Pembatasan usia yang ditetapkan di berbagai bidang saat ini menimbulkan rasa kekhawatiran bagi banyak individu. Adanya batasan ini telah memberikan tantangan tersendiri untuk mengakses ke bidang pendidikan, pekerjaan, atau kesempatan emas lainnya. Pembatasan berdasarkan usia mampu menggerus potensi masyarakat yang unggul.
Banyak orang yang memiliki keahlian tertentu menemui hambatan dalam mengembangkan diri mereka karena adanya pembatasan usia ini. Hal ini tidak hanya menyulitkan perkembangan pribadi, tetapi juga dapat menciptakan kesenjangan di masyarakat.
Pembatasan usia ini dapat menghambat kontribusi mereka dalam membangun negeri. Perbedaan usia di berbagai sektor juga dapat memicu untuk lemahnya kualitas sumber daya manusia, dikarenakan kesenjangan potensi untuk berkembang dari segi pengetahuan dan keterampilan.
Kesenjangan usia dan dampaknya
Persoalan mengenai batasan usia terutama pada bidang pekerjaan telah dikeluhkan oleh masyarakat Indonesia. Mereka beranggapan mengapa di Indonesia lowongan pekerjaan harus memiliki maksimal usia 25 tahun atau dengan maksimal usia paling tua 35 tahun.
Hal ini yang kemudian membuat masyarakat Indonesia membandingkan batasan usia pada lowongan pekerjaan di luar negeri yang mudah untuk menerima pekerja di usia 50 tahun.
Pada kenyataanya pembatasan usia tidak hanya berdampak bagi usia dewasa saja, pekerja dengan usia muda, terkhususnya Gen Z, juga mengalami diskriminasi karena kerap diberikan label tidak kompeten dalam dunia kerja.
Dilansir dari jurnal penelitian ‘Journal of Experimental Psychology’, menyatakan bahwa para ahli mengatakan fenomena perbedaan usia atau ageisme, telah memberikan dampak yang lebih buruk pada pekerja usia muda.
Penerapan pembatasan usia di berbagai bidang dapat menciptakan kesenjangan yang dapat menimbulkan kerugian di masyarakat. Kebijakan untuk menetapkan batas usia dalam aspek pendidikan, pekerjaan, dan bidang-bidang lain dapat mengakibatkan diskriminasi terhadap individu yang memiliki potensi dan keterampilan lebih piawai.
Kesenjangan ini tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan individu, tetapi juga menciptakan kekosongan dalam partisipasi masyarakat dalam membangun negara. Pembatasan usia ini juga dapat menjadi penghalang bagi individu untuk mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Diskriminasi usia mendorong tingginya angka pengangguran
Tak hanya kesenjangan, pembatasan usia dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan tingginya tingkat pengangguran di suatu negara.
Para pekerja yang memiliki usia terbilang tua, yang memiliki pengalaman dan keterampilan menghadapi kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan baru, karena adanya pembatasan usia ini.
Pembatasan usia ini dapat menciptakan ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan tenaga kerja, yang pada akhirnya dapat menyumbang pada tingginya tingkat pengangguran dalam masyarakat yang sulit untuk mencukupi biaya kehidupan.
Solusi alternatif sistem pembatasan usia pekerja
Dalam upaya untuk memajukan kualitas masyarakat, maka diperlukan perluasan pandangan terhadap kemampuan individu dibandingkan dengan usia pekerja.
Hal tersebut dapat dilakukan dengan meninjau kembali dan mencari solusi untuk mengganti sistem pembatasan usia, dengan demikian cara ini dapat memberikan kesempatan yang lebih adil bagi individu untuk mengembangkan potensi mereka tanpa dibatasi oleh usia.
Selain itu juga dengan memberikan pelatihan dan pendidikan di luar sekolah juga menjadi cara untuk menambah variasi skill pekerja, cara ini menjadi solusi alternatif dalam mengganti sistem pembatasan usia.
Hal ini tidak hanya akan meningkatkan daya saing di pasar kerja, tetapi juga akan menciptakan kualitas masyarakat yang adaptif, responsif, dan siap menghadapi tantangan di berbagai bidang kehidupan.
Oleh karena itu, pembatasan usia di berbagai bidang perlu ditelaah kembali, sehingga mampu menghilangkan dilema bagi masyarakat untuk bertumbuh dan berkembang.
Melalui peninjauan ulang kebijakan dan pelatihan keterampilan, mampu menciptakan lingkungan setiap individu memiliki peluang setara untuk mengembangkan diri.
Dengan demikian maka masyarakat mampu berpartisipasi secara tidak langsung dalam membangun produktivitas negara dan menekan angka pengangguran secara signifikan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Demam Clash Of Champions! Yuk Intip Strategi Peserta untuk Pecahkan Tantangan
-
Memerangi Bungkamnya Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan
-
Jangan Minder Pakai Baju Berulang-ulang, Ini Langkah Kecil Selamatkan Bumi
-
FOMO Menjelang Kuliah: Menetapkan Pilihan Berdasarkan Minat Bukan Teman
-
Cantik yang Merusak: Mengungkap Eksploitasi Lingkungan oleh Limbah Furniture yang Kerap Diabaikan Mata
Artikel Terkait
-
Ini Alasan Pemerintahan Prabowo Belum Gaspol Bangun Infrastruktur
-
Apa Pekerjaan Asli Yudha Arfandi? Eks Tamara Tyasmara Ngakunya Pengusaha Batu Bara, Eh Ternyata ...
-
Ulasan Novel Waktu Aku Dilayoff: Kisah saat Menghadapi Kehilangan Pekerjaan
-
Pekerjaan Vanessa Nabila, Bantah Jadi Simpanan Cagub Ahmad Luthfi
-
Apa Pekerjaan Lex Wu? Tak Gentar meski Ivan Sugianto Nangis Minta Maaf usai Paksa Anak SMA Menggonggong
Kolom
-
Mapel Coding dan AI untuk SD, Kebijakan FOMO atau Kebutuhan Pendidikan?
-
Miris! Ribuan Anggota TNI-Polri Terseret Judi Online, Sinyal Pembenahan?
-
Lapor Mas Wapres ala Gibran: Kebijakan Strategis atau Populis?
-
Tantangan Ujian Nasional Berbasis Komputer: Ketimpangan Akses, Perspektif Guru, dan Alternatif Penilaian yang Adil
-
Pilihan Hidup Sendiri: Ketika Anak Muda Memutuskan Tidak Menikah, Salahkah?
Terkini
-
5 Rekomendasi Film Adaptasi Game, dari Aksi Seru hingga Horor Mendebarkan
-
3 Rekomendasi Masker Jelly Lokal untuk Meredakan Kulit Kemerahan
-
4 Film yang Diperankan oleh Kristo Immanuel, Terbaru The Shadow Strays
-
Ulasan Buku Tak Apa-Apa Jika Harus Berhenti Karya Julia Keller
-
Timnas Indonesia, Kualifikasi Piala Dunia 2026, dan Satu Poin Sakral yang Tak Kunjung Didapatkan