Dinamika politik Indonesia masih bergejolak setelah dua partai besar, NasDem dan PAN, secara resmi menonaktifkan sejumlah kader mereka dari kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Nama-nama populer seperti Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, hingga Uya Kuya kini resmi dinonaktifkan dari keanggotaan fraksi masing-masing.
Keputusan yang terbilang mendadak ini sontak menjadi sorotan publik, baik karena alasan penonaktifan maupun dampaknya terhadap citra partai dan representasi rakyat di parlemen. Ini juga dapat menyebabkan permasalahan baru bagi dunia partai yang membelakangi mereka.
Latar Belakang Penonaktifan Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach
Keputusan pertama datang dari Partai NasDem. Ketua Umum NasDem, Surya Paloh, bersama Sekretaris Jenderal Hermawi F. Taslim, merilis siaran pers resmi yang menyatakan bahwa Ahmad Sahroni dan Nafa Urbach secara resmi dinonaktifkan dari Fraksi NasDem di DPR.
Langkah ini berlaku efektif sejak Senin (1/9/2025) hari ini, dan disebut sebagai respons atas pernyataan-pernyataan mereka yang dinilai telah melukai perasaan rakyat. Di sisi lain, hal ini juga menjadi peredam bagi amarah rakyat atas sikap yang ditunjukan oleh mereka yang dinilai tak pantas menjadi wakil dari suara rakyat.
Ahmad Sahroni, yang sebelum akhirnya dinonaktifkan. Ia sempat menjadi sorotan setelah kediamannya digeruduk massa dalam sebuah aksi protes berkepanjangan.
Kritik pedas yang ia lontarkan terhadap demonstrasi dan suara rakyat dianggap tidak selaras dengan semangat perjuangan NasDem.
Sementara itu, Nafa Urbach, yang dikenal sebagai artis sebelum terjun ke dunia politik, juga tersandung polemik setelah komentarnya mengenai tunjangan DPR viral di publik.
Pernyataannya tentang kemacetan jalan yang ia alami dari balik kendaraan mewahnya dinilai tidak sensitif terhadap kondisi rakyat kebanyakan, terutama di tengah situasi sosial-ekonomi yang penuh tantangan.
Dalam siaran persnya, Surya Paloh menegaskan bahwa aspirasi masyarakat tetap menjadi fondasi utama perjuangan partai. Ia juga menyampaikan belasungkawa yang mendalam atas jatuhnya korban jiwa dalam demonstrasi, menekankan bahwa suara rakyat tidak boleh dianggap sepele oleh siapa pun, apalagi wakilnya di parlemen.
Eko Patrio dan Uya Kuya Ikut Dinonaktifkan PAN
Tak berselang lama, giliran Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengumumkan langkah serupa. DPP PAN resmi menonaktifkan dua figur publik sekaligus politisi mereka yakni Eko Patrio dan Uya Kuya.
Kedua nama ini sebelumnya kerap mencuri perhatian publik, bukan hanya karena kiprah mereka di industri hiburan, tetapi juga karena gaya komunikasi mereka yang blak-blakan di parlemen.
Dalam siaran pers resmi yang dikeluarkan, PAN menyebut keputusan ini sebagai langkah mencermati perkembangan politik terkini.
Penonaktifan berlaku efektif sejak 1 September 2025. DPP PAN juga meminta masyarakat tetap tenang dan memberikan kepercayaan penuh kepada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk menyelesaikan persoalan nasional dengan tepat dan tetap berpihak kepada rakyat.
Pernyataan itu sekaligus menjadi bentuk permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia. PAN menegaskan bahwa partai harus kembali menata langkah perjuangan politiknya demi masa depan bangsa.
Dampak Politik dan Persepsi Publik Terhadap Kader DPR
Ada beberapa dampak yang terjadi pasca pernyataan resmi dari partai-partai besar yang secara tiba-tiba langsung menonaktifkan kader ternamanya. Berikut ini adalah dampak yang dialami oleh politik dan respon persepsi publik terhadap mereka, yakni:
Pertama, hal ini mencerminkan adanya sensitivitas tinggi dari partai terhadap persepsi publik. Di tengah situasi sosial-politik yang penuh gejolak, suara rakyat sangat mudah menyulut gelombang protes besar. Pernyataan yang dinilai tidak berpihak pada rakyat bisa dengan cepat berbalik menjadi bumerang politik.
