Scroll untuk membaca artikel
Hikmawan Firdaus | zahir zahir
Ilustrasi Para Jurnalis dan Awak Pers (unsplash/tycho atsma)

Pada tanggal 9 Februari 2023 kali ini diperingati kembali sebagai Hari Pers Nasional. Peringatan hari pers tersebut sekaligus juga sebagai peringatan Hari Ulang Tahun Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Peringatan hari pers tersebut juga telah tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Republik Indonesia No. 5 tahun 1985 yang diresmikan oleh Presiden Indonesia kala itu, yakni Soeharto.

Dicetuskannya Hari Pers Nasional yang juga bersamaan dengan Hari Ulang Tahun PWI tersebut memang sebagai bentuk apresiasi dan mengingatkan tentang peran pers dalam pemberitaan di masyarakat. PWI yang dibentuk pada 9 Februari 1946 juga sekaligus memegang peran penting dalam perkembangan bangsa dan negara dari waktu ke waktu. Namun, tidak dapat dipungkiri memang dunia pers di Indonesia juga masih memiliki kekurangan dan permasalahan yang belum menemukan jalan keluar yang cukup konkrit.

Kebebasan Pers yang Belum Sepenuhnya Bebas

Ilustrasi Anggota Pers (unsplash/klaus wright)

Dunia pers di Indonesia memang masih memiliki segelintir permasalahan yang menyelimutinya, khususnya dalam aspek kebebasan dan perlindungan pers. Dilansir dari situs tirto.id, pada tahun 2022 silam Dewan Pers merilis hasil survei Indeks Kemerdekaan Pers (IKP) yang menjadi acuan mengenai kebebasan pers di Indonesia. Pada tahun 2022 lali, indek kebebasan pers di Indonesia mencapai nilai 77,88 poin. Hal tersebut mengalami peningkatan dari tahun 2021 yang sekitar 76,02 poin. Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir indeks kebebasan pers di Indonesia juga cenderung mengalami peningkatan.

Nilai tersebut tentunya cukup memberikan dampak positif mengenai kebebasan pers di Indonesia yang terus meningkat. Namun, tentunya masih ada segudang pekerjaan rumah yang masih menjadi polemik dalam dunia pers di Indonesia. Salah satunya adalah mengenai perlindungan pers dan para jurnalis. Seperti yang kita ketahui, dalam beberapa waktu ke belakang juga masih ditemukan adanya tindakan intimidasi pada para anggota pers yang dilakukan oleh segelintir oknum.

Perlindungan terhadap anggota jurnalis memang masih tergolong tidak terlalu tinggi di Indonesia. Belum lagi hal ini juga dipengaruhi oleh pandangan beberapa orang bahwa media berita merupakan salah satu senjata yang cukup ampuh dalam menggiring opini masyarakat yang ditakutkan akan merugikan pihak-pihak tertentu, sehingga hal ini seringkali menjadi alasan segelintir oknum untuk melakukan tindakan represif terhadap para jurnalis atau anggota pers. Tentunya hal tersebut harus tetap dibenahi dan harus lebih dapat memberikan perlindungan terhadap anggota pers.

BACA JUGA: Psikolog Buka Suara Soal Betrand Peto dan Sarwendah: Jangan Hujat Mereka!

Problematika Konten Pemberitaan di Indonesia

Ilustrasi Media Berita (unsplash/absolutevision)

Salah satu permasalahan yang mungkin belum bisa dicari jalan keluarnya adalah mengenai pemberitaan di kanal-kanal media yang cenderung sedikit kurang berbobot atau bahkan cenderung masih diselimuti kabar hoax. Tidak dapat dipungkiri perkembangan digital di era kini juga turut mendorong dalam penyebaran media pemberitaan yang kian masif. Hal inilah yang terkadang menjadi boomerang bagi sebagian orang dalam memilah beragam konten berita yang bermuatan positif, dengan kata lain pemberitaan yang tidak terpapar hoax.

Akan tetapi, realita di masyarakat juga masih banyak pula pemberitaan-pemberitaan yang cenderung bermuatan negatif dan terpapar hoax yang masih dengan mudah diakses dan ironisnya seakan-akan menjadi pemberitaan berantai bagi masyarakat tanpa diolah terlebih dahulu kebenarannya. Mungkin sebagian kalangan akan sedikit menyalahkan dunia jurnalisme dan berita di Indonesia yang tidak bisa memberikan konten berita yang lebih berbobot kepada masyarakat. Namun, dalam sudut pandang media tentunya harus mau tidak mau juga menyesuaikan dengan permintaan pasar yang ada. Tidak dapat dipungkiri pemberitaan yang cenderung bermuatan negatif dan terlalu dilebih-lebihkan dan mengarah ke pemberitaan yang cenderung hoax lebih digemari oleh masyarakat. Hal tersebut menjadikan para awak media mau tidak mau untuk membuat berita yang disesuaikan dengan tuntutan pasar.

Tentunya hal ini tidak boleh dibiarkan terus menerus karena akan menimbulkan citra yang cukup buruk bagi kanal pemberitaan di Indonesia. Lantas apa yang harus dilalukan? tentunya masyarakat juga harus lebih pandai dalam memilah beragam pemberitaan yang ada di berbagai media. Kita juga harus menyikapinya secara bijak mengenai segala macam aspek pemberitaan tersebut agar tercipta atmosfir media pemberitaan di Indonesia yang lebih positif. Tentunya hal ini juga harus didukung oleh berbagai pihak, mulai dari pemerintah, awak media dan masyarakat pada umumnya.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.

zahir zahir