Sebelum saya bergelut menjadi mahasiswa, saya tak tahu banyak soal keberagaman, termasuk keberagaman budaya dan ciri khas pada masing-masing daerah. Mengingat waktu tinggal di kampung halaman masih satu rumpun budaya, tepatnya di Desa Todang-Todang, Kecamatan Limboro, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Sulbar).
Di kampung saya tinggal di daerah pegunungan, susah dapatkan akses internet, infrastruktur jalan yang belum baik, bahkan aliran listrik pun baru beberapa tahun saja sampai di tempat saya.
Sebelum saya kuliah, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk menetap di kampung halaman membantu orang tua bekerja, bahkan mayoritas masyarakat di kampung saya juga seperti itu.
Kondisinya langsung berubah saat saya masuk kuliah di kampus Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) di Kabupaten Majene, termasuk mengubah kebiasaan saat masih di kampung.
Selama menjadi mahasiswa saya banyak berkawan dari berbagai daerah, ada yang dari Mamuju, Mamuju Tengah, Pasangkayu, Enrekang, Toraja, Mamasa, Palopo, bahkan di luar Sulawesi pun juga ada.
Di situ saya melihat banyak keberagaman, bukan hanya keberagaman agama dan bahasa, keberagaman tutur kata dan nada suara pun saya temukan.
Logat bahasa masing-masing memiliki ciri khasnya, serta lafal pengucapan kata pun terlihat menandakan bahwa ia berasal dari daerah tertentu.
Saya juga mulai melihat bahwa karakter orang yang tinggal di pegunungan dan yang tinggal dekat dengan pinggir laut ternyata berbeda.
Biasanya kalau orang yang tinggal di pegunungan cara berbicaranya kadang keras, sementara orang tinggal di pinggir laut dengan nada pelan dan tidak keras. Semua itu tentu dipengaruhi kondisi geografis dan budaya masing-masing.
Saya kadang berpikir bahwa orang yang tinggal di pegunungan kenapa mesti keras-keras suaranya karena jarak rumah di kampung berjauhan, sehingga kondisi itu membuat warga kampung bisa saling memanggil walau hanya di rumah saja.
Selain itu, kebiasaan di kampung untuk berburu babi hutan mesti teriak dengan keras, alhasil kebiasaan seperti itu menjadi kebiasaan. Tetapi lagi-lagi setiap daerah memang punya ciri khas masing-masing yang berbeda dengan daerah lain.
Namun, dalam keberagaman dan perbedaan itu bukanlah pembatas bagi kami untuk berteman, bahkan pertemanan kami pun seakan melebihi saudara.
Beragamnya budaya yang saya temukan membuat saya terus belajar bahwa pentingnya menghargai perbedaan dan memang itulah salah satu kekayaan bangsa Indonesia. Keberagaman dalam bingkai persatuan dan persaudaraan mesti dijaga hingga akhir hayat.
Baca Juga
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Ketupat Lebaran: Ikon Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu
-
Dari Ruang Kelas ke Panggung Politik: Peran Taman Siswa dalam Membentuk Identitas Bangsa
-
Menelisik Sosok Ki Hajar Dewantara, Pendidikan sebagai Senjata Perlawanan
Artikel Terkait
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Viral Polisi Suruh Pendemo Tolak UU TNI Cap Jari dan Foto, Publik Murka: Mereka Penjahat?
-
Demo Tolak UU TNI, Mahasiswi Ini Skakmat Annisa Mahesa: Diskusi Baik-baik Mau Didengar?
-
Siap-siap Dilema? Ini 4 Karakter Cowok Populer di Drama Korea 'Crushology 101'
-
Pendaftaran UTBK Ditutup, Peserta Diminta Cek Kembali Lokasi Ujian dan Syarat Pembayaran
Kolom
-
Antara Doa dan Pintu yang Tertutup: Memahami Sajak Joko Pinurbo
-
Indonesia Krisis Inovasi: Mengapa Riset Selalu Jadi Korban?
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?
-
Lebaran di Tengah Gempuran Konsumerisme, ke Mana Esensi Kemenangan Sejati?
-
Jalan Terjal Politik Ki Hajar Dewantara: Radikal Tanpa Meninggalkan Akal
Terkini
-
Bertema Okultisme, 3 Karakter Pemeran Utama Film Holy Night: Demon Hunters
-
Ada Annabelle, 5 Film Hits Ini Ternyata Diproduksi dengan Budget Rendah
-
Review Komang: Menelusuri Cinta Raim dan Komang yang Bikin Baper
-
Review Anime Mob Psycho 100 Season 2, Kekuatan Esper Bukanlah Segalanya
-
Ulasan Buku Terapi Luka Batin: Menemukan Kembali Diri Kita yang Belum Utuh