Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | almahfud
Ilustrasi menulis skripsi

Wabah COVID-19 telah membuat situasi bagi banyak orang menjadi serba sulit. Salah satu pihak yang mengalaminya adalah para mahasiswa semester akhir, terutama dalam proses pengerjaan skripsi.

Pemberlakukan Physical Distancing membuat keadaan menjadi serba tidak mudah bagi mahasiswa dalam proses pengerjaan skripsi. Pembatasan pertemuan fisik, baik di sekolah, kampus, dan tempat-tempat lainnya dirasakan telah menjadi kendala dalam proses pengumpulan data serta proses bimbingan.

Sebagian mahasiswa juga merasa proses bimbingan secara online dirasa kurang efektif. Ada pula yang merasa terbebani kuota internet. Kesulitan-kesulitan tersebut terlihat dari kemunculan petisi dari para mahasiswa yang salah satunya menuntut penghapusan skripsi atau penerbitan kebijakan pengganti penyelesaian skripsi .

Kita memahami kesulitan yang dirasakan para mahasiswa semester akhir di tengah wabah COVID-19 ini. Di sini, keringanan dan berbagai bantuan untuk para mahasiswa dalam penyelesaian tugas akhir menjadi penting. Akan tetapi, skripsi tetaplah mesti dituntaskan. Memang tak mudah, tapi harus dipandang sebagai tantangan yang harus dilalui untuk bisa menyelesaikan studi.

Sebagai tantangan

Sripsi merupakan hal penting. Karya yang tak sekadar menjadi penanda orang layak bergelar sarjana. Untuk menuntaskan skripsi, ada proses panjang yang harus dilalui mahasiswa, di mana proses tersebut akan banyak menggembleng mahasiswa itu sendiri. Tak hanya secara intelektual, namun juga mental, sosial, bahkan spiritual.

Banyak hal bakal ditempa dalam diri mahasiswa selama proses pengerjaan skripsi, sehingga proses itu kemudian membentuk dan menyempurnakan kualitas seorang mahasiswa sehingga “pantas” menjadi seorang sarjana.

Seperti dijelaskan Bramastia (Detik.com, 09/04/2020), bahwa membuat skripsi bukan hanya sebatas riset, mencari data, dan konsultasi semata. Membuat skripsi merupakan proses mengasah ketahanan diri bagi intelektual dalam mengkonstruksi simulasi untuk berkarya dan bekerja setelah memasuki kehidupan nyata (pascakuliah).

Di dalam kerja mandiri proses skripsi, mahasiswa harus sabar dan tabah dalam menaklukkan diri sendiri. Adapun proses bimbingan skripsi akan menjadi puncak dari ketangguhan mahasiswa dalam menulis, menjelaskan, dan berargumentasi dengan pembimbingnya.

Maka, di era Revolusi Industri 4.0, jelas Bramastia, dalih bimbingan skripsi secara online tak efektif karena COVID-19, jaringan internet tak memadai, dan harus keluar biaya kuota, semua itu bukan alasan rasional bagi mahasiswa sebagai kaum intelektual.

Sebagai agen perubahan, idealnya mahasiswa memiliki karakter pejuang, pantang menyerah menghadapi setiap tantangan. Tak hanya pengetahuan atau wawasan luas, mahasiswa harus memiliki semangat pekerja keras, ulet, dan selalu menyukai tantangan.

Berbagai kesulitan dalam pengerjaan tugas akhir karena wabah COVID-19 harus dipandang sebagai tantangan yang harus dihadapi. Berbagai tantangan dan kesulitan tersebut sebenarnya akan menguji sejauh mana mahasiswa telah memiliki karakter-karakter ideal sebagai seorang mahasiswa tersebut. 

Perguruan tinggi mesti memudahkan

Meski begitu, dalam pengerjaan skripsi, mahasiswa semester akhir memang sudah semestinya mendapatkan keringanan. Menyikapi hal tersebut, Kemdikbud sebenarnya juga telah menghimbau agar perguruan tinggi bisa memudahkan dan tidak mempersulit tugas akhir mahasiswa selama wabah ini.

Kemdikbud, pada intinya memberikan otoritas dan kewenangan bagi setiap perguruan tinggi untuk menetapkan kebijakan-kebijakan terbaik di tengah situasi darurat COVID-19. Kebijakan tersebut, termasuk misalnya memberikan keleluasaan dalam proses pengerjaan skripsi.

Plt. Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Nizam menegaskan, untuk skripsi tidak harus berupa pengumpulan data primer di lapangan/laboratorium. Ia mengatakan, metode dan waktunya bisa beragam dan fleksibel sesuai bimbingan dari dosen pembimbing.

"Jadwal ujian silakan diatur sesuai perkembangan, bentuknya tidak harus konvensional, tetapi bisa dalam bentuk penugasan, esai, kajian pustaka, analisa data, proyek mandiri, dsb., yang penting didasarkan pada learning outcome/capaian pembelajaran yg diharapkan. Jadwal praktik bisa digeser, akhir semester bisa digeser, kalender akademik bisa disesuaikan, yang tak boleh dikompromikan adalah kualitas pembelajarannya," kata Nizam, seperti dikutip dalam Siaran Pers Kemdikbud Nomor: 079/Sipres/A6/IV/2020.

Hal tersebut menjadi angin segar yang mesti membuat mahasiswa semester akhir termotivasi untuk berjuang menyelesaikan tugas akhir meski di tengah wabah COVID-19. Situasi saat ini memang sedang tidak mudah, tak hanya bagi para mahasiswa, namun juga bagi pemerintah maupun seluruh elemen masyarakat.

Maka, kita harus tetap saling mendukung dan saling memotivasi. Dan sebisa mungkin, kita harus  berusaha untuk tetap di rumah dan menjaga jarak fisik demi memutus rantai penularan COVID-19 ini.

almahfud