Dalam perjalanan hidup kita tidak bisa lepas dari berbagai macam peristiwa. Ada yang membuat kita senang dan bahagia. Ada pula yang membuat kita sedih dan stres.
Kesenangan dan kebahagiaan dapat memberikan ketenangan hidup. Sementara, kekecewaan dan kesedihan membawa kita jauh dari kebahagiaan. Bila rasa ketidakbahagiaan ini terus diresapi semakin dalam malah akan berujung pada gejala stres hingga depresi.
Lalu, bagaimana kita harus menyikapi kehidupan agar tidak mudah terbawa stres? Jawabannya mungkin bisa simpel, yakni jangan sedih dan kecewa berlebihan. Namun, pada praktiknya bukan perkara mudah.
Memang tidak gampang untuk menjadi tegar ketika menghadapi masalah yang membuat kita terpuruk. Namun, jangan sampai kita putus asa. Karena sejatinya setiap masalah yang kita temui pasti ada jalan keluarnya.
Ada banyak cara mengatasi masalah-masalah yang terjadi pada kehidupan kita. Salah satunya adalah dengan mengenal dikotomi kendali kehidupan.
Apa itu dikotomi kendali hidup itu? Ia adalah pembagian persoalan kehidupan menjadi dua kategori kendali. Sebagaimana yang pernah diucapkan oleh seorang filsuf yang hidup di abad ke 1-2 Masehi bernama Epictetus dalam buku Enchiridion, "Some things are up to us, some things are not up to us." Di mana terjemahan bebasnya, "Ada hal-hal di bawah kendali (tergantung pada) kita, ada hal-hal yang tidak di bawah kendali (tidak tergantung pada) kita."
Jadi, dua kategori itu adalah pertama, hal-hal yang berada pada kendali kita. Dalam buku Darmawan Aji yang berjudul Mindful Life, terdapat empat hal yang bisa kita kendalikan, yakni:
1. Persepsi kita, apa yang kita pikirkan ada dalam kendali kita
2. Emosi kita, apa yang kita rasakan ada dalam kendali kita
3. Ucapan kita, apa yang kita katakan ada dalam kendali kita
4. Tindakan kita, apa yang kita lakukan ada dalam kendali kita.
Selain dari empat hal di atas, bersifat di luar kendali kita. Apa saja? Berikut ini hal-hal yang berada di luar kendali kita:
1. Kejadian alam di sekitar kita
2. Kejadian yang melibatkan pihak lain
3. Sikap orang lain
4. Masa lalu
5. Masa depan
6. Kesehatan dan umur
7. Hasil yang kita dapatkan
8. Dan lain sebagainya
Ketika kita bisa memetakan dua kategori kendali tersebut, maka kita takkan mudah dibuat stres. Sebab, biasanya pemicu stres itu berasal dari luar kendali kita, dan bukan dalam kendali kita.
Mengapa demikian? Karena kita terlalu melekat dan bergantung pada apa yang di luar kendali kita. Coba saja, kalau kita fokus pada apa yang bisa kendalikan kita dapat merdeka bebas menentukan emosi, persepsi, ucapan dan tindakan apa yang harus kita pilih. Tentu saja, kita akan selalu berusaha memilih yang baik-baik.
Meskipun dua kategori itu sudah kita ketahui, akan tetapi untuk menjalankan prinsip tersebut butuh perjuangan yang sungguh-sungguh. Karena kita dituntut untuk bisa benar-benar memahami perbedaan kategori dua kendali tersebut.
Sebenarnya apa yang terjadi di luar kendali kita itu bersifat netral. Yang menilai baik atau buruk berasal dari pemahaman kita sendiri. Maka penting sekali untuk melatih kontrol diri supaya tidak gampang impulsif atau mudah reaktif setiap menemui masalah. Biasakan untuk memberi jeda pada setiap peristiwa yang terjadi agar kita memiliki kesempatan untuk memberi respon yang tepat dan obyektif.
