Media sosial telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dengan kehidupan para remaja saat ini. Media sosial menawarkan pemenuhan kebutuhan remaja secara instan dan praktis dalam hal berkomunikasi, mencari validasi, dan mengekspresikan diri. Media sosial bahkan telah menempati ruang bagi para remaja untuk membentuk identitas diri mereka.
Melalui platform-platform media sosial, seperti TikTok, Instagram, YouTube, dan media sosial lain, para remaja dapat dengan mudah membagikan momen-momen yang sedang mereka lalui, mengikuti tren-tren yang sedang ramai, hingga terhubung dengan berbagai komunitas yang sejalan dengan minat mereka. Hal ini tentu saja dapat membantu para remaja untuk dapat terhubung dengan dunia yang lebih luas dan juga menciptakan dukungan sosial yang cukup penting dalam perkembangan sosial dan emosional mereka.
Meski media sosial memiliki perananan positif dalam membentuk pola perilaku remaja, sebagai orang dewasa kita juga patut waspada terhadap dampak negatif yang menyertainya. Rahayu, dkk. (2019) dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Media Sosial terhadap Perilaku Sosial Remaja di Kabupaten Sleman, Yogyakarta menjelaskan bahwa dampak negatif media sosial bisa dalam bentuk terganggunya kegiatan belajar, perubahan perilaku sosial, bahaya kejahatan seperti penipuan, penculikan, prostitusi, pembajakan akun media sosial, serta perubahan dalam pola komunikasi dalam keluarga.
Ketergantungan remaja pada media sosial sudah menjadi rahasia umum, yang belakangan, masalah ini sudah sangat mengganggu perkembangan kognitif, psikomotorik, bahkan afektif para remaja kita. Proporsi waktu yang tidak seimbang antara waktu yang dihabiskan para remaja di dunia nyata dengan dunia maya, telah mengganggu interaksi tatap muka dan komunikasi langsung yang berdampak pada hubungan interpersonal yang buruk, keterampilan public speaking yang menurun, dan keterampilan-keteranpilan sosial lain yang tidak mengalami perkembangan.
Perkembangan media sosial yang kini kian tak terkendali, juga berpengaruh pada pola konsumsi informasi para remaja. Dengan akses yang kian cepat dan mudah, remaja kita dapat dengan mudah terpapar berbagai informasi yang kadang kala informasi tersebut perlu dipertanyakan keakuratannya. Remaja yang tidak memiliki literasi digital yang baik, akan dengan mudah terpengaruh oleh informasi-informasi yang menyimpang bahkan informasi palsu atau hoaks.
Dampak lanjutkan dari hal di atas adalah sangat memungkinkan bagi remaja untuk mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tidak akurat. Ketidakpekaan para remaja untuk mengidentifikasi apakah informasi tersebut valid atau tidak dapat mengarah pada sikap selalu merasa benar dan tidak mengindahkan pendapat dari orang lain. Dalam konteks ini, pendidikan literasi digital menjadi sangat penting untuk membantu remaja lebih bijak dalam bermedia sosial.
Selain itu, meningkatnya konsumsi media sosial juga berbanding lurus dengan meningkatnya fenomena cyberbullying di kalangan remaja kita. Palupi dan Norhabiba (2021) dalam penelitiannya yang berjudul Edukasi Literasi Digital pada Remaja dalam Menangkal Cyberbullying menjelaskan bahwa dari 54 reponden, ditemukan 17 remaja yang menjadi pelaku dan korban cyberbullying. Para remaja dapat berlindung di balik anonimitas saat dengan sadar ataupun tanpa sadar sedang melakukan cyberbullying dengan memberikan komentar-komentar negatif atau menyerang teman lain di media sosial tanpa mempertimbangkan dampaknya. Sedang bagi remaja yang mengalami cyberbullying, mereka menjadi merasa terasing bahkan berdampak pada kondisi psikologis yang akan mempengaruhu kesehatan mental dan emosional mereka bahkan sampai mereka dewasa.
Dalam menghadapi pengaruh media sosial terhadap perilaku remaja, penting bagi orang tua, pendidik, dan masyarakat untuk bekerja sama memberikan bimbingan kepada remaja kita. Pendidikan tentang penggunaan media sosial yang bijak, kemampuan kritis dalam mengevaluasi informasi, pendidikan literasi digital, serta pemahaman akan dampak positif dan negatif dari media sosial harus menjadi bagian dari pendidikan modern. Dengan cara ini, remaja kita dapat memanfaatkan media sosial sebagai alat yang mendukung perkembangan mereka, tanpa terjebak dalam kondisi dan perilaku yang merugikan.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Bahasa Indonesia: Fondasi Penting bagi Siswa untuk Komunikasi Efektif di Era Digital
-
Bahasa Indonesia: Lebih dari Sekadar Mata Pelajaran
-
Menyederhanakan Kebahagiaan: Temukan Kebahagiaanmu dalam Hal-Hal Kecil Ini!
-
Menemukan Keseimbangan: Cara Hidup Lambat di Era Serba Cepat
-
Terjebak di Dunia Digital? Ini Cara Mengurangi Ketergantungan pada Gawai
Artikel Terkait
-
Viral Earbuds Berdarah, Ini Batas Aman Volume untuk Mendengarkan Musik
-
Australia Bikin RUU Larangan Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Jika Dilanggar Dendanya Mencapai Rp500 Miliar
-
Jadi Tren Lagi di Medsos, Apa Itu Independent Women?
-
Media Sosial TikTok: Ancaman atau Hiburan bagi Generasi Muda?
-
Daftar 9 Kelompok Orang Dianjurkan Tak Minum Kopi, Termasuk Penderita Epilepsi hingga Jantung
Kolom
-
Seni Menyampaikan Kehangatan yang Sering Diabaikan Lewat Budaya Titip Salam
-
Indonesia ke Piala Dunia: Mimpi Besar yang Layak Diperjuangkan
-
Wapres Minta Sistem Zonasi Dihapuskan, Apa Tanggapan Masyarakat?
-
Ilusi Uang Cepat: Judi Online dan Realitas yang Menghancurkan
-
Dukungan Jokowi dalam Pilkada Jakarta: Apa yang Bisa Kita Pelajari?
Terkini
-
3 Moisturizer Lokal yang Berbahan Buah Blueberry Ampuh Perkuat Skin Barrier
-
Bangkit dari Keterpurukan Melalui Buku Tumbuh Walaupun Sudah Layu
-
The Grand Duke of the North, Bertemu dengan Duke Ganteng yang Overthinking!
-
5 Manfaat Penting Pijat bagi Kesehatan, Sudah Tahu?
-
Menyantap Pecel Lele Faza, Sambalnya Juara