Karya sastra memiliki fungsi sebagai sarana hiburan dan penyampaian pesan moral. Horace menyebut dua fungsi ini sebagai dulce et etile, yang berarti tidak hanya mengandung keindahan, karya sastra juga harus memberikan manfaat. Wellek dan Warren memaparkan hal serupa, bahwa sastra berfungsi menghibur sekaligus mengajarkan sesuatu kepada penikmatnya. Belumlah lengkap sebuah karya sastra apabila hanya memberikan hiburan, tapi luput menyertakan nilai moral sebagai amanatnya.
Nilai moral yang menjadi amanat sebuah karya sastra, baik yang disampaikan secara implisit maupun secara eksplisit, bukan semata-mata sebagai penyempurna unsur intrinsik, melainkan juga dapat menjadi salah satu tolok ukur kualitas karya sastra, yakni sejauh mana karya tersebut mampu memberikan nilai pendidikan dan wawasan bagi para pembacanya.
Karya sastra haruslah menjadi jembatan antara manusia dan nilai-nilai kebaikan yang sepantasnya dianut. Nilai-nilai ini dapat berupa ajaran tentang baik dan buruk, etika, budaya, dan nilai-nilai luhur lainnya. Sastra juga dapat menjadi solusi dari masalah-masalah yang terjadi di masyarakat melalui kritik-kritik sosial yang terkandung di dalamnya. Sebuah karya sastra seyogyanya turut mengambil peran dalam mendidik masyarakat untuk menjadi manusia yang beradab dengan martabat yang tinggi.
Karya sastra yang baik selayaknya juga mampu membuat pembaca menelaah lebih jauh setiap peristiwa yang terjadi di dalam kehidupan manusia. Pembaca diajak untuk melihat gambaran kehidupan demi mendalami makna kejadian yang pernah dialami dan selangkah lebih maju dalam memahami peristiwa yang belum pernah dialami. Hal ini berperan dalam membantu pembaca menarik benang merah dari setiap peristiwa, serta membangun rasa simpati dan empati dalam kehidupan bermasyarakat.
Karenanya, jelas sudah bahwa seorang penulis tidaklah cukup hanya menyajikan keindahan, kesenangan dan imajinasi di dalam karya sastra yang diciptakannya. Penulis juga memiliki tanggung jawab untuk membuahkan tulisan-tulisan yang sarat akan amanat yang menuntun pada kebaikan dan moralitas. Sebab, sejatinya karya sastra merupakan sarana untuk mengasah kepekaan dan budi pekerti, sebagai salah satu perwujudan ungkapan bahwa sastra terlahir untuk memanusiakan manusia.
Baca Juga
-
Wajib Tahu! Ini 3 Alasan Pentingnya Riset bagi Penulis
-
Selamat! Go Ayano dan Yui Sakuma Umumkan Pernikahan Mereka
-
Selamat! Keita Machida Resmi Menikah dengan Aktris Korea-Jepang Hyunri
-
4 Manfaat Membuat Kerangka Karangan dalam Kegiatan Menulis
-
NiziU Nyanyikan Lagu Tema Film Animasi 'Doraemon: Nobita's Sky Utopia'
Artikel Terkait
-
Dikabarkan Ada Peluang Masuk ke Kabinet Jokowi, Ini Profil dan Biodata Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto
-
Isu Reshuffle Kabinet Indonesia Maju Rabu Pon Besok, PAN Disebut Dapat Kursi, Nama Bima Arya Masuk?
-
Kapan Sastra Kembali Hadir di Yoursay?
-
Tidak Masuk Rekomendasi Kabinet Jokowi, Bima Arya: Saya Masih Punya Tanggung Jawab di Bogor
Kolom
-
Gubernur Jawa Barat Hapus PR: Solusi Pendidikan atau Tantangan Baru?
-
Bukan Sekadar Hiburan: Membaca Novel Bisa Asah Daya Ingat dan Sehatkan Otak
-
Pertambangan Nikel di Raja Ampat: Kronologi dan Bayangan Jangka Panjang
-
Daster Bukan Simbol Kemalasan: Membaca Ulang Makna Pakaian Perempuan
-
Ekosistem Raja Ampat Rusak Demi Nikel, Masihkah Perlu Transisi Energi?
Terkini
-
Resmi Lolos ke Round 4, Indonesia akan Rotasi Pemain saat Lawan Jepang?
-
Ulasan Cerpen Teh dan Pengkhianat:Ketika Pejuang Diperalat Menindas Sesama
-
Yuk, Sambut Komedi-Aksi Film Agen +62!
-
Ulasan Film Sampai Jumpa, Selamat Tinggal: Drama Korea Rasa Indonesia
-
Karir Tak Jelas, Marselino Ferdinan akan Dipinjamkan oleh Oxford United?