Kedua, keputusan ini juga menunjukkan bagaimana partai ingin menegaskan garis ideologi dan citra mereka. Dengan menonaktifkan kader yang dianggap "menyimpang", NasDem dan PAN berusaha mengirim pesan kepada masyarakat bahwa mereka tetap berpihak kepada aspirasi rakyat, meskipun harus mengorbankan tokoh-tokoh populer.
Ketiga, kasus ini memberi sinyal bagi semua politisi, terutama figur publik yang terjun ke dunia politik, bahwa popularitas semata tidak cukup untuk mempertahankan posisi di parlemen. Dibutuhkan sensitivitas sosial, empati, serta kemampuan menjaga komunikasi publik yang selaras dengan realitas rakyat.
Melihat kejadian dan dampak yang terjadi saat ini, partai politik di Indonesia harus menghadapi tantangan besar dalam membangun kepercayaan rakyat. Kasus Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, dan Uya Kuya menjadi pelajaran berharga bahwa representasi politik tidak bisa dianggap remeh. Rakyat semakin kritis, dan era digital membuat setiap pernyataan publik bisa dengan cepat viral, lalu berujung pada krisis politik.
Ke depan, partai politik harus lebih selektif lagi dalam merekrut kader, khususnya dari kalangan artis atau figur publik. Popularitas memang penting untuk mendulang suara, namun kapabilitas, kedewasaan berpolitik, serta empati sosial jauh lebih krusial untuk menjaga kepercayaan rakyat.
Karena pada akhirnya wakil rakyat harus benar-benar menjalankan fungsi dan tugas utamanya seperti memperjuangkan suara rakyat, bukan sekadar menjaga citra pribadi atau kepentingan politik sesaat. Sementara itu, bagi partai politik, kepercayaan publik adalah modal terbesar yang harus dijaga dengan segenap konsistensi.
Baca Juga
-
Viral Kasus Tumbler Tuku: Benarkah Ini Gara-Gara Tren Hydration Culture?
-
Bahasa Rahasia Musik: Bagaimana Beat Mengatur Fokus dan Kreativitas
-
Refleksi Hari Guru Nasional, Fakta dan Harapan Para Pendidik Bangsa
-
Review Drama Dear X: Kisah Manipulatif Kim Yoo Jung yang Menguras Emosi
-
Pendidikan Inklusi atau Ilusi, Realita Pahit dan Harapan Besar Bangsa
Artikel Terkait
-
Riwayat Pendidikan Sahroni: Ijazahnya Viral usai Rumah Dijarah, Nilai Rata-Rata 6,8 Disorot
-
Ahmad Sahroni dan Istri Disebut Pergi Umrah Usai Rumah Dijarah Massa
-
Kini Banyak Dicari, Febby Belinda Istri Ahmad Sahroni yang Selalu di Balik Layar
-
Rumah Eko Patrio dan Uya Kuya Digeruduk, Kekayaan Fantastis Terbongkar hingga Minta Maaf
-
Daftar Anggota DPR yang Dinonaktifkan, Mulai Artis dan Politisi Terkenal
Kolom
-
Memutus Rantai Perundungan di Sekolah Melalui Literasi Hukum Sejak Dini
-
Ketika Bencana Menjadi Keseharian: Ironi Nyata dari Ujung Pesisir
-
Gentong yang Ingin Gantung Diri
-
Saat Laut Menyimpan Napas Terakhir: Kisah Ketangguhan dari Karimunjawa
-
Sisi Gelap Bullying dalam Pertemanan: Ngaku Bercanda dan Dilarang Baper
Terkini
-
Teuku Ryan Dirumorkan Punya Kekasih Baru, Perubahan Selera Disorot Netizen
-
Bukan Hanya Cheetah, Ini 7 Hewan dengan Kecepatan Ekstrem
-
Uang Endorse Raib oleh Karyawan, Keluarga Ungkap Sikap Fuji: Terlalu Baik
-
Rayakan Dua Dekade JAFF, Manifesto Arsip Film Menggema di Malam Pembuka
-
Dara Arafah Resmi Menikah di Madinah, Keanu Angelo Ngaku Tidak Diundang?