Akhir-akhir ini, banyak orang yang suka beraktivitas di alam bebas. Misalnya sekadar untuk berwisata, menyelami lautan, mendaki gunung hingga melabeli dirinya sebagai pecinta alam. Namun bagi saya, pecinta alam sesungguhnya adalah manusia-manusia yang peduli dengan permasalahan lingkungan.
Sudah berapa kali kita sering mendengar persoalan lingkungan di kehidupan manusia? Mulai dari gundulnya hutan, hamparan lautan sampah, hingga ancaman tenggelamnya daratan. Di era serba canggih dengan mobilitas sangat tinggi, banyak orang yang lebih memilih mengejar keuntungan ekonomi. Sayangnya, hanya segelintir orang yang mau dan berani merelakan hidupnya untuk merawat alam
Orang-orang yang bersedia untuk fokus menggarap alam agar kembali seperti sedia kala layak disebut pahlawan. ‘Pahlawan’, satu kata berjuta makna. Pahlawan dianggap sebagai golongan manusia yang mampu memperjuangkan Tanah Air demi kemerdekaan.
Namun, saya percaya bahwa pahlawan masa kini tak lagi mengangkat senjata. Pahlawan sesungguhnya ialah sosok yang berjuang mempertahankan ‘kesehatan’ bumi.
Seperti pernyataan Silas Papare, pahlawan asal Tanah Papua, “Jangan sanjung aku, tetapi teruskanlah perjuanganku”. Jasa para pahlawan lingkungan hidup seringkali tidak diapresiasi. Terlebih bagi segelintir orang, mereka dianggap hanya bisa menghambat pembangunan bahkan disebut anti kemajuan. Padahal pahlawan lingkungan ini rela mengorbankan jiwa dan raga demi kelestarian alam.
Berikut beberapa nama pejuang lingkungan hidup yang sangat saya segani dan layak disebut pahlawan.
1. Mbah Sadiman, 25 Tahun Abdikan Diri Untuk Ekosistem Gunung Lawu
Pria yang usianya telah menginjak angka 69 tahun asal Wonogiri, Jawa Tengah ini layak disebut pahlawan lingkungan. Di masa mudanya, beliau memiliki idealisme tinggi untuk menyelamatkan ekosistem di hutan sekitar Gunung Lawu. Beliau mencoba menanami daerah yang gersang hingga rimbun seperti saat ini.
‘Orang gila’, ucapan yang sering dilontarkan orang di desanya kepada Mbah Sadiman. Namun beliau tidak gentar untuk tetap terus menanam dan ingin hutan kembali hijau. Hingga saat ini banyak manfaat yang dirasakan warga di desanya, seperti kemunculan mata air yang bisa menjadi sumber kehidupan.
2. Saptoyo dan Lia Putrinda, Kelola Ekowisata
Tahun 2018 silam, saya diberi kesempatan untuk belajar di CMC Tiga Warna, Malang. Sebuah kawasan wisata pantai penuh pesona yang menerapkan konsep ekowisata. Keindahan pantai di CMC Tiga Warna itu, tidak terlepas dari peran Saptoyo dan Lia Putrinda. Keduanya ialah ayah dan anak yang gemar menjaga lingkungan.
Lia pernah bercerita, bahwa ia dan ayahnya sempat ditahan pihak berwajib dengan tuduhan memasuki hutan lindung tanpa izin. Padahal sesungguhnya, mereka sedang berusaha menanam pohon di daerah yang gundul.
Berkat kerja keras dan keuletannya, kondisi alam di Sendang Biru, Kabupaten Malang kini kembali asri. Lia pernah mengatakan suatu hal yang sangat menggetarkan hati saya, “jika kita melakukan sesuatu untuk alam, maka alam akan memberi lebih”.
3. Sutari, Sang Penyelamat Penyu
Dulu, Pak Sutari adalah seorang nelayan yang gemar menangkap penyu untuk dikonsumsi daging dan telurnya. Namun saat ini, beliau menyadari kesalahannya di masa lalu. Justru saat ini, Pak Sutar telah beralih menyelamatkan hewan laut yang hampir punah tersebut.
Pak Sutar yang tergabung dalam Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas) Pilar Harapan, telah menangkarkan penyu, mulai dari merawat tukik (anak penyu) dan melepasliarkannya kembali ke alam.
Kebetulan saya pernah mengorek kisah perjuangan Pak Sutari secara langsung di Pantai Bajul Mati, Malang. Beliau mengungkapkan bahwa, dulu sering menghadapi hambatan berupa cibiran dari warga sekitar yang juga mengonsumsi penyu. Dan beliau berharap bahwa para pemuda seperti saya, bisa meneruskan ujung tonggak perjuangan menyelamatkan lingkungan.
Itulah sepenggal kisah perjuangan para pegiat lingkungan versiku yang hidup di masa kini. Begitu besar peran mereka dalam menyelamatkan bumi dan tidak bisa tergantikan oleh apapun, termasuk gelar sebagai pahlawan. Kita harus bangga dengan keberanian mereka dan tugas kita harus melanjutkan.
Tag
Baca Juga
-
Bekerja sebagai Quality Control, Harus Mengenal Training GMP dan HACCP
-
Bukan Hanya Soal Kedewasaan, 5 Alasan Sebaiknya Jangan Sering Update Status
-
Hidup Semakin Hemat, 5 Peralatan yang Wajib Dimiliki Anak Kos
-
Sebelum Kuliah, Ketahui 4 Jenis Tugas yang Biasa Dikerjakan Mahasiswa
-
5 Buku yang Wajib Kamu Baca Ketika Memasuki Fase Quarter Life Crisis
Artikel Terkait
-
Etika Menjaga Kelestarian Destinasi Alam
-
Menikmati Liburan Tenang dan Berkelanjutan: Ini 4 Rekomendasi Akomodasi Ramah Lingkungan di Lombok
-
Tren Fesyen Ramah Lingkungan, Yuk Perpanjang Umur Pakaianmu!
-
Kampanyekan Gapapa Pakai Bekas, Bersaling Silang Ramaikan Pasar Wiguna
-
Warga Bisa Cek Udara Jakarta, Pemprov Sediakan Data Real-Time dari 31 Stasiun Pemantau
Kolom
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
-
Regenerasi Terhambat: Dinasti Politik di Balik Layar Demokrasi
-
Tren Childfree di Indonesia Melonjak, Sejauh Mana Negara Hadir?
-
Trend Lagu Viral, Bagaimana Gen Z Memengaruhi Industri Musik Kian Populer?
-
Usai Kemenangan Telak di Pilpres AS, Apa yang Diharapkan Pendukung Donald Trump?
Terkini
-
Makna Perjuangan yang Tak Kenal Lelah di Lagu Baru Jin BTS 'Running Wild', Sudah Dengarkan?
-
Ulasan Buku 'Seni Berbicara Kepada Siapa Saja, Kapan Saja, di Mana Saja', Bagikan Tips Jago Berkomunikasi
-
Puncak FFI 2024: Jatuh Cinta Seperti di Film-Film Sapu Bersih 7 Piala Citra
-
Ditanya soal Peluang Bela Timnas Indonesia, Ini Kata Miliano Jonathans
-
3 Rekomendasi Oil Serum Lokal Ampuh Meredakan Jerawat, Tertarik Mencoba?