Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Christof
Ilustrasi api (MARTPRODUCTION/Pexels).

Penangkapan artis tersohor Nia Ramadhani bersama suaminya seorang pengusaha besar yakni Ardi Bakrie belakangan sontak menggemparkan jagat pemberitaan nusantara. Penangkapan keduanya menambah deretan artis dan publik figur yang tersandung dan terseret kasus narkoba.

Lagi-lagi, penggunaan narkoba di kalangan artis kembali disoal. Sejumlah kajian dan analisis menyeruak. Walau tidak bisa dijadikan patokan sahih, alasan pemakaian narkoba di tataran pesohor tidak datang dari faktor tunggal dan berbeda di tiap kasusnya

Sejumlah kemungkinan alasan yang menyebabkan para artis ternama ini terjerat narkoba diantaranya adalah faktor pergaulan bebas yang kian menggila, sikap hedonisme di kalangan orang tenar, hingga dijadikannya narkoba sebagai pil pelarian pengusir segala masalah hidup yang mendera.

Saat ini, pergaulan bebas sudah begitu mengakar kuat dalam kehidupan sosial artis artis dan sosialita ternama. Selain seks bebas, kini narkoba ikut menjangkiti gaya kehidupan sang artis sebagai pelengkap semarak nuansa. Seolah tren yang sedang terjadi, artis dianggap kurang gaul, ‘kudet’,  dan kurang dapat diterima jika tidak melengkapi pernak pernik gaya lakunya dengan pemakaian narkoba.

Hal ini diperparah dan  justru dimanfaatkan dengan baik  oleh para bandar dan produsen narkoba yang menunjuk artis sebagai figur ‘trendsetter’ dan ‘bad influence’ untuk kemudian mempengaruhi kalangan penggemar dan pengidola agar tertarik dengan semu nikmat candu narkoba.

Sebagai publik figur yang digandrungi banyak anak muda dan kaum milenial, posisi mereka sebagai trendsetter sangat membahayakan masyarakat kebanyakan. Sementara dari sisi bandar narkoba, trend nge-fly menjadi lingkaran setan dan pusaran bagi kaum artis untuk terus datang membeli sebagai penambah sensasi tanpa henti.

Sering banyak kasus terjadi,  bagi kalangan musisi dan seniman, narkoba seringkali dianggap pencetus inspirasi serta pendongkrak semangat untuk berkarya. Ilusi dan sugesti keliru ini banyak menghinggapi kaum seniman dan artis untuk mengkonsumsi narkoba dengan dalih penggenjot produktifitas dan memperkaya fantasi sumber ide pembuatan karya.

Jelas sekali, pemikiran ini sungguh keliru karena jika seseorang berbakat dan memiliki jiwa seni yang kuat, tanpa stimulus dan pendorong apapun, mereka tetap bisa berkarya walaupun hanya menengguk segelas air putih.

Ilusi sesat bahwa narkoba mampu menggerakkan inspirasi ini di masa mendatang harus dibayar dengan penyesalan  yakni raga dan jiwa yang rusak. Mengingat pemakaian stimulant dan obat penenang dalam jangka panjang akan menimbulkan rusaknya pertumbuhan sel ataupun syaraf otak ,terutama yang berhubungan dengan proses berfikir serta kecerdasan.

Selain itu, bagi mereka artis bintang film, pemain sinetron, kadang di tengah tumpukan jadwal, agenda dan episode seringkali memaksa mereka untuk kemudian lari kepada narkoba. Guna mendorong dan memacu daya kerja yang padat, narkoba lagi lagi dijadikan stimulan penambah stamina yang justru akan merusak badan nantinya. Seakan dengan memakai narkoba rasa lelah dan stress akibat kejar tayang bisa sedikit reda, agar nantinya bisa berproduksi lebih maksimal. Tentunya , ini juga salah satu pemikiran dan tindakan yang keliru, karena seorang manusia pada hakikatnya memiliki jam biologis yang tidak dapat dipaksa atau digenjot tanpa henti.

Sementara bagi mereka pemain band, penyanyi, vokalis yang biasa dikejar tenggat manggung atau konser seringkali juga memakai narkoba untuk mengobati rasa gugup dan cemas tampil di depan orang banyak. Seoalah dengan narkoba kondisi hati dan psikis menjadi lebih tenang dan bisa beraksi dengan sempurna. Lagi-lagi, ini sebuah pemikiran keliru dan menyesatkan, karena hampir semua orang juga mengalami hal yang sama ketika demam panggung, namun bisa diseimbangkan secara alami dengan melakukan relaksasi, latihan, atau pembiasaan.

Apapun itu sudah saatnya kita membangun pola pikir bahwa narkoba tak akan mengganti kerugian yang timbul dari sensasi rasa yang fana. Sebagai seorang manusia, kita dituntut untuk bisa menyeimbangkan dan mengolah segala stres, depresi, kurang percaya diri, hingga rasa gugup kita dengan cara yang lebih cerdas tanpa pemakaian obat terlarang. Ini bisa dilakukan dengan pemikiran positif, dan tetap percaya bahwa manusia tetap memiliki kemampuan untuk menyeimbangkan kecemasan dan kekalutan emosi alami dengan meyalurkannya secara sehat.

Christof