Memotret Keberagaman Orang Pegunungan dan Orang Pinggir Laut

Hayuning Ratri Hapsari | Budi Prathama
Memotret Keberagaman Orang Pegunungan dan Orang Pinggir Laut
Foto teman mahasiswa dari berbagai daerah. (Dok.pribadi/@budiprathama)

Sebelum saya bergelut menjadi mahasiswa, saya tak tahu banyak soal keberagaman, termasuk keberagaman budaya dan ciri khas pada masing-masing daerah. Mengingat waktu tinggal di kampung halaman masih satu rumpun budaya, tepatnya di Desa Todang-Todang, Kecamatan Limboro, Kabupaten Polewali Mandar, Sulawesi Barat (Sulbar).

Di kampung saya tinggal di daerah pegunungan, susah dapatkan akses internet, infrastruktur jalan yang belum baik, bahkan aliran listrik pun baru beberapa tahun saja sampai di tempat saya.

Sebelum saya kuliah, saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk menetap di kampung halaman membantu orang tua bekerja, bahkan mayoritas masyarakat di kampung saya juga seperti itu.

Kondisinya langsung berubah saat saya masuk kuliah di kampus Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar) di Kabupaten Majene, termasuk mengubah kebiasaan saat masih di kampung.

Selama menjadi mahasiswa saya banyak berkawan dari berbagai daerah, ada yang dari Mamuju, Mamuju Tengah, Pasangkayu, Enrekang, Toraja, Mamasa, Palopo, bahkan di luar Sulawesi pun juga ada.

Di situ saya melihat banyak keberagaman, bukan hanya keberagaman agama dan bahasa,  keberagaman tutur kata dan nada suara pun saya temukan.

Logat bahasa masing-masing memiliki ciri khasnya, serta lafal pengucapan kata pun terlihat menandakan bahwa ia berasal dari daerah tertentu.

Saya juga mulai melihat bahwa karakter orang yang tinggal di pegunungan dan yang tinggal dekat dengan pinggir laut ternyata berbeda.

Biasanya kalau orang yang tinggal di pegunungan cara berbicaranya kadang keras, sementara orang tinggal di pinggir laut dengan nada pelan dan tidak keras. Semua itu tentu dipengaruhi kondisi geografis dan budaya masing-masing.

Saya kadang berpikir bahwa orang yang tinggal di pegunungan kenapa mesti keras-keras suaranya karena jarak rumah di kampung berjauhan, sehingga kondisi itu membuat warga kampung bisa saling memanggil walau hanya di rumah saja.

Selain itu, kebiasaan di kampung untuk berburu babi hutan mesti teriak dengan keras, alhasil kebiasaan seperti itu menjadi kebiasaan. Tetapi lagi-lagi setiap daerah memang punya ciri khas masing-masing yang berbeda dengan daerah lain.

Namun, dalam keberagaman dan perbedaan itu bukanlah pembatas bagi kami untuk berteman, bahkan pertemanan kami pun seakan melebihi saudara.

Beragamnya budaya yang saya temukan membuat saya terus belajar bahwa pentingnya menghargai perbedaan dan memang itulah salah satu kekayaan bangsa Indonesia. Keberagaman dalam bingkai persatuan dan persaudaraan mesti dijaga hingga akhir hayat. 

Tulisan ini merupakan kiriman dari member Yoursay. Isi dan foto artikel ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab pengirim.

Tampilkan lebih banyak