Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | ALIMMUL FATTAH
Tari Topeng Endel (ANTARA foto)

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki banyak suku, mulai dari jawa, bali, sunda, Dayak, dan lain-lain. Tentunya masing-masing suku memiliki budaya dan kesenian yang berbeda-beda. Kesenian daerah bisa digolongkan dari beberapa jenis, seperti tarian, alat musik  pakaian dan lain sebagainya. Namun, tak sedikit pula kesenian yang kurang mendapat perhatian, baik dari pemerintah maupun dari masyarakatnya sendiri. Salah satunya Tari Topeng Endel dari Tegal, Jawa Tengah.

Wikipedia dan berbagai macam sumber melansir, Tari Topeng Endel adalah tarian khas Tegal yang menggambarkan seorang Wanita genit atau dalam Bahasa Tegalnya, “lenjeh.” Tari Topeng Endel hanya dapat dibawakan oleh penari Wanita dengan menggunakan topeng yang berwujud wanita cantik, berwajah putih, dan murah senyum. Tari topeng endel biasanya diiringi oleh gending lancaran ombak banyu laras slendro mayuro.

Tidak ada yang tahu pasti siapa sebenarnya pencipta atau penemu Tari Topeng Endel ini. Namun, menurut salah satu pelaku seni tari ini, Wahyu Ranggati mengatakan bahwa ada warga Tegal yang mewarisinya pada tahun 1950, Darem. Kemudian diwariskan lagi kepada anaknya, Warmi.

Sampai saat ini, Tari Topeng Endel masih dapat ditemukan di desa Slarang Lor, kecamatan Dukuhwaru, kabupaten Tegal. Namun, perkembangannya sangat lambat, disebabkan oleh semakin sedikitnya penggemar terutama pada generasi muda sebagai genarasi penerus. Selain itu, berkurangnya para pakar seni tari ini dikarenakan sudah tua atau karena meninggal.

Tari Topeng Endel ini cukup terkenal, baik di lingkungan masyarakat kabupaten Tegal maupun daerah lainnya. Bahkan pada tahun 2010, Tari Topeng Endel pernah mendapatkan Rekor Muri dengan peserta pertunjukan tari sebanyak 1700 penari, saat ulang tahun Kabupaten Tegal yang ke- 470 di lapangan pemkab Tegal.

Namun, bukan hanya kurangnya minat dari generasi muda saja yang mengahambat perkembangan kelestarian Tari Topeng Endel ini. Faktor lain, seperti kurangnya dana, banyak peralatan yang sudah dibeli kolektor atau bahkan rusak, kurangnya para pengrajin topeng, dan munculnya jenis hiburan baru yang lebih menarik perhatian masyarakat turut andil akan memudarnya keberlangsungan hidup Tari Topeng Endel.

Sebenarnya, tidak hanya generasi muda, tetapi seluruh masyarakat bertanggung jawab akan mundurnya eksistensi Tari Topeng Endel ataupun budaya lokal lain. Fenomena ditinggalkannya budaya lokal tentu saja disebabkan pula oleh arus globalisasi yang semakin berkembang dan masyarakat yang terlalu larut akan kehidupan modern.

Jika terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan Tari Topeng Endel ataupun kesenian tradisional lainnya akan hilang dan punah. Sebagai generasi muda khususnya maupun masyarakat pada umumnya, tentu kita harus melestarikan berbagai macam budaya dan kesenian yang ada. Sebab, menjaga kelestarian budaya termasuk cerminan dari nilai Pancasila sila ke-3, yaitu persatuan Indonesia. Ada baiknya kita tanamkan rasa cinta terhadap tanah air kita, sehingga anak cucu kita nanti tetap dapat mengenal dan belajar kesenian tradisional daerah.

ALIMMUL FATTAH