Mengurangi angka stunting pada anak-anak merupakan salah satu tujuan dari adanya Program Makan Bergizi Gratis yang dilakukan oleh pemerintah saat ini. Program tersebut juga membantu untuk membuka lapangan pekerjaan bagi orang-orang yang masih menganggur.
Meski begitu, niat mulia pemerintah masih menuai dampak negatif berdasarkan pelaksanaan dan teknis. Contohnya adalah dari aspek anggaran, target sasaran, kualitas gizi dan makanan, proses distribusi, pemerataan, pengawasan, dan hingga transparansi.
Berbagai aspek tersebut masih menjadi permasalahan hingga pembicaraan di tengah masyarakat. Terutama masalah keracunan yang terjadi pada siswa setelah mengonsumsi MBG memunculkan banyak kekhawatiran, khususnya pada orang tua.
Setelah diidentifikasi lebih jauh ternyata pada makanan yang dikonsumsi terdapat sejumlah bakteri dan jamur, sehingga siswa terindikasi keracunan. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera mengevaluasi dan menindak tegas seluruh jajaran pihak yang mengurusi proses pembuatan sampai penyaluran Makan Bergizi Gratis ini secara cepat tanpa menunggu waktu.
Peristiwa yang terjadi tidak perlu dilihat melalui statistik untuk menilai banyak atau sedikitnya yang terindikasi. Melainkan jika ada satu siswa terindikasi keracunan dengan sebab yang jelas karena Makan Bergizi Gratis, maka pemerintah seharusnya bergerak cepat dan memeriksa setiap dapur MBG di beragam daerah.
Dari aspek anggaran pun MBG bermasalah, penyerapan anggaran yang dilakukan belum maksimal. Beredar pula informasi di mana pengelola dapur mendapatkan uang sejumlah Rp6.500, padahal MBG sudah dianggarkan Rp10.000 per porsi.
Dengan demikian, Badan Gizi Nasional sebaiknya dapat menerapkan sistem yang transparan ketika diketahui mengelola keuangan MBG, langkah ini dilakukan agar tidak menimbulkan kecurigaan. Kendatipun begitu, Menteri Keuangan harus senantiasa melakukan pemeriksaan anggaran yang sudah terpakai dan sebaliknya.
Selanjutnya, sasaran penerima program Makan Bergizi Gratis kerap menimbulkan perdebatan. Sebagian pihak menilai ada masalah karena penerima MBG juga mencakup sekolah-sekolah yang tergolong mampu.
Namun, sejak awal peluncuran MBG, pemerintah telah menegaskan bahwa sasaran penerima MBG meliputi siswa-siswi dari tingkat PAUD hingga SMA/SMK, serta ibu hamil dan menyusui. Oleh karena itu, jika program ini juga menjangkau sekolah-sekolah yang dianggap berada, hal tersebut merupakan bagian dari kebijakan yang memang sudah ditetapkan.
Kemudian, masalah berikutnya ada pada kualitas gizi dan makanan yang diberikan. Ditemukan ada beberapa makanan basi yang diakibatkan oleh dua faktor, yaitu pertumbuhan bakteri atau terkontaminasi oleh sesuatu selama dalam proses pembuatan Makan Bergizi Gratis.
Menu MBG yang diperoleh memberikan manfaat begitu beragam, tetapi tetap harus diingat bahwa pemerintah harus menjamin kebersihan melalui sanitasi makanan dan pemeriksaan berkelanjutan. Pastikan tidak ada lagi yang mengidap penyakit atau terindikasi keracunan.
Adanya masalah dari berbagai aspek, masyarakat mendesak untuk Makan Bergizi Gratis dihentikan. Salah satunya yang paling fatal yaitu banyak siswa yang keracunan setelah mengonsumsi MBG. Kekhawatiran orang tua pun memuncak, apalagi efek dari keracunan makanan dapat merenggut nyawa.
Oleh sebab itu, untuk saat ini diimbau kepada seluruh konsumen MBG diharapkan dapat memeriksa terlebih dahulu makanan yang akan dicicipi agar tidak menjadi suatu petaka setelahnya. Lantas, pemerintah juga sudah seyogianya menindaklanjuti proses MBG yang berjalan hari-hari ini agar tidak menimpa korban baru.
Selain itu, pengawasan yang ketat terhadap pihak penyedia makanan harus makin diperkuat, baik dari segi kebersihan, kualitas bahan, hingga distribusi yang sesuai. Hal ini penting agar program yang sejatinya bertujuan mulia tidak justru menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Dengan adanya keterlibatan aktif dari pemerintah, penyedia makanan, maupun masyarakat, diharapkan MBG dapat berjalan sesuai harapan serta memberikan manfaat nyata bagi kesehatan generasi penerus bangsa.
Baca Juga
-
Ketika Whoosh Bikin Anggaran Bengkak, Kereta Konvensional Jadi Anak Tiri?
-
Antara Amarah dan Harapan: Bagaimana DPR Seharusnya Merespons Demonstrasi?
-
Kereta Api Bebas Rokok: Menjaga Kesehatan atau Mengurangi Kebebasan?
-
Hargai Karya Siswa: Pentingnya Etika Mengelola Konten Digital di Sekolah
-
Fotografer Belum Bisa Buat Video, Tapi Videografer Jago Motret: Mengapa?
Artikel Terkait
-
Krisis Keracunan MBG, Ahli Gizi Ungkap 'Cacat Fatal' di Dalam Struktur BGN
-
Bumerang buat Prabowo? Legislator NasDem Usul Diksi 'Gratis' dalam MBG Dihapus: Konotasinya Negatif!
-
Elitnya Biaya Sekolah di SDIT Al Izzah, Orang Tua Murid Tolak MBG Karena Sudah Bayar Mahal
-
Cecar Kepala BGN di Rapat Soal MBG, Legislator PDIP: Tugas Kami Memang Menggonggong
-
Akhirnya Terungkap! Menkes Budi Gunadi Beberkan 3 Penyebab Utama di Balik Krisis Keracunan MBG
Kolom
-
Good Intention, Bad Impact: Saat Kasih Sayang Orang Tua Justru Menyakitkan
-
Jumlah Pengangguran Tinggi, Benarkah Gen Z Cenderung Pilih-Pilih Pekerjaan?
-
Strategi Karier ala Gen Z: Portfolio Karier atau Sinyal Tidak Komit?
-
Dia Bukan Ibu: Ketika Komunikasi Keluarga Jadi Horror
-
Gaji Pencuci Tray MBG Jadi Sorotan, Netizen Bandingkan dengan Guru Honorer
Terkini
-
Sempat Tuding Indonesia, Siapa yang Laporkan Skandal Naturalisasi Pemain Malaysia ke FIFA?
-
Smartwatch Selamatkan Nyawa: Kisah Pasien yang 'Diperintah' Jam Pintar untuk Periksa ke Dokter
-
Sambut Album Baru, Louis Tomlinson Rilis Single Terbaru Bertajuk 'Lemonade'
-
Babak Baru Siap Dimulai, Intip PV Resmi Anime Hell's Paradise Season 2
-
4 Mix and Match OOTD Street Style ala Ryu Da In,Simpel tapi Fashionable!