Katanya, hujan itu membawa kenangan. Entah kenangan manis maupun ingatan mellow serupa langit gloomy diluar sana. Kalau buatku, hujan adalah terapi low budget untuk kembali bertempur dalam gemerlap dunia.
Sebab, bagiku turunnya hujan adalah momentum dimana kenangan manis dan ingatan buruk bertemu, dan berpadu dalam wangi petrikor dan alunan rintik air, yang setidaknya membawa ketenangan.
Menghadirkan Belantara Aroma
Menurut KBBI, petrikor adalah aroma yang keluar saat hujan membasahi tanah kering. Hal ini lazimnya terjadi pada awal musim penghujan setelah musim kemarau selesai.
Namun, petrikor rupanya nggak hanya sesimpel aroma tanah basah saja. Kalau melansir dari laman CNY Central, aroma ini dihasilkan oleh tiga perpaduan aktivitas alamiah, yaitu:
- Aktivitas bakteri tanah saat memproduksi spora menghasilkan geosmin, yang menyumbang aroma tanah basah ketika terkena air hujan,
- Aktivitas tumbuh-tumbuhan yang memproduksi selama musim kemarau, kemudian senyawa minyak tersebut terlepas ke udara begitu kena hujan,
- Aktivitas petir yang memecah molekul-molekul oksigen menjadi atom-atom individual, kemudian bergabung dengan molekul oksigen lain untuk menghasilkan ozon, dan menguarkan aroma segar.
Boleh dikata, petrikor adalah aroma magis alam, yang berisi banyak senyawa alamiah yang datang bersama hujan.
Healing Buat Manusia yang Sedang Pening
Buat kaum introvert plus mendang-mending macam aku, dibanding healing main ke tempat wisata atau pusat-pusat perbelanjaan, mendingan pilih healing low budget pakai aroma petrikor.
Studi bilang, aroma petrikor mampu meredakan stres dan memberi ketenangan pada manusia. Hal ini dipicu oleh adanya sinyal bahwa masih ada kehidupan, dan sumber daya yang menghidupkan yakni air, dan kemungkinan tanaman penghasil pangan tetap tumbuh subur. Begitu pemaparan CNY Central.
Kalau buatku pribadi, aroma khas tanah basah dari petrikor terasa nyaman banget di indra penciuman, dan otak berasa fresh sejenak dari penatnya duniawi. Diiringi dengan rintik-rintik hujan, dan semilir angin pembawa petrikor, serta diimbangi dengan secangkir kopi hitam dengan uap mengepul. Beuh, ada sensasi tenang, senang, dan merinding bercampur jadi satu. Sangat cocok untuk kewarasan jiwa saya yang kadang ngumpet entah dimana.
Atau paling tidak, masih ada harapan bisa bangkit setelah cobaan bertubi-tubi, haha.
The Real Membawa Kenangan Lama
Balik ke bahasan pertama tentang hujan yang membawa kenangan. Aku nggak tahu apakah ini relate dengan kawan-kawan sekalian, tapi hal ini relate denganku.
Banyak memoriku tentang hujan, entah mandi hujan bersama adik, kawan-kawan, sampai ngambek dengan ibu gara-gara diminta udahan karena sudah mau maghrib, padahal lagi seru-serunya.
Atau drama sekolah tentang hujan. Ada yang ngaku berteduh dulu padahal memang kesiangan. Ada juga kisah dari salah satu kawan SMA yang tinggal dekat Gunung Kelud, yang harus menunggu air surut karena ketika hujan deras, maka jalanan berubah jadi sungai. Sedangkan jalan itu adalah satu-satunya.
Atau ingatan pada atap genting tanah liat rumah yang beberapa tahun lalu ambruk dimakan usia, haha. Setiap kali memasuki awal musim hujan, maka aroma petrikor bakal ikut menguar dari sana, dan kadang bisa cukup lama. Berpadu dengan aroma ‘usia’, menyajikan masa kecil yang full jatuh cinta pada petrikor. Alhamdulillah, setelah atap ambruk, kini diganti dengan atap asbes.
