Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Aini
Ilustrasi surat (pexels)

Mengarungi lika-liku samudra kehidupan nan fana lagi buta.  Mengharapkan kehadiran sang penyejuk dikala gundah sedang menyapa. Pengharapan itu akhirnya menemukan titik temunya yang mengantarkan pribadi ini pada teduhnya dunia. Tak tahu harus bereaksi seperti apa dan bertingkah laku bagaimana lagi untuk menampilkan seluruh isi dalam hati.

Keteduhan akan suaranya. Kelembutan akan makna dari setiap ucapannya. Keceriaan yang senantiasa ia hadirkan membuat pribadi ini menebarkan apa yang masih tersembunyi.

Masih pantaskah diri ini untuk mendapatkan semua itu darinya?

Sering kali ia membunuh waktu berharganya demi dapat bersua dengan sebagian kecil saksi hidupnya. Sebuah kesempatan yang mungkin bisa dibilang langka bagi insan yang memiliki dunianya masing-masing. Tak sedetik pun waktu yang ia bunuh dengan sengaja terbuang sia-sia di dalam prribadi ini. mengingat segala gelak canda tawanya membuat perekat kebersamaan ingin bertambah.

Memiliki sebuah kunci sepertinya adalah anugerah terindah. Kunci dari segala derita yang ditanggung oleh diri ini seorang. Hey, bukankah dirinya juga punya deritanya sendiri? Bahkan tak terlihat kecemasan yang terpatri di wajah lugunya. Kalimat-kalimat penyemangat selalu mengalir lancar keluar melalui ranum indahnya menuju relung hati yang terdalam.

Jangan khawatir...

Takkan pernah kulepas sebuah kicauan dan selipan harapan dalam doa untuk dirinya. Tak ada sebuah kerekatan yang dapat mengalahkan kerekatan kami. Karena bertahan untuk saling memilikidari sebelum mengerti apa-apa hingga menguasai banyak haladalah rintangan terberat dalam sebuah persahabatan.

Aini