Perjanjian Giyanti merupakan peristiwa yang menandai kejadian pecahnya Kerajaan Mataram Islam. Awal dari pecahnya Kerjaaan Mataram Islam adalah pertikaian antar keluarga, sebab dari pertikaian itu adalah politik adu domba VOC, pertikaian antar keluarga tersebut melibatkan Susuhunan Pakubuwana II, Pangeran Mangkubumi, serta Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa.
Menurut silsilahnya, Pakubuwana II (raja pendiri Kasunanan Surakarta) dan Pangeran Mangkubumi adalah kakak beradik yang merupakan keturunan dari Amangkurat IV. Sedangkan Raden Mas Said alias Pangeran Sambernyawa merupakan salah satu cucu dari Amangkurat IV, lebih tepatnya Raden Mas Said adalah keponakan dari Pakubuwana II dan Pangeran Mangkubumi.
Raden Mas Said meminta haknya sebagai penerus takhta Mataram yang diduduki oleh Pakubuwana II. Alasannya, ayah dari Raden Mas Said yaitu pangeran Arya Mangkunegara adalah putra sulung dari Amangkurat IV. Oleh karena itu, Raden Mas Said berpendapat Arya Mankunegara yang seharusnya menjadi Raja Mataram meneruskan Amangkurat IV.
Tetapi karena Arya Mangkunegara sering menentang VOC, akhirnya Arya Mangkunegara diasingkan ke Srilangka hingga meninggal dunia. Kemudian VOC mengangkat putra Amangkurat IV lainnya yaitu Pangeran Prabusuyasa sebagai Raja Mataram selanjutnya dan bergelar Pakubuwana II.
Karena Pangeran Mangkubumi juga mempunyai tujuan yang sama denga Raden Mas Said, maka Raden Mas Said bekerjasama dengan Pangeran Mangkubumi untuk merebut takhta Kerajaan Mataram Islam dari Pakubuwana II yang dibantu oleh VOC.
Tanggal 20 Desember 1749 Pakubuwana II wafat, dengan adanya kekosongan pemerintahan ini maka dimanfaatkan oleh Pangeran Mangkubumi untuk mengangkat dirinya sebaga Raja dari Kerajaan Mataram Islam selanjutnya. Tetapi VOC tidak mengakui hal tersebut karena sebelum wafat Pakubuwana II memberikan kewenangan VOC untuk mengangkat raja yang baru sebagai penerus Pakubuwana II.
Akhirnya VOC mengangkat putra dari Pakubuwana II yaitu Raden Mas Soerjadi sebagai raja dari Kerajaan Mataram Islam dengan gelar Pakubuwana III. Situasi menjadi semakin memanas. Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said melancarkan serangan pada VOC dan Pakubuwana III.
VOC dengan siasatnya pada tanggal 22-23 September 1754, mengadakan perundingan dengan mengundang Pakubuwana III dan Pangeran Mangkubumi untuk membahas pembagian wilayah Kerajaan Mataram Islam. Sebelum kejadian perundingan tersebut pihak VOC sudah mengirimkan utusan khusus untuk bertemu dengan Raden Mas Said, strategi politik adu domba VOC membuahkan hasil, Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said berselisih.
Pada tanggal 13 Februari 1755, perundingan berhasil menemui kesepakatan, dengan ditandatanganinya Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram Islam menjadi dua bagian, yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Setelah itu Pangeran Mangkubumi mendeklarasikan sebagai raja di Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sri Sultan Hamengkubuwana I, dengan begitu Kerajaan Mataram Islam telah berakhir.
9 isi perjanjian giyanti adalah sebagai berikut:
1. Pangeran Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengkubuwono dengan separuh kekuasaan Kerajaan Mataram. Hak kekuasaan itu diberikan atau diwariskan secara turun-temurun.
2. Rakyat kesultanan harus bekerja sama dengan rakyat yang berada di bawah kekuasaan VOC.
3. Para Bupati atau pejabat eksekutif (Gubernur) harus bersumpah setia pada VOC.
4. Pengangkatan Bupati atau pejabat eksekutif harus mendapat persetujuan VOC.
5. Sultan harus mengampuni Bupati atau pejabat eksekutif yang memihak VOC dalam peperangan.
6. Sultan tidak akan menuntut hak Pulau Madura atau daerah pesisir lain yang telah diberikan Pakubuwono II kepada VOC. Sebagai gantinya VOC akan memberi uang ganti rugi sebesar 10.000 real setiap tahunnya.
7. Sultan Hamengkubuwono akan memberi bantuan jika Sri Susuhunan Pakubuwono III membutuhkan.
8. Sultan akan menjual bahan makanan dengan harga yang ditentukan VOC.
9. Sultan berjanji menepati segala macam perjanjian yang pernah dibuat antara penguasa Mataram terdahulu dengan VOC.
Monumen perjanjian giyanti
Sebagai wujud nyata dimana telah berlangsungnya kesepakatan Perjanjian Giyanti ini maka dibangun Monumen Perjanjian Giyanti di Karanganyar, Jawa Tengah, situs ini berupa batu prasasti dan terdapat pohon beringin.
Baca Juga
-
Program Makan Bergizi Gratis: Berkah atau Beban? Menanti Hasil dan Manfaat di Tengah Anggaran Fantastis
-
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Gelar Seminar Pencegahan Stunting
-
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan Gamping Berpartisipasi di MJE 2023
-
RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Gelar Peringatan World Prematurity Day 2023
-
Ini 7 Tips Membersihkan Sistem Komputer agar Mendapatkan Performa Optimal
Artikel Terkait
-
Sejarah Hari Ini: Fidel Castro Tiba di Havana Setelah Rezim Batista Jatuh
-
Sejarah Hari Valentine, Mengapa Diperingati Setiap 14 Februari?
-
Ulasan Buku Eksistensi Candi: Tiap Arsitektur Memiliki Karakteristik Berbeda
-
Rumah Atsiri Karanganyar, Wisata hingga Belajar Sejarah Minyak Wangi
-
Mengenal Sejarah Imlek, Kenapa Identik dengan Warna Merah?
Kolom
-
Mind Games dalam Dunia Konsumtif: Kenapa Kita Gampang 'Tertipu' Promosi?
-
Fenomena Fatherless: Krisis yang Mengintai Anak-Anak Indonesia, Dimulai dari Gerbang Sekolah
-
FOMO Tren Olahraga Gen Z: Sehat Beneran atau Sekadar Gaya di Media Sosial?
-
Swipe, Checkout, Nyesel: Budaya Konsumtif dan Minimnya Literasi Keuangan
-
Pacu Jalur Viral, Warisan Budaya Kita Terancam Dicuri?
Terkini
-
Yogyakarta Gamelan Festival Ke-30: Festival Musik, Seni dan Anak Muda, dengan Spirit Gamelan
-
Review Film Brick: Dinding Misterius yang Menutupi Akses Hidup Manusia
-
The Old Woman with the Knife, Film Laga Solid dengan Karakter yang Impresif
-
Setelah Jepang, Novel Hujan Karya Tere Liye Hadir Versi Bahasa Inggris!
-
4 Spot Foto Bunga-Bunga Cantik di Batu yang Instagramable dan Bikin Betah!