Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Gayuh Ilham
Ilustrasi komentator Sepakbola. (dok/playo)

Sepakbola dikenal menjadi salah satu sajian olahraga paling digemari di dunia, termasuk di Indonesia. Sepakbola dianggap sudah menjadi bagian hidup dan kultur budaya masyarakat.

Siaran sepakbola pun jadi playlist favorit dari acara lain, sehingga bisnis tayangan langsung sepakbola hadir dengan segudang profit menggiurkan.

Menengok perjalanan tayangan sepakbola tanah air selama beberapa tahun terakhir, pastinya kita akrab dengan suara komentator Valentino Simanjuntak. Pria yang kerap disapa Bung Jebret itu memang punya gairah besar dalam memandu jalannya pertandingan.

Keistimewaannya terletak pada gaya bahasa yang ia gunakan. Setiap ucapan kata yang ia lontarkan membawa bahana nyaring dalam mengggambarkan situasi di lapangan saat pertandingan.

Penonton di awal kehadirannya mulai menyukai tutur valen yang memacu semangat dan tentunya menghibur. Namun predikat komentatotor liga nomor satu tanah air tidak serta merta menjamin bahwa si empunya tidak luput dari kekurangan.

Kemarin, tagar #GerakanMuteMassal mulai bergeming saat lanjutan babak delapan besar Piala Menpora 2021 antara Sleman vs Bali United. Valen dalam pertandingan itu dinilai terlalu berlebihan dalam menyambung kata.

Paling membuat situasi makin memanas, admin akun Twitter Bali United yang turut berkomentar dengan meminta agar Presenter Piala Menpora 2021 itu tak terlalu hiperbola.

Kini, bak teman yang kemudian jadi musuh, gaya komentator Bung Valen mulai diprotes dengan dalih penggunaan kata perumpamaan melebih-lebihkan tidak mengedukatif.

Yang Netizen Mau

Berkaca pada tugas utama komentator sepakbola yakni untuk memandu pertandingan bagi penonton layar kaca, sudah sewajarnya mampu membawa momen terkait bagaimana menghadirkan marwah pertandingan dalam sajian sederhana namun mudah dipahami.

Penggemar sepakbola tanah air mungkin tidak akan mempermasalahkan lebih dalam, andaikata penggunaan majas metafora yang Valen gunakan masih dalam batas wajar, tidak kurang dan tidak lebih.

Hal ini musti dilakukan mengingat pemirsa tidak semua berasal dari kalangan paham sepakbola, ada juga mereka yang masih awam dan ingin mengenal lebih dalam melalui siaran sepakbola yang ia tonton. Tuturan kata yang mudah dicerna nalar akan mempermudah dalam memahami situasi.

Menurut pernyataan komentator sepakbola senior, Ollan Fattah. Sebanyak 70% konten dalam memandu acara sepakbola harus diiisi dengan informasi, sedangan 30% sebagai bahan hiburan.

Membuat sepakbola indah melalui tayangan layar kaca saja tidak serta merta cukup dengan bahasa santun dan sederhana oleh komentator. Ada waktunya ia punya tugas memeriahkan laga dengan sajian analisis mendalam.

Menjadi analis sepakbola yang rangkap dengan komentator memang tdak mudah membalikkan telapak tangan. Pemahaman luas mengenai sepakbola mutlak dibutuhkan agar dalam penyampaian tidak terkesan monoton.

Kemampuan rangkap tersebut acapkali tidak mudah untuk dilakukan. Menjadi sosok pembawa acara yang mampu mengambil hati penonton saja sudah masuk ranah keberhasilan yang tidak tentu bisa dilakukan oleh orang lain.

Tapi hal itu semestinya bukan menjadi salah satu alasan paling mujarab untuk menutupi kekurangan. Kemampuan Valen dalam memilah kata menjadi meriah sedianya bisa disandingkan dengan analisis pertandingan baik pula.

Meskipun terkesan sulit, namun komentator Liga Eropa kelas wahid layaknya Premier League mengharuskan pemandunya punya kemampuan menganalisis dan mengomentari pertandingan sama baiknya.

Jim Beglin, komentator kawakan itu adalah contoh dari sekian pemandu suara sepakbola di televisi yang atraktif memadukan keterampilan analsisi dan komentator. Cerminan itu bisa kita lihat dalam pertandingan Manchester City vs QPR di tahun 2012 silam.

Di mana, Jim secara emosional merayakan gol Aguero yang menjadi penentu titel juara The Citizen dengan teriakan bernafas panjangan yang menggetarkan suasana. "Agueroooooo" Teriak Jim diselingi gemuruh suka cita publik Etihad

Dalam pertandingan yang sama, jika kita cermati, review pertandingan dari menit ke menit lugas dipaparkan Jim dengan artikulasi khas nan jelas.  Tugas tersebut manakala akan menjadi nilai baik seorang komentator jika bisa mengimplementasikan secara baik dan maksimal sesuai takaran kemampuan.

Jadi, bisa kita asumsikan bahwa komentatorlah yang membuat siaran pertandingan di televisi seakan mempunyai kredibilitas untuk ditonton, komentator adalah roh virtual. Ia punya peran besar menghadirkan effort pertandingan ke dalam visualisasi audio sehingga nyawa permainan dapat dihadirkan bagi penikmat layar kaca.

Gayuh Ilham