Tahun ini adalah kali pertama saya merasakan kuliah luring, pergi ke kampus, datang ke kelas, bertemu dosen dan teman-teman di program studi Sastra Indonesia UIN Sunan Ampel Surabaya. Suatu hal yang baru bagi saya setelah satu tahun setengah menjalani perkuliahan dari layar gawai.
Suasana yang saya rasakan saat hari pertama masuk tentu sangat berbeda saat masih kuliah daring, namanya tinggal di kota besar seperti Surabaya, sudah pasti banyak hal-hal baru yang saya temui. Perlahan tapi pasti saya mulai beradaptasi dengan lingkungan disini.
Satu hal yang amat terasa adalah keberagaman, katakanlah keberagaman bahasa dalam kelas saya. Kurang lebih 30 mahasiswa membawa bahasa mereka masing-masing.
Uniknya lagi, meskipun ada beberapa yang berasal dari satu daerah, masih ditemukan perbedaan dalam bahasa yang mereka gunakan. 95 persen dari total siswa berasal dari Suku Jawa, sedangkan yang lain berasal dari Madura dan Sunda.
Dari Suku Jawa itu sendiri kami sudah menemukan banyak keberagaman, Bahasa Jawa yang digunakan oleh orang Surabaya dan Sidoarjo berbeda dengan Bahasa orang Gresik, berbeda lagi dengan orang Lamongan, Bojonegoro, dan Nganjuk.
Salah satu teman saya berasal dari Bondowoso, tapi dalam kesehariannya dia menggunakan Bahasa Madura, orang-orang mengatakan Madura swasta, yakni orang Madura yang tinggal di luar Pulau Madura.
Karena sebagian besar dari kami adalah orang Jawa, maka teman-teman dari Madura dan Sunda menggunakan Bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan kami.
Mereka pun cenderung menjadi lebih pendiam di dalam kelas, terutama saat teman-teman yang lain menggunakan Bahasa Jawa. Dalam penggunaan Bahasa Jawa sendiri, kami yang orang Jawa juga terkadang masih menemukan perbedaan kosakata yang kami pakai.
Keberagaman tersebut semakin terlihat saat kami mendapat mata kuliah Linguistik Historis Komparatif yang mencari tahu dan membandingkan bahasa satu daerah dengan daerah yang lain. Dari sinilah kami mulai menyadari bahwa dalam kelas yang hanya berjumlah 30 orang mahasiswa ini memiliki keberagaman yang luar biasa dalam segi bahasa.
Tidak heran kalau Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah bahasa terbanyak, yakni 718 bahasa. Suatu keberagaman yang unik yang perlu kita jaga agar tidak luntur seiring berjalannya waktu.
Bagi saya, keberagaman bukan sesuatu yang harus diperdebatkan mana yang benar dan mana yang salah atau siapa yang lebih baik dari siapa. Justru dengan adanya keberagaman, kita bisa menemukan banyak hal baru sekaligus pelajaran.
Baca Juga
-
Davide Tardozzi Ternyata Pengagum Berat Marc Marquez: Dia Pembalap Hebat
-
Motor M1 Masih Bermasalah, Yamaha Minta Maaf ke Alex Rins
-
Berjaya sebagai Pembalap, Berapa Total Kekayaan Marc Marquez?
-
Satu Tahun di Ducati, Marc Marquez Puji Kepemimpinan Gigi Dall'Igna
-
Debut di MotoGP, Begini Reaksi Somkiat Chantra saat Jajal Motornya
Artikel Terkait
-
Tangan Kanan Bongkar Shin Tae-yong Punya Kendala di Timnas Indonesia: Ada yang Ngomong...
-
4 Rekomendasi Jurusan Kuliah untuk Kamu yang Punya IQ Tinggi, Mau Coba?
-
5 Fakta Kuliah di Luar Negeri, Memang Iya Lebih Sulit dan Mahal?
-
5 Daftar Student Exchange Buat Tahun 2025: Syarat, Benefit dan Deadline
-
Rayakan Ultah Chava di Sekolah, Rachel Vennya dan Okin Tahan Tawa saat Diminta Beri Ucapan Pakai Bahasa Inggris
Kolom
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Terkini
-
Review Film The Twisters 2024: Perburuan Badai yang Mendebarkan
-
Apesnya Vietnam, Pemusatan Latihan di Korea Terancam Kacau Gegara Hal Ini
-
Ulasan Novel Merasa Pintar, Bodoh Saja Tak Punya Karya Rusdi Matahari
-
Davide Tardozzi Ternyata Pengagum Berat Marc Marquez: Dia Pembalap Hebat
-
Ulasan Buku Patah Paling Ikhlas, Kumpulan Quotes Menenangkan Saat Galau