Sebagai contoh, memikirkan apa yang orang lain bicarakan tentang diri kita. Nah, ini jelas berada di luar kendali kita. Oleh sebab itu, jangan terlalu diambil pusing. Lagipula kita ini manusia yang diciptakan oleh Tuhan bukan dengan tujuan menyenangkan semua orang.
Contoh lagi, ketika kita ikut perlombaan menulis. Lalu, kita sangat berharap bahwa bahwa kita bisa jadi pemenangnya. Lalu, hal itu terus menerus kita pikirkan. Padahal sudah jelas itu berada di luar kendali.
Jika, kita selalu memikirkan dan berharap banyak menjadi pemenang atas perlombaan tersebut, maka kita akan jatuh pada emosi negatif. Akan tetapi bila kita fokus pada hal yang menjadi kendali kita, yakni membuat tulisan sebagus mungkin dan memenuhi kriteria persyaratan. Cukup sampai di sini. Maka, kita terbebas dari emosi negatif seperti kecewa, jengkel, sebal dan lain sebagainya.
Reinhold Niebuhr, seorang teolog asal Amerika Serikat pernah menulis ungkapan yang sangat indah, kaitannya dengan bahasan kita kali ini, "Tuhan, berikan aku ketenangan untuk menerima hal-hal yang tidak bisa aku ubah, keberanian untuk mengubah hal-hal yang bisa aku ubah, dan kebijaksanaan untuk mengetahui perbedaannya.”
Semakin kita memahami dikotomi kendali kehidupan ini, maka jalan menuju ketenangan dan kebahagiaan semakin dekat. Bukankah hal itu yang benar-benar kita inginkan? Semoga bermanfaat.
Baca Juga
-
Sering Dianggap Buruk, Ini 5 Kelebihan Menjadi Orang Pemalu
-
Diperpanjang Lagi sampai 4 Oktober, PPKM Level 2-3 Berlaku di Jawa dan Bali
-
Jalan Keluar Suatu Masalah Jadi Pemantik Masalah Selanjutnya
-
Gelisah jelang Hari Senin, Ini 5 Cara Jitu Menanggulangi Lunaediesophobia
-
5 Minuman Berkhasiat yang Bisa Membakar Lemak di Tubuh Kamu
Artikel Terkait
-
Pegadaian dan Universitas Indonesia Resmikan Ruang Kreatif Kompak Guyub Bahagia: Dorong Inovasi
-
35 Prinsip Hidup Orang Paling Bahagia di Dunia, Mana yang Sudah Kamu Jalani?
-
Ulasan Buku How to Die: Menyambut Kematian dari Segi Filsuf Romawi
-
Tech3 Bawa Dua Kabar Bahagia, Herve Poncharal Tenang Sambut Jeda Paruh Musim
-
Toxic Positivity: Ketika Bahagia Jadi Kewajiban, Bukan Pilihan
Kolom
-
Vila Mewah vs Komodo: Ketika Pembangunan Mengancam Warisan Alam Terakhir
-
Sri Mulyani Sentil Gaji Guru Rendah: Pajak Rakyat Buat Apa?
-
Paradoks Era Digital: Akses Finansial Mudah tapi Literasi Keuangan Rendah
-
Ekonomi Tumbuh, tapi Rakyat Masih Susah: Kontradiksi Pembangunan Indonesia
-
Gen Z Geser Prioritas Hidup: Menikah Muda Bukan Tujuan Utama Lagi
Terkini
-
Sinopsis The Thirteen-Hongs in Canton, Drama Terbaru Zhu Ya Wen di iQiyi
-
Mau Tampil Lebih Anggun? Ini 4 Ide Outfit Dress ala Park Min Young
-
PSIM Yogyakarta Paling Gacor di Laga Perdana, Tiga Tim Promosi Bikin Kejutan!
-
Bintangi Drama Twelve, Seo In Guk Gencar Latihan Parkour dan Adegan Aksi
-
BRI Super League: Peter de Roo Optimis Persis Solo Taklukkan Madura United