Kalau kamu sering scroll TikTok belakangan ini, pasti pernah lihat video-video dengan format begini: dua orang lagi ngobrol, biasanya konteksnya PDKT atau lagi deket-deketan. Tapi percakapan mereka malah ngungkapin perbedaan gaya hidup yang… yah, jauh banget.
Contoh simpelnya gini:
Cewek: "Kok hujan sih?"
Cowok: "Itu bukan hujan, itu kipas angin ceiling fan..."
Lalu ada backsound lagu "Just a Friend to You" dari Meghan Trainor yang bikin suasananya ironis tapi tetap lucu.
Nah, tren ini dikenal sebagai “kesenjangan sosial”. Istilahnya, dua orang dari “dunia yang berbeda” saling mencoba nyambung, tapi yang keluar malah momen-momen awkward yang memperlihatkan perbedaan status ekonomi mereka.
Walaupun tujuannya buat hiburan, konten-konten ini ternyata menyentil banyak orang—karena ya… relate banget.
Alasan utama kenapa tren ini viral: karena komedinya bukan cuma dari punchline, tapi dari kenyataan hidup yang disampaikan secara ringan. Humor jenis ini sering jadi favorit karena ngasih kita ruang buat ketawa sambil mikir, “Eh, ini gue banget!” atau sebaliknya, “Wah, ternyata orang lain hidupnya beda ya.”
Gak sedikit juga netizen yang komentar, “Dulu gue juga pernah gak tahu itu microwave,” atau “Gue pikir air hangat itu cuma buat orang sakit.” Itu nunjukin bahwa banyak dari kita pernah atau sedang berada dalam kondisi yang ‘kurang privilese’, dan tren ini jadi cermin sosial yang menyamar jadi konten komedi.
Yang menarik, banyak kreator TikTok mulai memperluas konten ini.
Ada yang menyentil perbedaan gaya bicara, pola makan, bahkan soal cara berpikir antara mereka yang lahir dari keluarga cukup dan mereka yang hidup pas-pasan. Semuanya dikemas dalam gaya sarkas tapi tetap menghibur.
Kreator konten juga gak lagi hanya fokus pada "miskin vs kaya", tapi mulai menyentuh tema yang lebih kompleks seperti privilege pendidikan, akses internet, atau bahkan pengalaman pertama naik kendaraan pribadi.
Tren ini sebenarnya nunjukin realitas sosial di Indonesia—dan dunia—yang sering kali kita hindari: kesenjangan sosial. Beda antara orang yang lahir di keluarga berada dan mereka yang harus berjuang dari nol itu nyata. Tapi biasanya, isu ini cuma dibahas di buku-buku sosiologi, forum akademik, atau debat politik.
Nah, TikTok berhasil “membumikan” topik ini. Dari yang tadinya terasa jauh dan kaku, sekarang jadi bisa dikunyah sama remaja dan anak muda lewat konten ringan.
Tapi ingat, sekadar tahu itu belum cukup. Kita juga perlu sadar dan lebih empati sama realitas orang lain. Karena gak semua orang tumbuh dengan akses internet, AC di kamar, atau privilege buat jajan boba tiap minggu.
Komentar netizen pun beragam. Ada yang menertawakan diri sendiri karena relate, ada yang tersinggung karena merasa “direndahkan”, dan ada juga yang mengapresiasi konten ini karena membuka mata mereka tentang realita sosial.
Jadi, Lucu-lucuan Aja atau Ajakan Berpikir?
Jawabannya: dua-duanya.
Boleh banget kita nikmati kontennya sambil ketawa, karena emang lucu. Tapi jangan stop di situ. Gunakan juga tren ini buat kita lebih peka terhadap perbedaan sosial di sekitar kita.
Gak nge-judge orang cuma karena mereka “gak ngerti” hal yang buat kita biasa. Juga lebih menghargai privilege yang kita punya (meskipun kecil). Dan pastinya, lebih peduli sama isu sosial yang sering kita anggap “terlalu serius”.
Kesenjangan sosial bukan cuma soal kaya dan miskin, tapi juga tentang akses, kesempatan, dan pengaruh struktur masyarakat terhadap kehidupan sehari-hari.
Tren ini memang lucu, tapi juga jadi jendela baru buat kita lihat kenyataan dengan cara yang lebih manusiawi.
Mungkin ini bukti bahwa generasi kita udah mulai capek dengan semua basa-basi—dan sekarang lebih nyaman belajar dari konten yang jujur, ringan, tapi punya makna.
Kita hidup di zaman di mana hal serius bisa disampaikan lewat meme dan tren TikTok. Dan tren kesenjangan sosial ini adalah contoh bagus gimana generasi kita bisa bercanda sambil belajar.
Yuk, jadi generasi yang gak cuma bisa “ngakak”, tapi juga “nangkep” makna di baliknya.
Kalau menurut kamu, tren ini cuma hiburan atau beneran bikin mikir?
Baca Juga
-
Buku di Indonesia: Antara Impian Membaca dan Realita Dompet Tipis
-
Koperasi Merah Putih: Antara Harapan dan Ancaman Pemborosan Dana Rakyat
-
Payment ID: Awal dari Negara Polisi Finansial?
-
Bobby, Polisi, dan Kucing yang Lebih Berharga dari Warga Negara?
-
Pajak UMKM Digital: Negara Sigap Memungut, tapi Lupa Melindungi
Artikel Terkait
-
8 Rekomendasi Parfum Lokal di TikTok, Wangi Semerbak dan Tahan Lama
-
Safnoviar Tiasdi Kuliah atau Gak? Begini Beda Pendidikan TikToker Dilan Janiyar dan Suami
-
Kecanduan Layar, Kemunduran Budaya: Sisi Gelap Popularitas TikTok
-
Indonesia Bisa Kaya Raya! Inilah Peran Emak-Emak Matic Dalam Dongkrak PDB Hingga Triliunan Rupiah
-
Modal Scroll TikTok Doang Bisa Dapat Saldo DANA Gratis Jutaan? Begini Caranya!
Lifestyle
-
4 Essence Toner Efektif Mencerahkan Wajah, Aman untuk Bumil dan Busui
-
Review HP Omnibook Ultra Flip 14: Tipis Buat Gaya, Kuat Buat Kerja
-
Tablet Samsung Juli 2025: Mulai 2 Jutaan, Pilihan Sakti Buat Semua Kalangan
-
4 Cleanser Lokal Berbahan Tea Tree, Ampuh Bersihkan Pori dan Cegah Jerawat!
-
Bikin Look Makin Stunning, 5 Tips Eye Makeup Simpel ala Wonyoung IVE
Terkini
-
Dari Lapak ke Harapan: Mahasiswa KKN UMBY Ramaikan UMKM di Bantul Expo 2025
-
Review Film Sihir Pelakor: Teror Sabdo Pandito dalam Balutan Horor Religi
-
Bermain Cerdas, Hidup Hebat: Pelajaran dari Lapangan Futsal
-
Ulasan Novel Hazel Says No: Keberanian Hazel dalam Menolak Eksploitasi
-
Review Film Rego Nyowo: Misteri Kosan Angker yang Bikin Penasaran