Scroll untuk membaca artikel
Hernawan | Wahyu Astungkara
Ilustrasi Generasi Strawberry. (Pixabay.com/Stevepb)

Dalam era digital yang semakin berkembang seperti sekarang, muncul fenomena baru yang menarik perhatian masyarakat, yaitu fenomena stigma terhadap generasi strawberry. Generasi "S" merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan generasi muda yang dianggap lemah, tidak tahan banting, dan mudah menyerah dalam menghadapi tantangan kehidupan. Namun, sebelum kita dengan mudah ikut-ikutan menghakimi mereka, kita perlu mempertanyakan apakah stigma ini beralasan atau tidak.

Menghadirkan empati

Sebagai masyarakat yang semakin beradab, kita sebaiknya memahami bahwa setiap generasi memiliki tantangan dan kesempatan yang berbeda-beda. Generasi strawberry menghadapi situasi yang sangat berbeda dibandingkan dengan generasi sebelumnya. Mereka tumbuh di tengah perubahan sosial yang cepat, tekanan akademik yang tinggi, dan persaingan kerja yang ketat. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk menempatkan diri kita pada posisi mereka dan mencoba memahami apa yang mereka alami.

Kualitas sumber daya 

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan generasi muda adalah penurunan sumber daya pendukung. Generasi sebelumnya bisa jadi memiliki lebih banyak waktu dan perhatian dari orang tua, sementara generasi strawberry acap kali dibesarkan di tengah keluarga dengan kesibukan kedua orang tua yang bekerja atau memiliki aktivitas di luar rumah. Hal ini tentu dapat menyebabkan kurangnya waktu interaksi dan dukungan emosional yang dibutuhkan tumbuh kembang yang sehat dan setara.

Dampak teknologi 

Perkembangan teknologi yang semakin pesat juga dapat memengaruhi generasi strawberry. Kemajuan teknologi telah membawa kemudahan dan kenyamanan dalam kehidupan, tetapi juga menimbulkan dampak negatif.

Misalnya, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat menyebabkan perasaan rendah diri, depresi, dan kecemasan sosial. Generasi strawberry sering kali terjebak dalam dunia maya yang dianggap "sempurna", dan sungguh tidak mudah bagi mereka ketika beradaptasi dengan realitas kehidupan yang kompleks.

Perubahan nilai dan norma 

Generasi strawberry seringkali dianggap lemah karena adanya perubahan nilai dan norma sosial. Mereka biasanya lebih terbuka dalam berbagi perasaan dan emosi, serta lebih memperhatikan kesehatan mental mereka. Namun, hal ini seringkali dianggap sebagai kelemahan oleh generasi sebelumnya yang lebih menekankan pada kekuatan dan ketahanan fisik.

Hemat penulais, sebagai masyarakat yang memiliki etika modern, kita hendaknya bersikap terbuka dan mencoba memahami fenomena tumbuh suburnya stigma terhadap generasi strawberry ini. Mereka bukanlah generasi yang lemah, tetapi generasi yang menghadapi tantangan dan tekanan yang berbeda.

Dukungan dan pemahaman dari kita semua sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang generasi strawberry. Kita perlu mengganti stigma dengan penerimaan dan empati, serta membangun lingkungan yang mendukung bagi hak tumbuh kembang generasi strawberry.

Wahyu Astungkara