Scroll untuk membaca artikel
Candra Kartiko | Dwi Handriyani
ilustrasi bahagia. (Pexels/Anna Shvets)

Dua hari lalu menjelang "Hari Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS)" yang diperingati setiap tanggal 10 Oktober setiap tahunnya, publik dikejutkan dengan pemberitaan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) bernisial TSR (18) yang tewas terjatuh dari lantai 11 salah satu hotel di wilayah setempat murni karena bunuh diri. Mengutip dari media jogja.suara.com (9 Oktober 2022), Kapolsek Bulaksumur Kompol Sumanto saat dikonfirmasi di Yogyakarta, Minggu, mengatakan kesimpulan tersebut setelah memeriksa sejumlah saksi dan hasil temuan polisi di tempat kejadian perkara (TKP).

"Bunuh diri, memang ada surat gangguan psikologis korban," kata Sumanto. Saat memeriksa di lokasi kejadian, Sumanto mengatakan polisi mendapatkan surat terkait hasil pemeriksaan psikologi TSR dari Rumah Sakit JIH Sleman di dalam tas milik korban. Hati siapa yang tidak teriris membaca berita yang sedang ramai diperbincangan di jagat dunia online

Menilik pemberitaan tersebut, menurut dr. Andreas Kurniawan, Sp.KJ bahwa data organisasi kesehatan dunia (WHO) tahun 2018 menunjukkan setiap 40 detik terdapat seseorang yang meninggal karena bunuh diri, pada webinar peringatan HKJS yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan pada tanggal 7 Oktober 2022. "WHO juga merilis data bunuh diri banyak terjadi pada usia 15 - 29 tahun sebesar 18% sebagai penyebab kematian kedua terbanyak di dunia. Setelah, peringkat 1 disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas 41% dan pembunuhan sebesar 16%," ungkap psikiater muda ini.

Dari laman situs WHO juga menyebutkan adanya korelasi kuat antara bunuh diri dan gangguan mental (khususnya, depresi dan gangguan penggunaan alkohol), serta peristiwa bunuh diri yang terjadi secara impulsif di saat-saat krisis. Faktor risiko lainnya antara pengalaman kehilangan, kesepian, diskriminasi, putusnya hubungan, masalah keuangan, rasa sakit dan penyakit kronis, kekerasan, pelecehan, dan konflik atau keadaan darurat kemanusiaan lainnya. Termasuk faktor risiko terkuat untuk bunuh diri adalah upaya bunuh diri sebelumnya.

Memprihatinkan bukan? Bunuh diri justru banyak terjadi di usia muda para generasi penerus bangsa. Dimana di usia produktif ini banyak pula para pemuda-pemudi yang ingin menghasilkan begitu banyak karya dan prestasi.

Belum lagi, kerapkali mental yang terganggu juga disebabkan oleh diri kita tidak bisa menerima gunjingan/omongan pedas dari orang-orang yang menilai.  "Kita tidak bisa mengendalikan mulut orang lain. Kita menderita karena ekspektasi diri kita sendiri. Kita yang harus mengubah ekspetasi terhadap dia," pungkas Anastasia Satriyo, M.PSi, psikolog klinis yang juga menjadi pembicara pada webinar HKJS 2022 bertemakan "Hai Anak Muda, Yakinkah Kamu Sehat Mental?".

Dengan kata lain, kita tidak bisa mengubah orang lain. Tetapi, diri kita sendirilah yang musti berubah, menerima perubahan dari luar diri dan beradaptasi. Hal itu bisa dilakukan dengan self-care ungkap Anastasia.

Self-care adalah dengan melakukan hal-hal yang membahagiakan dan membuat tenang diri kita sendiri dulu. Apa saja sih yang menyangkut self-care ini?

Menurut psikolog yang enerjik ini, ada lima aspek yang dapat dilakukan dengan self-care ini. Pertama, spiritual self-care dengan mengingat dan menenangkan dengan hal-hal yang lebih besar dari diri kita seperti Tuhan, alam, kebajikan. Kedua, physical self-care dengan berolahraga, yoga.

Ketiga, professional self-care melalui pengembangan kemampuan sebagai pribadi dengan berbagai pelatihan. Keempat, personal self-care, agar lebih happy dengan diri sendiri dengan aroma therapy, aroma sabun/parfum, tekstur baju. Dan, terakhir adalah emotion self-care dengan membuat jurnal emosi, mengenali emosi-emosi apa saja yang kita rasakan.

Jadi, gimana nih? Sudah bahagiakah Anda hari ini? Yuks, tenangkan dirimu sendiri dulu dari ocehan orang-orang di luar sana.

Cooling down, karena kamu harus bahagia!

Dwi Handriyani