Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Kotik Ariningsih
Ilustrasi media sosial (freepik.com/natanaelginting)

"Ting." Ponsel di atas meja kerja saya berbunyi. Ternyata notifikasi dari salah satu aplikasi marketplace tentang tagihan pemakaian air. Terkejut saya melihat angka yang tertera. Jumlahnya tiga kali lipat dari tagihan bulanan biasanya! Sekali lagi saya tatap layar ponsel, memastikan angka tagihan di layar. Benar, tiga kali lipat dari biasanya.

Tidak butuh waktu lama bagi saya untuk menemukan struk pembayaran PDAM terakhir dari Indomart di dalam laci meja kerja karena saya memang terbiasa menyimpan berkas-berkas penting termasuk bukti pembayaran tagihan rumah tangga seperti pemakaian air, listrik, BPJS dan lain-lain di sana.

Bergegas saya pergi menuju kantor PDAM untuk menanyakan hal ini. Tidak lupa saya membawa bukti pembayaran lain yaitu email dan history tagihan pada aplikasi marketplace di ponsel. Petugas di sana mencatat laporan saya dan kemudian memeriksa data di komputer. Tidak lama kemudian ia menemukan dan menunjukkan data dari sistem mereka yang menyatakan saya belum membayar tagihan.

Hal ini tentu membuat saya heran. Saya perlihatkan kepada petugas semua bukti pembayaran tagihan yang saya kantongi. Saya juga mengirimkan screenshot bukti pembayaran itu melalui WA kepadanya. Akhirnya kami sepakat untuk menanyakan hal ini kepada pihak marketplace.

Sesampainya di rumah, saya menghubungi customer service marketplace melalui chat dan menceritakan kronologi kejadian sekaligus mengirimkan screenshot bukti pembayaran yang saya miliki. Beberapa jam kemudian datang jawaban yang menyatakan laporan saya telah diterima dan akan dilakukan tindak lanjut.

Sementara itu pihak PDAM menghubungi saya dan mengirimkan bukti melalui WA bahwa mereka telah melakukan refund atas dana pembayaran tagihan saya kepada marketplace persis satu hari setelah saya melakukan pembayaran. Itu berarti kurang lebih 2 minggu yang lalu. Aneh. Sudah selama itu dan pihak marketplace tidak memberitahukan hal ini kepada saya. Apa ini sebuah kesengajaan?

Keesokan harinya dan hari berikutnya saya menanyakan progress masalah ini kepada pihak marketplace tanpa memberitahukan adanya refund dari PDAM kepada marketplace. CS marketplace selalu menjawab masalah sedang ditangani dan meminta saya menunggu. Ini sangat mengherankan. Masalah sederhana seperti ini seharusnya sudah diselesaikan dalam 1 x 24 jam.

Karena kelambanan ini, akhirnya saya memberi ultimatum kepada CS dengan mengatakan akan menuliskan kejadian ini kepada media. Tak lama kemudian seseorang yang mengaku team leader marketplace langsung menghubungi saya melalui telepon. Tidak puas dengan jawaban normatif yang ia berikan, kembali saya memberi ultimatum, “Tolong segera selesaikan atau saya viralkan!”

Hanya berselang 15 menit dari saat saya menutup sambungan telepon, masuk sebuah notifikasi dan chat dari CS marketplace yang menyatakan mereka telah melakukan refund atas dana pembayaran saya. Segera saya cek saldo dan benar, saldo saya telah bertambah. Masalah selesai tapi bukan kepuasan yang saya rasakan saat itu. Justru keresahan. This is not who I am.

*****

Ya, saya tidak seperti ini. Saya tidak suka menggunakan ancaman untuk membuat orang lain melakukan kehendak saya. Saya tidak ingin bertindak seperti preman tetapi itulah yang terjadi. Bisa saja saya berdalih kelambanan penanganan pihak marketplace lah yang memaksa saya melakukan ini. Tapi tetap saja perasaan tidak nyaman melingkupi saya saat itu.

