Pada tanggal 14 Oktober setiap tahunnya, dunia memperingati Hari Standar Internasional. Peringatan ini bertujuan untuk menyoroti pentingnya standar dalam berbagai aspek kehidupan kita, dari produk yang kita konsumsi hingga infrastruktur yang kita gunakan. Namun, di balik pentingnya standar, terdapat sejumlah isu kritis yang perlu diperhatikan.
Standar memang menjadi fondasi bagi perdagangan global dan inovasi. Dengan adanya standar, konsumen dapat lebih percaya diri dalam memilih produk, produsen dapat lebih efisien, dan negara-negara dapat menjalin kerja sama yang lebih baik.
Namun, kita perlu waspada terhadap potensi penyalahgunaan standar. Standar yang terlalu kompleks dan berubah-ubah dapat menjadi beban bagi pelaku usaha, terutama usaha kecil dan menengah.
Selain itu, dominasi beberapa negara dalam pembuatan standar internasional dapat menimbulkan ketidakseimbangan dan menghambat partisipasi negara berkembang.
Standar internasional sering kali didominasi oleh negara-negara maju. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan adanya ketimpangan global. Negara berkembang sering kali kesulitan untuk memenuhi semua persyaratan standar internasional, sehingga sulit untuk bersaing di pasar global.
Selain itu, standar yang ada mungkin tidak selalu relevan dengan kebutuhan negara berkembang. Akibatnya, negara berkembang terjebak dalam siklus ketergantungan pada produk dan teknologi dari negara maju.
Bayangkan kamu punya banyak lego dengan berbagai bentuk dan ukuran. Untuk membangun sebuah menara yang kokoh, kamu butuh lego-lego yang bisa disambungkan dengan pas. Nah, aturan bagaimana lego-lego itu harus dibuat agar bisa disambung dengan benar itulah yang disebut standar.
Bayangkan jika setiap perusahaan pembuat lego punya aturan sambungan yang berbeda-beda. Kamu pasti akan kesulitan membangun menara yang bagus karena lego-legomu tidak bisa disambungkan dengan sempurna.
Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan yang ingin membuat aplikasi seperti Google Workspace. Mereka harus mengeluarkan biaya yang besar untuk menyesuaikan produk mereka dengan berbagai standar yang ada.
Dalam dunia teknologi, standar juga sangat penting. Misalnya, Google Workspace (dulu dikenal sebagai G Suite) adalah kumpulan aplikasi online (seperti Google Docs, Sheets, dan Slides) yang digunakan oleh banyak orang di seluruh dunia.
Agar semua orang bisa bekerja sama dengan lancar menggunakan aplikasi ini, maka harus ada standar tertentu mengikuti kemajuan teknologi yang sangat cepat.
Hari ini kita menggunakan smartphone, besok mungkin sudah ada perangkat yang lebih canggih. Standar yang ada saat ini mungkin tidak lagi cocok untuk teknologi di masa depan.
Maka dari itu, Google terus mengembangkan fitur-fitur baru di Google Workspace. Mereka harus sering memperbarui standar mereka agar aplikasi tetap relevan dan bisa digunakan dengan teknologi terbaru.
Era digital menghadirkan tantangan dan peluang baru bagi standarisasi. Di satu sisi, digitalisasi mempercepat proses pengembangan dan penerapan standar.
Di sisi lain, perkembangan teknologi yang begitu cepat membuat standar sulit untuk terus diperbarui. Selain itu, munculnya platform digital yang mengglobal juga menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana mengatur standar dalam ekosistem digital yang begitu kompleks.
Jika masalah-masalah standar ini tidak diatasi, maka kita sebagai pengguna akan mengalami kesulitan. Misalnya, kita mungkin tidak bisa membuka dokumen yang dibuat oleh orang lain, atau aplikasi yang kita gunakan sering mengalami error. Hal ini terjadi karena setiap aplikasi atau perangkat memiliki standar yang berbeda-beda.
Akibatnya, data atau informasi yang kita miliki tidak dapat diakses dengan mudah oleh perangkat atau aplikasi lain. Bayangkan jika setiap negara memiliki sistem pengukuran yang berbeda, maka kita akan kesulitan dalam melakukan transaksi jual beli internasional.
