Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Thalita Novalya
Ilustrasi pekerja usia tua (Pexels/Ron Lach)

Pembatasan usia yang ditetapkan di berbagai bidang saat ini menimbulkan rasa kekhawatiran bagi banyak individu. Adanya batasan ini telah memberikan tantangan tersendiri untuk mengakses ke bidang pendidikan, pekerjaan, atau kesempatan emas lainnya. Pembatasan berdasarkan usia mampu menggerus potensi masyarakat yang unggul. 

Banyak orang yang memiliki keahlian tertentu menemui hambatan dalam mengembangkan diri mereka karena adanya pembatasan usia ini. Hal ini tidak hanya menyulitkan perkembangan pribadi, tetapi juga dapat menciptakan kesenjangan di masyarakat.

Pembatasan usia ini dapat menghambat kontribusi mereka dalam membangun negeri. Perbedaan usia di berbagai sektor juga dapat memicu untuk lemahnya kualitas sumber daya manusia, dikarenakan kesenjangan potensi untuk berkembang dari segi pengetahuan dan keterampilan. 

Kesenjangan usia dan dampaknya

Ilustrasi batas (Pexels/Jan van der Wolf)

Persoalan mengenai batasan usia terutama pada bidang pekerjaan telah dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Mereka beranggapan mengapa di Indonesia lowongan pekerjaan harus memiliki maksimal usia 25 tahun atau dengan maksimal usia paling tua 35 tahun.

Hal ini yang kemudian membuat masyarakat Indonesia membandingkan batasan usia pada lowongan pekerjaan di luar negeri yang mudah untuk menerima pekerja di usia 50 tahun. 

Pada kenyataanya pembatasan usia tidak hanya berdampak bagi usia dewasa saja, pekerja dengan usia muda, terkhususnya Gen Z,  juga mengalami diskriminasi karena kerap diberikan label tidak kompeten dalam dunia kerja.

Dilansir dari jurnal penelitian ‘Journal of Experimental Psychology’, menyatakan bahwa para ahli mengatakan fenomena perbedaan usia atau ageisme, telah memberikan dampak yang lebih buruk pada pekerja usia muda. 

Penerapan pembatasan usia di berbagai bidang dapat menciptakan kesenjangan yang dapat menimbulkan kerugian di masyarakat. Kebijakan untuk menetapkan batas usia dalam aspek pendidikan, pekerjaan, dan bidang-bidang lain dapat mengakibatkan diskriminasi terhadap individu yang memiliki potensi dan keterampilan lebih piawai.

Kesenjangan ini tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan individu, tetapi juga menciptakan kekosongan dalam partisipasi masyarakat dalam membangun negara. Pembatasan usia ini juga dapat menjadi penghalang bagi individu untuk mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Diskriminasi usia mendorong tingginya angka pengangguran

Ilustrasi pengangguran (pexels/MART PRODUCTION )

Tak hanya kesenjangan, pembatasan usia dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di suatu negara.

Para pekerja yang memiliki usia terbilang tua, yang memiliki pengalaman dan keterampilan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru, karena adanya pembatasan usia ini.

Pembatasan usia ini dapat menciptakan ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja, yang pada akhirnya dapat menyumbang pada tingginya tingkat pengangguran dalam masyarakat yang sulit untuk mencukupi biaya kehidupan. 

Solusi alternatif sistem pembatasan usia pekerja

Ilutrasi bekerja (pexels/Christina Morillo)

Dalam upaya untuk memajukan kualitas masyarakat, maka diperlukan perluasan pandangan terhadap kemampuan individu dibandingkan dengan usia pekerja.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan meninjau kembali dan mencari solusi untuk mengganti sistem pembatasan usia, dengan demikian cara ini dapat memberikan kesempatan yang lebih adil bagi individu untuk mengembangkan potensi mereka tanpa dibatasi oleh usia. 

Selain itu juga dengan memberikan pelatihan dan pendidikan di luar sekolah juga menjadi cara untuk menambah variasi skill pekerja, cara ini menjadi solusi alternatif dalam mengganti sistem pembatasan usia.

Hal ini tidak hanya akan meningkatkan daya saing di pasar kerja, tetapi juga akan menciptakan kualitas masyarakat yang adaptif, responsif, dan siap menghadapi tantangan di berbagai bidang kehidupan. 

Oleh karena itu, pembatasan usia di berbagai bidang perlu ditelaah kembali, sehingga mampu menghilangkan dilema bagi masyarakat untuk bertumbuh dan berkembang.  

Melalui peninjauan ulang kebijakan dan pelatihan keterampilan, mampu menciptakan lingkungan setiap individu memiliki peluang setara untuk mengembangkan diri.

Dengan demikian maka masyarakat mampu berpartisipasi secara tidak langsung dalam membangun produktivitas negara dan menekan angka pengangguran secara signifikan. 

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Thalita Novalya