Pertamina telah memberlakukan transaksi melalui kode QR di aplikasi milik mereka yakni MyPertamina sejak awal bulan Oktober lalu untuk pengisian bahan bakar minyak bersubsidi, seperti pertalite dan biosolar.
Stasiun pengisian bahan bakar juga telah memastikan ketersediaan BBM aman untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan melayani masyarakat. Hal tersebut dilihat dari peningkatan aktivitas sehari-hari pada peningkatan konsumsi bahan bakar sektor retail Pertamina yang tercatat secara nasional.
Indonesia memang saat ini sudah memasuki era digitalisasi yang semakin canggih, tetapi perlu diperhatikan kembali lebih mendalam. Apakah masyarakat sudah memahami kemampuan literasi digital dan tidak gagap teknologi? Sudahkah semua elemen masyarakat memiliki gawai secara merata?
Menurut data statistik, pengguna gawai di Indonesia sudah mencapai 194,26 juta pada tahun 2024 ini. Meski begitu, tanyakan pada setiap pemakainya. Apa saja yang bisa mereka lakukan dengan menggunakan gawai tersebut?
Saya pernah menemukan pegawai pom bensin ketika mendapati pengendara yang tidak memiliki kode QR untuk mengisi bahan bakar bersubsidi akibat gagap akan teknologi, tetapi pegawai tersebut justru juga ikut kebingungan untuk membantu pengendara. Keadaan itu terjadi tak hanya berasal dari elemen masyarakat saja yang gaptek, bahkan pegawai pom bensin pun sama halnya.
Penggunaan teknologi pembayaran melalui sistem barcode ini memiliki dampak positif dan negatif tersendiri, meningkatkan masyarakat digital di Indonesia sangatlah baik untuk menghadapi masa depan. Pemberlakuan transaksi kode QR ini terlalu dini, sebab hal tersebut akan menuai pro dan kontra bagi masyarakat menengah ke bawah.
Pemerintah setidaknya memperhatikan masyarakat di setiap wilayah dengan memberikan gawai sebagai fasilitas khusus untuk masyarakat yang berstatus ekonomi rendah dan belum memiliki telepon pintar sebagai langkah memudahkan mereka ketika bekerja dan mengisi bahan bakar kendaraan.
Permasalahan gagap teknologi tidak bisa menyalahi secara individual saja, ekonomi yang melarat pun bisa membuat masyarakat ketertinggalan dari kemajuan teknologi akibat tidak memiliki gawai atau perangkat digital yang sedang maju pesat hingga saat ini.
Namun, tak hanya membawa dampak negatif saja. Dengan adanya transaksi bahan bakar subsidi di Pertamina dan wajib menggunakan barcode atau kode QR dapat membawakan dampak positif kepada para pengendara di antaranya mencatat penggunaan BBM yang transparan dan tepat sasaran serta menghindari penyelewengan pengisian bahan bakar bersubsidi tersebut.
Harapan saya untuk pemerintahan selanjutnya adalah dapat dikatakan bahwa transaksi digital di SPBU Pertamina yang telah diberlakukan ini bukan berarti salah, tetapi waktunya yang tidak tepat dan terlalu dini. Pemerintah perlu menyiasati lebih jauh tentang pemahaman masyarakat mengenai teknologi dan digitalisasi.
Pemerintah dan berbagai pihak terkait perlu memperhatikan beberapa faktor penting dalam penerapan teknologi, khususnya dalam transaksi digital di sektor Pertamina. Kode QR yang diterapkan di aplikasi MyPertamina untuk pembelian bahan bakar bersubsidi seperti pertalite dan biosolar adalah langkah yang baik dalam meningkatkan efisiensi dan transparansi. Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan tersendiri bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang belum mengenal lebih dalam mengenai digitalisasi.
Salah satu tantangan utama di dalam lingkup masyarakat adalah literasi digital yang belum merata. Dalam mengatasi permasalahan ini, pemerintah dan pihak terkait perlu melakukan edukasi dan sosialisasi kepada lapisan masyarakat untuk dapat memanfaatkan teknologi barcode atau kode QR ini secara optimal.
Dengan demikian, penerapan transaksi digital di SPBU Pertamina melalui kode QR adalah langkah positif menuju digitalisasi, tetapi perlu dilaksanakan dengan memperhatikan secara detail kebutuhan dan kemampuan masyarakat dalam menguasai keterampilan teknologi.
Pemahaman yang merata dan akses yang setara harus menjadi prioritas agar teknologi dapat memberikan manfaat yang maksimal secara menyeluruh. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan Indonesia dapat melangkah maju dalam era digital tanpa ketertinggalan apapun.
Baca Juga
-
Evaluasi Program MBG: Transparansi, Kualitas, dan Keselamatan Anak
-
Ketika Whoosh Bikin Anggaran Bengkak, Kereta Konvensional Jadi Anak Tiri?
-
Antara Amarah dan Harapan: Bagaimana DPR Seharusnya Merespons Demonstrasi?
-
Kereta Api Bebas Rokok: Menjaga Kesehatan atau Mengurangi Kebebasan?
-
Hargai Karya Siswa: Pentingnya Etika Mengelola Konten Digital di Sekolah
Artikel Terkait
-
Surat Terakhir: Aksi Kamisan Jelang Pelantikan Prabowo dan Akhir Jokowi
-
Refleksi Kebijakan Pendidikan di Era Jokowi: Transformasi atau Kontroversi?
-
Surat Terbuka kepada Presiden Prabowo: Tanggung Jawab dan Warisan Era Jokowi
-
Surat Terbuka: Prestasi Hilirisasi Nikel dan Dampak yang Terlupa, Ironis!
-
10 Tahun Kinerja Presiden Jokowi: Catatan Kritis untuk Isu Disabilitas
Kolom
-
Saat Karangan Bunga Bicara: Untaian Doa dan Apresiasi Publik untuk Purbaya
-
Rantai Pasok Makanan Sekolah: Celah Besar Program MBG
-
Di Balik Rindu Rumah: Mengapa Mahasiswa Rantau Sering Alami Homesickness?
-
Fenomena "Salam Interaksi": Mengapa Facebook Pro Diminati Banyak Emak-Emak?
-
Evaluasi Program MBG: Transparansi, Kualitas, dan Keselamatan Anak
Terkini
-
Kepala BNPB Ungkap 54 Santri Pondok Pesantrean Al Khoziny Masih Tertimbun
-
Rahasia Gelap Dunia Hiburan: Soimah Blak-blakan Soal 'Penyakit' Persaingan yang Bikin Stres
-
Gol Dramatis di Ujung Laga! SMKN 3 Bekasi Rebut Kemenangan di Menit Akhir ANC 2025
-
Tak Masuk Dalam Daftar Panggil, Bagaimana Kans Marceng Kembali ke Timnas SEA Games?
-
Persib Bandung, ACL Two dan Kebijakan Pemain Asing Liga Indonesia yang Mulai Beri Dampak Positif