Scroll untuk membaca artikel
Ayu Nabila | Wahyu Astungkara
Ilustrasi pasangan (Freepik/rawpixel.com)

Sebagaimana diketahui, bahwa poligini adalah praktik pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki memiliki lebih dari satu istri. Namun, meskipun hal ini diizinkan dalam beberapa budaya dan terkadang ada "pembenaran" oleh interpretasi ajaran agama, poligini ternyata memiliki dampak psikologis pada anak. Tulisan ini ingin membahas lima dampak psikologis yang mungkin dialami anak-anak korban poligini berdasarkan Jurnal Psikologi yang ditulis oleh R. Anjarwati. Psikologis Anak dalam Poligami: Tinjauan Psikologi Sosial.

1. Rasa Takut dan Khawatir 

Anak-anak dalam keluarga poligini seringkali hidup dengan rasa takut dan penuh kekhawatiran. Anak korban poligini sangat rentan memperoleh keadilan dalam pengalokasian waktu dan perhatian dari orang tua mereka. Ketidakpastian mengenai hubungan anak dengan orang tua, perasaan cemburu dan rasa takut akan kehilangan orang tua juga bisa menyebabkan kecemasan pada anak.

2. Cenderung Minder

Kehadiran istri kedua, ketiga atau keempat dalam suatu keluarga tentu saja dapat memengaruhi harga diri anak-anak. Mereka bisa jadi merasa tidak dicintai dengan sepenuh hati oleh orang tuanya. Perasaan rendah diri ini dapat mengganggu perkembangan sosial dan emosional anak, serta merusak citra diri mereka di masa depan.

BACA JUGA: Punya Dendam, Ini 3 Zodiak yang Tidak Mudah Memaafkan Kesalahan Orang Lain

3. Rentan Konflik

Anak-anak dalam keluarga poligini seringkali menghadapi konflik yang rumit. Mereka mungkin merasa sulit menentukan peran dan tempat mereka dalam keluarga yang rumit ini. Dalam beberapa kasus, anak-anak dapat merasa terpecah antara keluarga inti dan keluarga yang lebih besar, yang dapat menyebabkan kebingungan dan kesulitan mengembangkan identitas mereka sendiri.

4. Beririko Mental illnes 

Ketidakstabilan emosional disinyalir dapat terjadi pada anak korban poligini. Mereka rentan mengalami depresi, kecemasan, dan perasaan tidak aman. Kehadiran persaingan dan ketidakpastian dalam lingkungan keluarga mereka akan mengganggu kesehatan mental dan emosional anak.

5. Gangguan Pengasuhan

Suami yang memiliki lebih dari satu istri,  interaksi antara orang tua dan anak acap kali terpengaruh. Poligini tentu akan membagi perhatian dan waktu orang tua, sehingga mengurangi kesempatan membina hubungan yang kuat, setara dengan keluarga. Selain itu, sangat mungkin akan merasa kesepian dan terabaikan, yang bisa berdampak negatif pada kualitas hubungan dan pengasuhannya.

Melihat dampak poligini ternyata tidak bisa dianggap remeh, mengingat salah satu tujuan berumah tangga adalah menjadi keluarga yang penuh cinta, saling mendukung, saling memahami dan terhindar dari segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga. Jika poligini ternyata memiliki dampak negatif, mengapa tidak monogami saja? Bukankah hal ini telah mengurangi satu risiko?

Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS

Wahyu Astungkara