Tentu, terkadang mengkritik individu atau suatu instansi merupakan sebuah tantangan sendiri. Tidak semua pihak akan merespons kritik yang kita sampaikan dengan baik, dan potensi ketersinggungan sangat tinggi. Hal tersebut juga ditambah dengan kehadiran berbagai hukum yang dapat mempolisikan seseorang ketika kritik tersebut menjadi sebuah pencemaran nama baik. Terlebih jika pihak yang dikritik memiliki kuasa untuk menggunakan hukum untuk melindungi kredibilitas mereka, seperti para selebriti dan pihak pemerintahan.
Sesungguhnya, kritik merupakan hal yang positif. Namun, tidak semua pihak dapat menerima nilai-nilai positif terhadap kritik yang dilayangkan. Mereka khawatir akan image buruk yang dibangun ketika kritik dilayangkan dan cenderung menyuarakan hal-hal negatif seperti kekurangan yang dilakukan seperti saat suatu instansi atau pihak berwewenang gagal untuk menjalankan tugasnya.
Kritik dan satir telah berjalan saling berdampingan sepanjang sejarah. Satir menjadi sebuah wadah penyampaian kritik yang dibalut dengan humor dan sindiran implisit sehingga menjadi sebuah penyampaian elegan mengenai kritik terhadap pihak tertentu. Satir juga menjadi pilihan primadona bagi melayangkan suatu kritik karena dinilai lebih aman dan tidak secara tersurat menyampaikan sebuah penilaian negatif, sehingga potensi untuk mendapatkan konsekuensi hukum lebih kecil. Selain itu, kritik dalam bentuk satir memiliki kekuatan humor yang sensasional, sehingga bisa mencakup audiens yang banyak dan menjadi sebuah penilaian bersama mengenai kekurangan kinerja suatu pihak atau instansi tertentu.
Satir sebagai fenomena historis
Satir merupakan unsur yang sarat ditemukan di berbagai karya sastra sepanjang sejarah. Secara historis, sindiran dalam bentuk satir dilayangkan dalam cerita-cerita dan karya sastra yang menyinggung suatu pihak tertentu yang digambarkan secara puitis dan simbolis sehingga tidak secara eksplisit "menyerang" pihak yang dituju.
Selain sosok individu atau kelompok, satir juga menyindir nilai-nilai atau perilaku yang negatif di masyarakat. Sejak dari zaman Yunani Kuno, penulis seperti Horatius menulis karya-karya sastra yang mengkritik kemerosotan moral masyarakat dan watak-watak buruk yang menjadi sebuah kebiasaan.
Gaya kepenulisan sastra yang dikembangkan Horatius menjadi sebuah inspirasi bagi penulis modern dan kontemporer seperti George Orwell. Tema kritik politik Orwell menjadi karakteristik utama dalam sastra realisme kontemporer yang mengkritik politik dan pemerintahan modern yang otoriter dan menindas. Orwell sangat piawai dalam menggambarkan pemerintahan otoriter dalam simbolisme tokoh-tokoh seperti binatang ternak dan negara-negara fiktif sebagai simbol sosok pemerintahan yang menindas.
Antara humor dan esensi kritik
Satir merupakan kombinasi dari humor dan kritik yang sempurna. Sehingga, satir menjadi unsur sastra dan media yang populer bahkan hingga zaman modern dan kontemporer. Wajah satir berubah seiring dengan berjalannya waktu, namun nilai humor dan esensi kritik terhadap isu sosial dan pihak-pihak tertentu tetap selalu ada. Satir memiliki kekuatan kritik yang memadai, tetapi tetap dibalut secara elegan melalui humor yang menghibur.
Bentuk-bentuk penyampaian satir di era kontemporer
Era kontemporer yang kita tinggali sekarang membawa perubahan dalam media dan komunikasi. Media sosial menjadi perantara komunikasi yang masif, dan satir tidak mau ketinggalan dalam mengambil posisi di dalamnya. Wajah satir di era kontemporer memiliki wujud dalam bentuk meme atau media lelucon yang diproduksi secara berulang-ulang dengan konsep dasar yang sama yang dibuat oleh berbagai pihak.
Banyak meme yang bermunculan dan bernilai satir. Meme tersebut memuat nilai-nilai sindiran yang dibalut dalam humor. Meme menjadi media nuansa satir yang relevan di zaman ini karena media sosial membuat keterlibatan banyak orang dalam memproduksi suatu fenomena sosial dan meme memberikan wadah untuk berkreasi banyak orang untuk melayangkan kritik atas isu yang dirasakan bersama.
Satir terbukti telah menjadi sebuah wadah kritik yang diminati oleh masyarakat sepanjang sejarah. Perkembangan pola komunikasi masyarakat yang semakin masif berkat media sosial membuka peluang baru untuk unsur satir berkembang dan kian relevan.
Referensi
- Mireia Aragay i Sastre. 1990. Satire Betrayed: A Look at Orwell’s “Nineteen Eighty-Four”
- Ni Nyoman Ayu Suciartini. 2020. Satire in Social Media Meme
- Sharma, Raja . 2011. "Comedy" in New Light-Literary Studies.
Baca Juga
-
Mengenal Orang Tua Alyssa Daguise: Calon Besan Ahmad Dhani Ternyata Bukan Sosok Sembarangan
-
Profil Hestia Faruk: Tante Thariq yang Dahulu Sempat Dikenalkan ke Fuji
-
Menentukan Monster Sesungguhnya dalam Serial Kingdom: Manusia atau Zombie?
-
5 Langkah Awal Memulai Karier sebagai Desainer Grafis, Mulailah dari Freelance!
-
Menekuni Kegiatan Content Creating: Berangkat dari Hobi Menuju Karier
Artikel Terkait
-
4 Rekomendasi Film Komedi Korea yang Wajib Ditonton, Dijamin Ngakak!
-
Bukan KH Ahmad Dahlan, Ini Sosok Kiai Pemberi Nama Muhammadiyah
-
Misteri Setir Kanan pada Mobil, Warisan Sejarah yang Masih Bertahan di Indonesia
-
Sejarah Hari Guru Nasional, Kenapa Diperingati Setiap 25 November?
-
Sejarah Stadion GBK: Awalnya Bukan Senayan yang Dipilih Soekarno
Kolom
-
Viral Lomba Mirip Nicholas Saputra, Kok Bisa Kita Kembar dengan Orang Lain?
-
Mapel Coding dan AI untuk SD, Kebijakan FOMO atau Kebutuhan Pendidikan?
-
Miris! Ribuan Anggota TNI-Polri Terseret Judi Online, Sinyal Pembenahan?
-
Lapor Mas Wapres ala Gibran: Kebijakan Strategis atau Populis?
-
Tantangan Ujian Nasional Berbasis Komputer: Ketimpangan Akses, Perspektif Guru, dan Alternatif Penilaian yang Adil
Terkini
-
Ulasan Buku Untuk Kamu yang Terlalu Banyak Berpikir Karya Aera Rein
-
I Hate Love Me: Buku yang Memberimu Pelukan Virtual saat Sedang Insecure
-
Anime Welcome to Demon School Iruma-kun Dikonfirmasi Lanjut ke Season 4
-
Ulasan Novel Luka Cita: Menemukan Harapan di Balik Kegagalan
-
Menepi Saat Skuad Garuda Jamu Arab Saudi, Kevin Diks Tulis Pesan Menyentuh