Demi terwujudnya netralitas dalam Pemilu 2024, pemerintah menerbitkan aturan secara terperinci mengenai Aparatur Sipil Negara (ASN). Salah satu yang menjadi sorotan adalah terkait aktivitas dalam media sosial.
Peraturan ini tercantum dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum, yang kemudian ditandatangani lima pimpinan lmbaga, yakni Kemendagri, KemenPAN-RB, Bawaslu, KASN dan BKN.
Berdasarkan aturan tersebut, ASN dilarang meng-upload, like, comment maupun share akun bakal calon pemenangan peserta pemilu, termasuk capres. Selain itu ASN juga dilarang untuk bergabung dalam grup pemenangan atau follow akun semacamnya.
Bagi yang ketahuan melanggar akan diberikan sanksi. Sanksi yang akan diberikan tergantung dengan jenis pelanggaran. Bagi pelanggaran kode etik dikenakan sanksi moral. Sedangkan untuk pelanggaran disiplin, mulai dari hukuman sedang hingga berat.
Adapun jika ingin bergabung secara langsung dalam kancah politik pemilu 2024, konsekuensinya harus mau melepaskan status sebagai ASN. Seperti yang dikutip dalam akun Instagram @bkngoidofficial "Tuntutan netralitas ASN bukan berarti kita tidak memiliki hak politik sebagai warga negara. Namun untuk kalian yang ingin berperan secara langsung, harus melepaskan diri dari ikatan profesi terlebih dahulu. Jangan lupa, untuk tetap jalankan tanggung jawab profesi dan pekerjaan sebelum SK pemberhentian diterima, ya"
Hal itu tentu saja menuai beragam komentar dari netizen, khususnya bagi mereka yang mengemban tugas sebagai ASN.
"Gimana asn mau netral kalau pemimpin tertingginya kebanyakan orang partai politik. Terlalu naif kita menganggap asn bakal netral," komentar netizen.
"Cabut hak suara asn saja biar netral," kata yang lain.
"Sayangnya di lapangan masih banyak ASN yang terlibat politik. Termasuk agar dapat jabatan," ujar netizen selanjutnya.
Peraturan ini memang sesuatu yang baik demi kelancaran kebijakan dan pelayanan publik yang tidak memihak siapapun. Namun pada pelaksanaannya, nyatanya ada banyak aspek yang masih perlu untuk dibenahi.
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS.
Baca Juga
-
Public Speaking yang Gagal, Blunder yang Fatal: Menyoal Lidah Para Pejabat
-
Headline, Hoaks, dan Pengalihan Isu: Potret Demokrasi tanpa Literasi
-
Polemik Bu Ana, Brave Pink, dan Simbol yang Mengalahkan Substansi
-
Tidak Ada Buku di Rumah Anggota DPR: Sebuah Ironi Kosongnya Intelektualitas
-
Intelijen Dunia Maya: Upaya Netizen Indonesia dalam Menjaga Demokrasi
Artikel Terkait
-
Mahfud MD: MK Tak Berwenang Ubah Aturan Batas Usia Capres-Cawapres
-
Budiman Sudjatmiko Ngaku Pernah Ditawari Nyapres Lewat Cagub DKI: Saya Tolak
-
Ketika Anies - Cak Imin Diterawang Pengamat Politik: Sangat Mungkin Gagal Berlayar di Pemilu 2024
-
Tiba-tiba Gus Miftah Datangi Khofifah, Jalani Instruksi Prabowo Rayu Jadi Ketua Timses?
-
Duet Prabowo Subianto - Ganjar Pranowo Dinilai Bakal Terjadi Bila Keduanya Tak Dapat Cawapres Pendongkrak Elektabilitas
News
-
BRI Super League: Persebaya Menang Tipis, Isyaratkan Target Tiap Laga
-
Tim TONUZA MAN 1 Yogyakarta Raih Juara 1 Debat Islamic Banking Festival
-
Dony Oskaria Resmi Ditunjuk Presiden Prabowo Subianto Jadi Plt Menteri BUMN
-
Gaji Menteri Keuangan Lebih Kecil dari LPS? Pengakuan Purbaya Yudhi Sadewa Bikin Geger
-
Jenderal 'Pemecat Sambo' Jadi Penasihat Prabowo: Misi Bersih-Bersih Polri Dimulai?
Terkini
-
Jadi Sultan Dadakan! Tren AI Ubah Foto Biasa Jadi Kaya Raya Viral di Medsos
-
Mengenal Pak Agus: Figur Seniman Penjaga Napas Suling Bambu
-
Stray Kids Suarakan Kecemasan dan Overthinking dalam Lagu 'In My Head'
-
Outwit: Pertaruhan Ambisi dan Rahasia di Balik Nama Galaksi
-
Lebih Baik Bertahan? Mengenal Tren Job Hugging di Dunia Kerja