Mata Menganak Sungai Ketika Ingatan Kelam Hadir
Hujan memang paling nikmat mengenang memori manis atau pengalaman-pengalaman lucu. Namun, kadang yang 'sakit-sakit' juga hadir tanpa disengaja. Alhasil, meneteslah air mata dengan derasnya.
Seperti fitnah yang ditujukan pada ibuku, yang membuatnya diusir oleh ayah kandungnya sendiri akibat mulut rombeng salah satu sepupunya. Alhasil, ibuku menangis dalam diam sepanjang perjalanan kami hijrah, pada tahun 2004 silam.
Dan hal itu kusaksikan pada usia 4 tahun, yang mana meninggalkan luka membekas dan membuatku membenci kakek hingga akhir hayatnya. Pun demikian pada sepupu ibu yang akhirnya meninggal setelah bertahun-tahun sakit keras.
Meski ayah dan ibu selalu menghiburku, bahkan dengan lembut mengajarkan bahwa balas dendam terbaik adalah memaafkan, ternyata aku belum mampu. Walau sebisa mungkin, aku memendam kenangan pahit itu, dan berusaha menghentikannya ketika dia hadir dalam gema hujan dan wangi petrikor.
After all, hujan buatku memang sesuatu. Dia bisa menghadirkan rasa tenang, rasa rindu, kenangan manis, dan juga kenangan kelam dalam aroma tanah basah. Kalau kawan-kawan sekalian, ada kenangan spesial nggak nih tentang hujan?
Baca Juga
-
Review Air Mata Terakhir Bunda: Magenta yang Bikin Mata Menganak Sungai!
-
Banda Neira 'Langit & Laut': Melankolis Manis yang Mengusik Memori Lama
-
Ulasan Novel Eavesdrop: Ketika Sahabatmu adalah Teroris Berbahaya!
-
Bullying, Kasta Sosial, dan Anak Oknum dalam Manhwa Marked By King BS
-
Pecah! Begini Keseruan Manhwa All I Want is A Dream Home Yang Amboi Banget!
Artikel Terkait
-
Curah Hujan Ekstrem Picu Banjir dan Longsor di Sumatera, BMKG Sebut Siklon Tropis Jadi Ancaman Baru
-
BMKG Waspadai Bibit Siklon, Ancaman Curah Hujan Tinggi dan Bencana Hidrometeorologi hingga Februari
-
5 Ban Motor Anti Licin Favorit yang Jadi Penyelamat di Musim Hujan
-
Cyberbullying: Kenapa Dampaknya Nyata dan Bagaimana Kita Menghadapinya
-
Merawat Ruang Digital dari Praktik Bullying yang Mengakar di Kolom Komentar
Kolom
-
Merawat Ruang Digital dari Praktik Bullying yang Mengakar di Kolom Komentar
-
Cyberbullying: Kenapa Dampaknya Nyata dan Bagaimana Kita Menghadapinya
-
Nasib Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam Cengkeraman Ekskavator
-
442 Nyawa Melayang: Masalahnya di Cuaca atau Sistem yang Gagal?
-
Efek Domino Bullying di Sekolah: Prestasi Turun hingga Trauma Jangka Panjang
Terkini
-
5 Sepatu Lari Nuansa Merah dengan Desain Trendy ala Anak Muda
-
Kurang dari Seminggu, 3 Hal Tentang Ujian JLPT Ini Perlu Kamu Ketahui!
-
Ulasan Novel Izinkan Aku Mencintaimu: Menemukan Cinta Sejati dan Jati Diri
-
Review Anime Yuru Camp Season 3, Menjelajah Destinasi Baru
-
Bukan Soal Pakaian Mahal, Profesionalisme Dimulai dari 10 Kebiasaan Ini