Dewasa ini, sering kita dapati berita-berita tentang mahalnya biaya pendidikan di tanah air. Baik SPP-nya, UKT-nya, bahkan hingga biaya seragam dan belum anggaran sehari-hari untuk buku, alat tulis, dan perangkat yang mendukung pendidikan. Yang mana ini cukup membebani rakyat sih.
Padahal, anggaran pendidikan di tanah air setiap tahun selalu naik. Bayangkan saja, dari tahun 2009-2024 anggaran pendidikan sudah mencapai Rp6.400 triliun lho! Itu kalau dipakai beli es cendol pasti sudah tenggelam kita.
Namun sayangnya, beberapa orang justru menggunakan istilah Jer Basuki Mawa Beya guna menyikapi fakta ini. Seolah memang, begitulah adanya. Seakan kita tidak memiliki pilihan lain selain percaya dan menjalankannya.
Lalu, Jer Basuki Mawa Beya itu apa sih?
Jer Basuki Mawa Beya adalah suatu peribahasa Jawa, yang menurut Pepak Basa Jawa berarti kabeh gegayuhan mbutuhake wragad, atau kalau diterjemahkan menjadi semua keinginan/angan-angan membutuhkan biaya.
Sayangnya, kalimat ini kerap dijadikan pembungkam supaya orang diam, dan tidak mempertanyakan fakta menyakitkan ini lagi. Seperti pengalaman pribadi saya ketika bertanya: mengapa harus ada uang SPP setiap bulan?
Dan salah satu guru menjawab: lho, kita kan Jer Basuki Mawa Beya.
Jujur, itu agak mak nyes di hati. Namun setelahnya, guru itu justru menjelaskan bahwa beginilah faktanya. Maka, kita harus sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu supaya sepadan dengan biaya yang kita keluarkan.
Walau sayangnya, setelah menempuh sekian waktu, biaya, dan tenaga demi pendidikan, kita masih harus ditantang dunia untuk mencari pekerjaan. Stres? Sudah pasti!
Tetapi pada praktiknya sehari-hari, Jer Basuki Mawa Beya bukan hanya seputar biaya pendidikan, peribahasa ini juga kerap dilontarkan kepada kawan yang hobi pinjam barang, terus nggak dikembalikan. Walau berupa pulpen, penghapus, atau penggaris, tapi kan kita beli pakai anggaran pribadi!
Di sinilah Jer Basuki Mawa Beya patut dilontarkan, sebab segala keinginan membutuhkan biaya. Dan karena peribahasanya bukan Jer Basuki Mawa Nyilih, alias meminjam ya.
Namun, menurut kalian, sudah selaraskah fenomena biaya pendidikan yang mahal dengan peribahasa tadi?
Kalau menurutku agak keterlaluan sih!
Baca Juga
-
Manhwa I Became A Tyrant's Chambermaid: Lika-Liku Komedi Bareng Putra Mahkota
-
The Perks of Being A Villainess: Manhwa Romcom, Art Dewa, Para MC Mempesona
-
Menguak Makna 'Maharatu' dalam Film Pabrik Gula, Selalu Perempuan Kah?
-
As You Wish, Prince: Manhwa dengan Alur Ringan, Art Lumayan, Tapi Penuh Plot Hole
-
Lovesomnia: Manhwa Romcom, Alur Ringan, Art Kece, dan Penderita Insomnia
Artikel Terkait
-
Makna 'Asu' dalam Percakapan Sehari-hari, Umpatan atau Pengetahuan?
-
Riwayat Pendidikan Effendi Gazali, Berani Sentil PSSI Federasi 'All' Out Pasca Copot STY Pelatih Timnas
-
Adu Pendidikan Selvi Ananda dan Gibran, Gaya Pidatonya Dibandingkan-bandingkan
-
Ulasan Buku Literasi Media dalam Bahasa dan Sastra, Penting bagi Pendidikan
-
Apa Pendidikan Bung Towel? Pengamat Paling Keras Kritik Shin Tae-yong hingga Berakhir Pemecatan
Kolom
-
Pancasila di Ujung Jari: Refleksi Hari Lahir 1 Juni di Era Digital
-
PHK Tanpa Akhir, Buah dari Transformasi Zaman?
-
Program 3 Juta Rumah: Solusi atau Beban Baru Rp14,4 Triliun per Tahun?
-
Menimbang Peran Artificial Intelligence dalam Kontestasi Pemilu Masa Depan
-
Penerapan Pancasila: Menjawab Tantangan Bangsa di Tengah Era Digital
Terkini
-
5 Anime Isekai Terbalik Wajib Ditonton, Terbaru Nihon e Youkoso Elf-san
-
Review Film 100 Yards: Konflik Dua Murid, dan Seratus Yard Kehormatan
-
5 Karakter Terkuat One Piece yang Tidak Pernah Terlihat Bertarung, Siapa?
-
AFF Cup U-23: Bisa Jadi Ajang Pemanasan Timnas Indonesia Jelang Kualifikasi Piala Asia U-23
-
GEF SGP Gandeng Universitas Ghent untuk Bangun Indonesia Berkelanjutan