Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Christina Natalia Setyawati
Ilustrasi Perkuliahan (Freepik/macrovector_official)

Peran dosen sebagai pilar utama dalam dunia pendidikan perguruan tinggi tak dapat dimungkiri. Mereka tidak hanya dituntut untuk menguasai materi akademik, tetapi juga dihadapkan pada berbagai tuntutan administratif dan partisipasi dalam dinamika kelembagaan. Beban birokrasi yang semakin kompleks, ditambah dengan tuntutan untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara demokratis, seringkali membuat dosen kewalahan dan sulit membagi waktu untuk tugas utamanya, yaitu mengajar dan membimbing mahasiswa.

Seringkali, mahasiswa merasa frustrasi karena dosen yang seharusnya menjadi fasilitator pembelajaran justru sulit ditemui. Kegiatan perkuliahan yang terbengkalai karena dosen harus menghadiri rapat-rapat tak berujung membuat mahasiswa kehilangan kesempatan untuk mendalami materi secara optimal. Belum lagi, saat membutuhkan bimbingan akademik atau bimbingan skripsi, dosen seringkali tidak dapat ditemui karena tengah disibukkan dengan tugas-tugas birokrasi yang menumpuk. Hal ini tentu sangat menghambat proses belajar mengajar dan dapat berdampak pada kualitas lulusan.

Sistem birokrasi perguruan tinggi yang kaku dan berbelit-belit seringkali menjadi penghalang bagi dosen untuk fokus pada kegiatan akademik. Mulai dari pengisian berbagai formulir, pelaporan kegiatan, hingga persyaratan administratif yang terus bertambah, menyita waktu dan energi dosen yang seharusnya digunakan untuk pengembangan diri dan interaksi dengan mahasiswa. Akibatnya, dosen seringkali merasa terjebak dalam rutinitas administratif yang membosankan dan tidak produktif. Hal ini tidak hanya mengurangi motivasi mengajar, tetapi juga berdampak pada kualitas pembelajaran yang diterima mahasiswa.

Ketidakseimbangan antara tugas akademik dan nonakademik yang dibebankan kepada dosen ini telah menjadi permasalahan serius. Akibatnya, mahasiswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan studinya tepat waktu. Proses bimbingan yang terhambat dapat menyebabkan mahasiswa merasa frustasi dan kehilangan motivasi. Dalam jangka panjang, hal ini dapat berdampak pada kualitas lulusan dan citra perguruan tinggi.

Di sisi lain, tuntutan untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara demokratis di tingkat fakultas atau universitas juga menjadi beban tambahan bagi dosen. Meskipun partisipasi dalam pengambilan keputusan merupakan hak dan kewajiban setiap civitas akademika, tetapi jika tidak dikelola dengan baik, hal ini dapat menghambat produktivitas dosen. Pertemuan-pertemuan yang berkepanjangan, diskusi yang panjang lebar, serta berbagai kepentingan yang harus diakomodasi, seringkali membuat dosen kehabisan waktu untuk melaksanakan tugas pokoknya.

Untuk mengatasi permasalahan tumpang tindih antara tugas akademik dan administratif yang dihadapi dosen, diperlukan solusi yang lebih praktis dan terukur. Salah satu caranya adalah dengan mempertimbangkan restrukturisasi tugas dosen. Dosen senior yang memiliki beban mengajar lebih ringan dapat diberikan tugas administratif yang lebih banyak, sementara dosen muda yang lebih produktif dalam penelitian dapat difokuskan pada kegiatan akademik. Selain itu, penerapan teknologi informasi dalam pengelolaan data dan administrasi juga dapat meringankan beban kerja dosen.

Permasalahan ini tidak dapat diselesaikan oleh dosen semata. Keterlibatan semua pihak seperti pimpinan perguruan tinggi, staf administrasi, mahasiswa, dan bahkan alumni sangat diperlukan. Melalui forum diskusi terbuka dan survei kepuasan dapat diperoleh masukan yang berharga untuk perbaikan sistem. Selain itu, perlu adanya komitmen bersama untuk menciptakan lingkungan akademik yang kondusif dan mendukung produktivitas dosen.

Untuk meningkatkan motivasi dan produktivitas dosen, perlu diberikan apresiasi dan insentif yang memadai. Penghargaan atas prestasi akademik, seperti publikasi ilmiah dan pembimbingan mahasiswa berprestasi, dapat menjadi salah satu bentuk apresiasi. Selain itu, peningkatan kesejahteraan dosen juga perlu diperhatikan, seperti kenaikan gaji berkala dan fasilitas penelitian yang memadai.

Dalam kesimpulannya, beban birokrasi yang semakin kompleks telah memberikan dampak signifikan terhadap kualitas pendidikan tinggi. Dosen yang seharusnya fokus pada tugas inti, yakni mengajar dan membimbing mahasiswa, seringkali terjebak dalam rutinitas administratif yang tidak produktif. Namun, dengan komitmen bersama dari semua pihak, baik dosen, pimpinan perguruan tinggi, maupun mahasiswa, kita dapat mencari solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan demikian, kualitas pendidikan tinggi di Indonesia dapat terus ditingkatkan.

BACA BERITA DAN ARTIKEL LAINNYA DI GOOGLE

Christina Natalia Setyawati