Sebagian besar dari kita pasti sadar betapa tuanya bumi yang kita tempati. Betapa banyak kerusakan yang sudah dialami bumi selama berpuluh-puluh tahun, seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan populasi manusia. Namun, tak dibarengi dengan kesadaran untuk menjaga bumi.
Tanpa bisa dipungkiri, tingkah polah manusia—yang katanya makhluk Tuhan paling sempurna—sudah berkontribusi dalam melakukan segala kerusakan di bumi hingga menyebabkan, di antaranya, longsor, banjir, dan pemanasan global.
Sebut saja, penebangan dan pembakaran hutan secara liar, membuang sampah di sungai, di selokan, pokoknya di sembarang tempat.
Belum lagi polusi dari asap kendaraan, pabrik-pabrik, dan juga pencemaran lingkungan sebagai akibat dari limbah industri, limbah rumah tangga, dan masih banyak lagi yang turut memberikan dampak buruk bagi keberlangsungan bumi.
Pernahkah kalian berpikir, apa yang akan kita berikan untuk generasi-generasi berikutnya? Untuk para penerus bangsa? Jika kerusakan di sana-sini yang kita wariskan pada mereka, lantas masih pantaskah kita berharap bahwa generasi penerus, kelak akan menjadi manusia-manusia yang mengangkat harkat dan martabat bangsa.
Maaf saja, tapi saya pikir harapan itu terlalu ketinggian. Generasi masa depan ‘mungkin’ tak akan pernah ada karena bumi sudah keburu punah, dikarenakan kelakuan manusia-manusia yang tak menjaga bumi sebagai tempat yang layak untuk dihuni.
Saya bilang, ‘mungkin’, karena kita masih memperbaikinya sebelum makin terlambat. Cara yang paling mudah adalah memulai dari diri sendiri dan jangan kebanyakan ‘tapi’.
Tapi, kalau saya sendiri yang nggak buang sampah sembarangan, percuma. Tapi, kan, saya nggak ngerti cara jaga bumi. Tapi, nanti dibilang aneh kalau ajak teman-teman untuk peduli lingkungan. Tapi … tapi ….
Stop! Berhenti bilang ‘tapi’. Seperti saya katakan tadi, mulai dari diri sendiri dan jangan pikirkan pendapat orang lain. Percayalah, kebajikan kecil yang kita lakukan bisa menular ke orang lain. Tanpa kita harus memaksakan mereka melakukan hal sama, seperti yang kita lakukan.
Hal-hal kecil yang kita lakukan walau sepertinya tak berdampak besar, setidaknya menjadi awal bagi bumi yang lebih baik.
Ah, banyak omong. Memangnya, kamu sendiri sudah melakukan apa untuk menjaga bumi?
Hmm, seandainya ada yang bertanya demikian saya akan menjawab, saya selalu membuang sampah di tempatnya. Saya juga mengurangi penggunaan sampah plastik. Saya memilah sampah yang bisa didaur ulang. Saya juga menggunakan sampah dapur untuk dijadikan kompos.
Segitu aja?
Saya juga sudah mengurangi penggunaan sabun mandi dan sampo, karena termasuk limbah cair dan bisa mencemari air dengan senyawa kimianya yang berbahaya. Ya, walau belum bisa seratus persen lepas, tapi setidaknya saya berusaha.
Ada lagi?
Saya juga tidak berlebihan dalam berbelanja pakaian yang belakangan menjadi habit dan gaya hidup orang banyak. Bayangkan, betapa banyaknya sampah fashion yang kita sumbangkan pada bumi karena aktivitas berbelanja kita.
Kita bisa meminimalisir sampah/limbah fashion dengan membeli lebih sedikit dengan kualitas lebih baik, agar umur pakaian kita lebih panjang. Saya juga tidak malu untuk thrifting atau membeli pakaian bekas (preloved) selama itu berarti saya sudah less waste.
Hal lain yang saya lakukan untuk menjaga bumi adalah jalan kaki. Ya, saya ke mana-mana jalan kaki atau jika agak jauh tempat yang dituju, saya memilih naik kendaraan umum daripada pribadi.
Loh, memang ngaruh?
Oh iya, jelas ada pengaruhnya. Kalau banyak orang yang mengurangi menggunakan kendaraan pribadi dan beralih ke kendaraan umum, tentu akan mengurangi jumlah polusi udara atau jejak karbon yang dilepaskan ke atmosfer.
Masih banyak yang bisa kita lakukan untuk menjaga bumi, yang saya contohkan hanyalah sebagian kecil dari bentuk kesadaran yang bisa kita mulai dari diri sendiri. Tak harus sempurna, karena kalau menunggu sempurna selamanya kita tak akan pernah memulai.
Pokoknya, kalau mau jaga bumi. Mulai aja dulu!
Cek berita dan artikel lainnya di GOOGLE NEWS
Baca Juga
-
Ulasan Novel Rasuk: Iri Hati, Amarah, dan Penyesalan yang Terlambat
-
Resensi Novel Voice: Kisah di Belakang Layar Para Voice Actor
-
Novel Petualangan ke Tiga Negara: Perjalanan Edukasi yang Sarat Pengetahuan
-
Resensi Novel The Infinite Quest, Kasus Penculikan dan Teknologi Awet Muda
-
Ulasan Novel Pak Djoko, Misteri Keluarga yang Dikemas dalam Bahasa Puitis
Artikel Terkait
-
Ekonomi Sirkular Diyakini Ampuh Kurangi Sampah Plastik
-
Pantai Timur Taiwan Diguncang 247 Kali Gempa Bumi, Terbesar 6,3 Magnitudo
-
Bijak Memilih Transportasi untuk Meminimalisir Emisi
-
Kawasan Bromo Ada Pembersihan Sampah, Wisatawan Setop Datang Sementara
-
Kampanye Peduli Lingkungan Berangkat dari Desa, Why Not?
Rona
-
GEF SGP Gandeng Ghent University dalam Program Ketahanan Pangan dan Ekologi
-
Kisah Mama Siti: Perempuan Adat Papua yang Menjaga Tradisi Lewat Pala dan Membawanya ke Dunia
-
Pariwisata Hijau: Ekonomi Sirkular untuk Masa Depan Bumi
-
Emansipasi Tanpa Harus Menyerupai Laki-Laki
-
Apakah Hari Kartini Menjadi Tameng Emansipasi oleh Kaum Wanita?
Terkini
-
Asnawi Comeback ke Timnas, Undur Diri dari Tim ASEAN All Stars Bakal Jadi Kenyataan?
-
Film Audrey's Children, Kisah di Balik Terobosan Pengobatan Kanker Anak
-
Mau Gaya Manis Tapi Tetep Chic? Coba 5 Hairdo Gemas ala Zhang Miao Yi!
-
Ulasan Novel The Pram: Teror Kereta Bayi Tua yang Menghantui
-
5 Karakter Kuat One Piece yang Diremehkan Monkey D. Luffy, Jadinya Kalah!