Hayuning Ratri Hapsari | Rizky Pratama Riyanto
Ilustrasi Kereta Cepat Whoosh (Unsplash/usiswantoro)
Rizky Pratama Riyanto

Whoosh menjadikan Indonesia dinobatkan sebagai negara pertama yang memiliki kereta api cepat di wilayah Asia Tenggara. Walaupun ini merupakan suatu pencapaian membanggakan, pembangunan Kereta Cepat Jakarta - Bandung (KCJB) masih cukup memprihatinkan karena anggaran dikabarkan membengkak. 

Awalnya, pemerintah sangat bersikeras membangun Kereta Cepat Whoosh untuk menciptakan solusi dalam menangani kemacetan yang terjadi di perjalanan darat dari Jakarta - Bandung dan sebaliknya. Namun, setelah dibangun tentu masih ada utang yang harus dibayarkan dan saat ini malahan menjadi petaka bagi PT KAI.

Jika dibandingkan berdasarkan dari waktu tempuh memang Whoosh jadi juaranya, jelas karena kereta cepat. Tetapi, banyak efek negatif yang berdampak pada negara. Salah satunya yang sedang dibicarakan saat ini tentang utang bertambah besar.

Sedangkan kereta api konvensional dari segi waktu mungkin agak lama, tetapi konektivitas terjaga antara stasiun di kota kecil dan kota besar saling melengkapi.

Meskipun Whoosh bisa dianggap sebagai simbol modernisasi, ketimpangan layanan masih sering kali terjadi. Akibatnya, kota-kota di beberapa pulau luar Jawa belum bisa merasakan moda transportasi kereta api. 

Contoh peminat kereta api konvensional yang ramai di luar Pulau Jawa berada di Stasiun Tanjung Karang menuju ke Stasiun Kertapati. Nama kereta api itu adalah Rajabasa, kereta ini menjadi salah satu yang paling diminati oleh masyarakat untuk menempuh perjalanan dari Lampung ke Palembang. 

Rencana perpanjangan rute Whoosh dari Jakarta ke Surabaya yang mulai dibangun pada tahun 2029, saat ini seperti khayalan belaka.

Rute KRL yang awalnya direncanakan akan diperpanjang ke Stasiun Karawang pun dibatalkan karena masalah anggaran. Hal tersebut terjadi karena PT Kereta Api Indonesia harus menanggung sebagian besar utang proyek kereta cepat.

Sebaliknya, jika pemerintah tidak jadi membangun kereta cepat, tentu keuangan tidak akan membengkak. Hanya saja, Indonesia akan tetap bergantung pada transportasi kereta api konvensional.

Oleh sebab itu, keduanya memiliki dampak positif dan negatif masing-masing asalkan pemerintah bisa menyeimbangi efek yang dialami agar tidak memperparah keadaan, hal ini bisa dilakukan dengan mengelola anggaran dan menilai efektivitas.

Kemudian, pembangunan kereta cepat juga terkesan Jawa sentris. Padahal pemerintah menginginkan infrastruktur merata di Indonesia, sehingga tidak berpusat hanya di Pulau Jawa.

Namun, proyek ini seakan-akan fokus pada satu wilayah yang membuat daerah lain terabaikan. Ini justru menjadi PR bagi pemerintah bahwa hingga sekarang transportasi yang terintegrasi hanya ada di Pulau Jawa, khususnya di Jakarta. 

Jika dibandingkan dengan negara lain, pembangunan kereta cepat di Indonesia masih terbilang baru. Negara seperti Jepang atau Tiongkok sukses dengan moda ini karena memiliki jumlah penumpang yang sangat besar dan jalur antarkota yang lebih padat.

Indonesia harus belajar dari pengalaman tersebut agar proyek serupa tidak berhenti sebagai simbol modernisasi semata, melainkan benar-benar memberi manfaat nyata bagi masyarakat luas.

Oleh karena itu, pemerintah perlu meninjau ulang arah kebijakan transportasi nasional dengan lebih seimbang. Jangan sampai pembangunan kereta cepat hanya menjadi proyek ambisius pemerintah tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat luas yang masih bergantung pada kereta konvensional dengan tarif terjangkau.

Peningkatan kualitas layanan kereta konvensional, perluasan jalur ke wilayah luar Jawa, serta integrasi dengan moda transportasi lain harus menjadi prioritas agar manfaat pembangunan benar-benar dirasakan secara merata.

Dengan manajemen anggaran yang tepat, transparansi pendanaan, dan strategi jangka panjang yang jelas, kereta cepat bukan hanya akan menjadi kebanggaan, melainkan juga solusi nyata dalam menjawab tantangan mobilitas di Indonesia.

Pada akhirnya, transportasi publik yang merata adalah kunci untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan dan inklusif bagi seluruh rakyat.