Kekuatan media sosial memang luar biasa. Saya sadar betul akan hal itu. Demikian juga pihak marketplace. Semua tahu publisitas buruk adalah hal terakhir yang mereka inginkan. Dan itu yang saya gunakan untuk menekan mereka. Di tengah persaingan usaha, tidak menanggapi komplain pengguna tentu merupakan langkah sembrono yang tidak sejalan dengan kebijakan bakar uang yang pihak marketplace lakukan untuk menggaet pengguna aplikasi sebanyak-banyaknya.

Yang saya lakukan mungkin sama seperti kelakuan preman. Jika pihak lawan tidak menuruti keinginannya, dia siap memanggil teman-teman atau massa untuk mendukungnya. Dia akan gunakan kekuatan massa riil untuk menggebuk lawan. Hal ini juga berlaku di dunia maya meskipun tidak melibatkan gebuk atau pentungan. Massa digital dalam bentuk follower, subscriber atau friend bisa menjadi kekuatan yang masif seperti massa riil. Mereka bisa diibaratkan seperti oli yang melumasi mesin agar kendaraan bisa bergerak.

Mungkin itu pula yang membuat Ari Lasso kemarin mengunggah video melalui medsosnya dan mengungkapkan masalah yang dihadapi dengan Batik Air. Dia tentu sadar unggahan itu akan mendapat banyak perhatian dari media dan netizen. Dan itu artinya tekanan bagi maskapai yang menjadi bagian dari Grup Lion Air. Batik Air pun segera merespons dan mengganti tiket pesawat kepada Ari Lasso dan tim.

Banyak yang bertanya apa Batik Air akan secepat itu merespons dan memberi kompensasi yang sama jika Ari Lasso bukan pesohor. Saya yakin perlakuan yang serupa tetap akan diberikan kepada siapa saja entah itu pesohor atau bukan asalkan pihak yang dirugikan berani membawa persoalan ke media. Kita semua pasti tahu betapa cepat kabar tersebar di media online saat ini.

Saya pun teringat kejadian serupa 10 tahun yang lalu. Saat itu pulsa saya seringkali berkurang meskipun ponsel tidak digunakan dan data sudah dimatikan. Masalah baru diselesaikan oleh pihak operator telekomunikasi setelah saya mengancam untuk memviralkan kejadian tersebut. Ini sebenarnya sama dengan kolom surat pembaca pada era media cetak dulu. Tentu mereka sadar akan dampak buruk yang bisa terjadi jika masalah tidak segera ditangani.

Kasus serupa mungkin pernah Anda alami sendiri atau paling tidak Anda lihat di lini masa Facebook atau TikTok. Ada beberapa video yang memperlihatkan polisi yang mengadakan razia lalu lintas namun tidak sesuai ketentuan terlihat canggung atau takut ketika pengemudi yang tidak melakukan pelanggaran merekam kejadian dan melontarkan ancaman untuk memviralkan. Lagi-lagi kekuatan massa digital di belakang pelapor menunjukkan keampuhannya.

Kehadiran media sosial memang nyata memberikan banyak kemudahan. Selain interaksi dengan orang jadi lebih mudah, wawasan dan pergaulan lebih luas, media sosial juga menciptakan lapangan kerja baru yang satu dekade lalu mungkin tidak pernah kita bayangkan. Namun ternyata berita bohong, konten pornografi dan ujaran kebencian juga mudah sekali menyebar melaluinya. Beberapa keributan massa, konflik horizontal/vertikal dan polarisasi bangsa bahkan tercipta sebagai dampak maraknya penggunaan media sosial.

Tak bisa dimungkiri, media sosial dengan kemampuannya membuat sesuatu menjadi viral telah menciptakan pergeseran perilaku dalam masyarakat. Massa digital yang terbentuk di dalamnya kemudian dimanfaatkan oleh siapa saja untuk mencapai tujuan mereka. Bukan hanya untuk diseminasi atau penyebaran informasi tapi juga untuk agitasi. Meskipun tidak terlihat atau berwujud nyata, massa digital ini mempunyai kekuatan yang sama dengan massa riil, bahkan seringkali disertai kemampuan respons yang lebih cepat dan lebih masif.

Video yang Mungkin Anda Suka.

Kotik Ariningsih