Scroll untuk membaca artikel
Hayuning Ratri Hapsari | Yayang Nanda Budiman
Video Presiden Prabowo Subianto endorse Ahmad Luthfi dan Taj Yasin. (Foto: bidik layar video)

Kontestasi Pilkada 2024 semakin memanas, terutama di Jawa Tengah (Jateng), setelah Presiden Prabowo Subianto terlibat langsung dalam kampanye calon Gubernur Jateng yang diusung oleh Partai Gerindra, Ahmad Luthfi-Taj Yasin.

Keterlibatan Prabowo dalam kampanye ini memicu perdebatan publik tentang netralitas Presiden dalam Pilkada yang akan berlangsung pada 2024.

Dalam sebuah video yang beredar luas, Presiden Prabowo dengan jelas memberikan dukungannya kepada pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jateng, Ahmad Luthfi dan Taj Yasin.

Dalam video tersebut, Prabowo tampil berdampingan dengan Luthfi dan Yasin, sambil mengajak warga Jateng untuk memilih pasangan nomor urut dua tersebut. 

Luthfi membenarkan bahwa video tersebut dibuat saat ketiganya bertemu, namun tidak menyebutkan tanggal atau lokasi pasti pertemuan itu.

Luthfi juga menegaskan bahwa dukungan yang disampaikan Prabowo adalah dalam kapasitasnya sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, bukan sebagai Presiden.

Video yang diunggah oleh calon gubernur Jateng Ahmad Luthfi ini menampilkan Prabowo yang mendukung pasangan tersebut, menganggap Luthfi-Taj Yasin sebagai tim yang cocok dan mudah untuk bekerja bersama dengan pemerintah pusat.

Meskipun elektabilitas pasangan ini masih tertinggal dibandingkan lawannya, Andika Perkasa-Hendrar Prihadi, banyak pihak yang mengkritik keterlibatan Presiden dalam kampanye ini, karena dianggap melanggar prinsip netralitas yang seharusnya dijaga oleh kepala negara.

Kritik terhadap Netralitas Presiden

Keterlibatan Prabowo dalam kampanye cagub-cawagub Jateng memunculkan kritik tajam, terutama dari kalangan oposisi dan pengamat politik.

Sebagai Presiden, Prabowo seharusnya berada di luar arena politik praktis dan menjaga netralitasnya dalam pilkada, untuk menghindari kesan bahwa pemerintah berpihak pada salah satu kandidat.

Secara etis, seorang kepala negara diharapkan tetap berada dalam posisi netral guna menjaga integritas dan independensi institusi negara, khususnya dalam konteks pilkada yang seharusnya bebas dari intervensi pemerintah.

Meskipun banyak yang menyebutkan bahwa dukungan Prabowo mungkin dipicu oleh elektabilitas Luthfi-Taj Yasin yang lebih rendah, hal tersebut tidak mengubah fakta bahwa keterlibatan Presiden dalam kampanye ini tetap berpotensi mengganggu prinsip dasar demokrasi dan keadilan dalam Pilkada.

Respons Pemerintah, Partai dan KPU

Pihak Istana dan pemerintah memberikan penjelasan mengenai peran Prabowo dalam kampanye Pilkada Jateng.

Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, menyatakan bahwa Prabowo memberikan dukungan kepada Ahmad Luthfi sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, bukan dalam kapasitasnya sebagai Presiden. Menurutnya, adalah hal yang wajar bagi Prabowo untuk mendukung calon yang diusung oleh partainya dalam Pilkada.

Selain itu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Budi Gunawan menegaskan bahwa meskipun Prabowo mendukung Luthfi-Taj Yasin, Presiden tetap menjaga netralitas dalam Pilkada Serentak 2024.

Menurut Budi, dukungan yang diberikan Prabowo tidak mengganggu posisi netralitasnya sebagai Presiden, karena itu adalah bagian dari peran politiknya sebagai ketua partai.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui anggota August Mellaz menegaskan bahwa semua bentuk kampanye, termasuk dukungan Presiden Prabowo kepada calon Gubernur Jateng, sudah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU).

KPU, kata August, memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitas kampanye dan memastikan proses Pilkada berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku, untuk memberikan ruang gerak yang optimal bagi peserta pilkada, partai pengusung, dan pendukung.

Dampak pada Kepercayaan Publik

Meskipun ada pembelaan dari pihak Istana mengenai posisi Prabowo sebagai Ketua Umum Partai Gerindra, banyak pihak yang tetap mempertanyakan netralitas Presiden.

Pengamat politik dan sejumlah tokoh dari kalangan masyarakat mengingatkan bahwa kehadiran Presiden dalam kampanye lokal, apalagi dengan memberikan dukungan terbuka terhadap calon tertentu, dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi Indonesia.

Jika Presiden terlibat aktif dalam politik praktis, hal ini bisa merusak independensi institusi negara dan menciptakan kesan bahwa proses demokrasi tidak adil.

Menjaga jarak antara posisi politik dan jabatan Presiden menjadi sangat penting agar Pilkada dan Pemilu dapat berlangsung dengan fair dan tanpa keberpihakan dari pemerintah pusat.

Keterlibatan Presiden Prabowo Subianto dalam kampanye Cagub Jateng menimbulkan perdebatan besar tentang netralitas kepala negara dalam Pilkada 2024.

Walaupun Prabowo memiliki hak politik untuk mendukung calon dari partainya, banyak pihak yang berpendapat bahwa peranannya sebagai Presiden harus terpisah dari peranannya dalam dunia politik praktis.

Terlebih lagi, meskipun elektabilitas Luthfi-Taj Yasin masih tertinggal, keterlibatan langsung Presiden dalam kampanye ini tetap menjadi sorotan dan dianggap dapat merusak integritas demokrasi.

Tahun politik 2024 akan menjadi ujian berat bagi Presiden Prabowo dalam menjaga independensi dan memastikan proses demokrasi tetap sehat, adil, dan bebas dari politisasi yang dapat merugikan rakyat.

Sebagai Presiden, langkah bijak Prabowo adalah memberi penegasan mengenai posisinya dalam Pilkada Jateng, serta memastikan bahwa pemerintah tetap berada dalam posisi netral dan mendukung terciptanya Pilkada yang demokratis dan transparan.

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Yayang Nanda Budiman