Jika kita perhatikan, di zaman kiwari ini, rentang jam belajar siswa di sekolah, semakin lama. Ada cukup banyak TK yang jam masuknya setengah tujuh dengan jam kepulangan setengah dua belas.
Demikian pula SD, SMP, dan SMP. Dengan jam masuk yang kurang lebih sama, jam kepulangan minimal setengah dua hingga jam setengah lima. Bahkan ada sejumlah SMA dan SMK yang jam kepulangannya pukul lima, nyaris magrib!
Sementara zaman saya bersekolah, dulu, durasi belajar di sekolah, tidak selama sekarang. Zaman TK, saya masuk jam setengah delapan. Pukul sembilan, kegiatan sudah kelar.
Pada zaman SD hingga SMA, kegiatan pembelajaran di sekolah, dimulai jam tujuh tepat. Berakhir pukul setengah dua siang.
Itu rasanya sudah amat lelah! Tak terbayangkan menjadi siswa zaman sekarang dengan jam belajar yang demikian lama!
Pertanyaan yang kemudian disoroti, sesuai judul tulisan ini, adalah: dengan jam belajar yang begitu lama dan padat, apakah siswa tidak dapat menyerap atau mencerna materi pembelajaran dengan optimal? Penandanya, mengapa jasa bimbingan belajar begitu marak bermunculan bak cendawan musim hujan, dengan pengikut berjibun-jibun?
Berdasarkan penelusuran pribadi dengan mencermati sejumlah bacaan dan realitas, setidaknya ada tiga penyebab fenomena tersebut.
Pertama, materi pembelajaran di sekolah formal di Indonesia adalah materi yang paling kompleks serta paling sulit dibandingkan negara lain, bahkan dibandingkan negara maju sekalipun.
Saya pernah punya siswa pindahan dari Jepang, Filipina, dan Australia. Di kelas empat, mereka masih belajar konsep dan praktik perkalian. Materi tersebut dipelajari satu tahun penuh.
Bandingkan dengan di Indonesia. Materi perkalian dan pembagian harus sudah dikuasai siswa kelas dua di awal semester dua, hanya dalam kurun satu atau dua bulan saja! Bulan berikutnya, sudah materi operasi hitung campuran nan rumit!
Kedua, karena materi pembelajaran yang demikian rapat serta tuntutan kurikulum yang menagih guru harus tuntas mengajarkannya, maka mayoritas pendidik di sekolah, berorientasi mengejar penyampaian materi.
Terpenting mengajar. Terpenting sudah menyampaikan. Perkara siswa paham atau tidak, itu lain soal!
Fakta bahwa nilai hasil belajar siswa kebanyakan rendah karena pemahaman mereka akan materi pun tidak mendalam, tidak jadi soal. Adalah fakta umum, saat ulangan, nilai akademis siswa jeblok, tapi begitu menerima rapor, nilai telah berubah bagus. Sulapan! Katrolan!
Ketiga, tuntutan zaman demikian menekan. Dalam hal ini, tuntutan untuk mendapat nilai bagus agar dianggap pintar, agar disayang dan disanjung guru, agar dapat dibanggakan orang tua, juga agar bisa masuk sekolah favorit di jenjang berikut (selain zonasi, jalur prestasi berdasarkan nilai rapor, masih sangat diperhitungkan dalam pendaftaran siswa baru SMP/ SMA).
Dengan tiga alasan tersebut, bimbingan belajar bertaraf luks hingga tataran gurem, laris diburu.
Dalam hal ini, 'keberhasilan' siswa memahami materi pembelajaran dan mencapai nilai 'bagus' justru ditentukan oleh guru bimbingan belajar. Lalu apa gunanya sekolah? Sekadar cari ijazah dan buku rapor?!
Baca Juga
-
Pelajaran Tekad dari Buku Cerita Anak 'Pippi Gadis Kecil dari Tepi Rel Kereta Api'
-
Cerita-Cerita yang Menghangatkan Hati dalam 'Kado untuk Ayah'
-
Suka Duka Hidup di Masa Pandemi Covid-19, Ulasan Novel 'Khofidah Bukan Covid'
-
Akulturasi Budaya Islam, Jawa, dan Hindu dalam Misteri Hilangnya Luwur Sunan
-
Pelajaran Cinta dan Iman di Negeri Tirai Bambu dalam "Lost in Ningxia"
Artikel Terkait
-
Dikumpulkan di Istana, Prabowo ke Anak-anak Sekolah: Jangan Ikut-ikut Hal Negatif!
-
TPG Lebaran Tertunda? Ini Langkah Cepat Agar Tunjangan Cair April 2025!
-
Bill Gates Prediksi Profesi Dokter dan Guru Bakal Hilang 10 Tahun Lagi
-
Kapan Masuk Sekolah Setelah Libur Lebaran 2025? Ini Jadwal Kalender Belajar
-
Cara Mengatasi Kode 07, 13 dan 16 Pada Info GTK Agar TPG Triwulan I Guru Segera Cair
Kolom
-
Indonesia Krisis Inovasi: Mengapa Riset Selalu Jadi Korban?
-
AI Mengguncang Dunia Seni: Kreator Sejati atau Ilusi Kecerdasan?
-
Lebaran di Tengah Gempuran Konsumerisme, ke Mana Esensi Kemenangan Sejati?
-
Jalan Terjal Politik Ki Hajar Dewantara: Radikal Tanpa Meninggalkan Akal
-
Lebaran: Hari Kemenangan Sekaligus Kekalahan
Terkini
-
Review Anime Mob Psycho 100 Season 2, Kekuatan Esper Bukanlah Segalanya
-
Ulasan Buku Terapi Luka Batin: Menemukan Kembali Diri Kita yang Belum Utuh
-
Dilema Tristan Gooijer: PSSI Ngebet Naturalisasi, tetapi Sang Pemain Cedera
-
Rilis Foto Pembacaan Naskah, Ini 5 Pemeran Drama Labor Attorney Noh Moo Jin
-
Selain Donatur Dilarang Ngatur: Apakah Pria Harus Kaya untuk Dicintai?