaksetaraan itu merugikan semua orang. Oleh sebab itu, kesetaraan gender merupakan persoalan pokok suatu tujuan pembangunan yang memiliki nilai tersendiri.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Sekolah Beralih Jadi Pos Pengungsian Lewotobi, Semangat Siswa-Siswi Jadi Sukarelawan
-
Perempuan yang Menangis kepada Bulan Hitam: Melawan Tradisi Kawin Tangkap
-
Ulasan Buku Independent Woman: Wanita Mandiri Bukan Hanya Sekadar Label
-
Tindak Kekerasan Masih Jadi Masalah Serius, Menteri PPPA Ajak Perempuan Berani Bersuara
-
Iran Buka Klinik untuk Wanita "Pelanggar" Jilbab, Picu Kemarahan Publik
Kolom
-
Pilihan Hidup Sendiri: Ketika Anak Muda Memutuskan Tidak Menikah, Salahkah?
-
Hikayat Sarjana di Mana-mana
-
Jebakan Maskulinitas di Balik Tren Video Laki-laki Tidak Bercerita
-
Membedah Batasan Antara Kebebasan Berpendapat dan Ujaran Kebencian
-
Sadbor sebagai Duta Anti Judi Online: Paradoks Makna Pemberian Gelar
Terkini
-
Ulasan Novel Alster Lake: Kisah Cinta Seorang Penulis di Danau Alster
-
Ulasan Buku 101 Langkah Mengatasi Insecure: Belajar Menjadi Percaya Diri
-
Ulasan Buku Ulama, Pewaris Para Nabi: Mengenalkan Tugas-Tugas Ahli Agama
-
Panggil 26 Pemain untuk Piala AFF Wanita, Garuda Pertiwi Bawa Bekal Positif
-
Teka-teki Eliano Reijnders Dicoret STY dari Skuad, Ini Kata Erick Thohir