Dalam skala yang lebih luas, ketidaksesuaian standar dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan inovasi. Jika perusahaan-perusahaan kesulitan untuk bekerja sama karena perbedaan standar, maka akan sulit untuk menciptakan produk dan layanan baru yang lebih baik. Hal ini juga dapat memperlambat adopsi teknologi baru.
Masyarakat sebenarnya merupakan bagian penting dalam membuat aturan atau standar. Sama seperti kita membuat aturan main saat bermain bersama teman, masyarakat juga ikut membuat aturan untuk berbagai hal, misalnya makanan yang kita makan harus bersih, barang yang kita beli harus aman, atau bangunan harus kuat.
Dengan ikut serta dalam membuat aturan ini, masyarakat memastikan bahwa produk dan layanan yang kita gunakan sesuai dengan kebutuhan dan harapan kita.
Misalnya, jika kita ingin membeli ponsel, kita berharap ponsel itu mudah digunakan dan baterainya tahan lama. Nah, untuk memastikan semua ponsel memenuhi standar tersebut, masyarakat bisa memberikan masukan kepada pembuat ponsel.
Jadi, standar itu bukan hanya dibuat oleh pemerintah atau perusahaan besar saja, tapi juga melibatkan kita semua sebagai masyarakat.
Singkatnya, masyarakat adalah pilar penting dalam proses pembuatan dan penerapan standar. Kita semua memiliki peran sebagai pembuat aturan dengan memberikan masukan dan ide untuk membuat standar yang lebih baik.
Selain itu, kita juga berperan sebagai pengguna yang berhak memastikan bahwa produk dan layanan yang kita gunakan memenuhi standar yang telah ditetapkan.
Terakhir, kita juga bertindak sebagai pengawas dengan melaporkan jika ada produk atau layanan yang tidak sesuai dengan standar. Dengan demikian, kita turut serta menjaga kualitas hidup kita dan memastikan lingkungan sekitar kita aman dan nyaman.
Hari Standar Sedunia adalah momentum yang tepat untuk merefleksikan kembali peran standar dalam kehidupan kita. Standar memang penting, tetapi kita perlu memastikan bahwa standar tersebut dibuat secara inklusif, relevan, dan tidak menjadi penghalang bagi inovasi dan pembangunan.
Dalam era globalisasi yang semakin kompleks, diperlukan kerja sama internasional yang lebih kuat untuk membangun sistem standar yang adil dan berkelanjutan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Mapel Coding dan AI untuk SD, Kebijakan FOMO atau Kebutuhan Pendidikan?
-
Imabsi Gelar Kelas Karya Batrasia ke-6, Bahas Repetisi dalam Puisi
-
Magang untuk Cari Pengalaman, tapi Dituntut Punya Pengalaman?
-
Jejak Kolonialisme dalam Tindakan Penjarahan: Jajah Bangsa Sendiri?
Artikel Terkait
-
Lintasarta Resmikan AI Merdeka, Adopsi Teknologi AI Bagi Masa Depan Digital Indonesia
-
Teknologi Honda yang Satu Ini Bisa Perpanjang Jarak Tempuh Kendaraan Listrik 2 Kali Lipat
-
Indonesia Disebut Surga Baru untuk Teknologi Blockchain di Asia Tenggara
-
Kuliah S2 di Australia dengan Biaya Lokal, Bagaimana Caranya?
-
Cara Perbarui Sistem Google Play Manual di HyperOS
Kolom
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
-
Polemik Bansos dan Kepentingan Politik: Ketika Bantuan Jadi Alat Kampanye
Terkini
-
The Grand Duke of the North, Bertemu dengan Duke Ganteng yang Overthinking!
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?
-
Menyantap Pecel Lele Faza, Sambalnya Juara
-
Antara Kebencian dan Obsesi, Ulasan Novel Malice Karya Keigo Higashino
-
Jangan Memulai Apa yang Tidak Bisa Kamu Selesaikan: Sentilan Bagi Si Penunda