Senja di sore hari berteman sepi pada diri sendiri.
Ku duduk sambil mencium aroma kopi yang menghanyutkan.
Suara jarum jam berkedok dengan teratur.
Keheningan alam pun bersahabat dan bersahaja.
Ku hirup pelan-pelan kopi hitam dengan nikmat.
Di depan jua telah duduk orang tercinta.
Sesekali menunduk dan menengok ke segala arah.
Entah, apa yang ia pikirkan.
Walau sering menyahut dalam waktu yang tentu-tentu saja.
Aku salah, dan mengapa aku bisa salah?
Arus pembicaraan tak mampu terlontarkan, seakan museum yang sudah lama mati.
Gumam dalam diri sangatlah besar, namun hilang tanpa arah saat dihadapkan pada kondisi.
Mengapa aku bisa diam?
Bukankah aku punya mulut untuk bicara.
Bukankah aku punya pikiran untuk berpikir.
Aku pun tak tahu harus bagaimana.
Seakan sudah terjadi dan diatur semuanya.
Sore pun makin larut.
Suara pun makin sunyi.
Waktu pun makin melambai-lambai.
Obrolan makin hilang dan terkubur mati.
Akhirnya, aku hanya mampu menatap dan membiarkan apa yang terjadi selanjutnya.
Baca Juga
-
10 Cara Mengatur HP agar Bisa Melantunkan Al-Quran Semalaman Tanpa Khawatir Baterai Rusak
-
Gagasan Pendidikan Ki Hajar Dewantara, Perlunya Akses Pendidikan Merata
-
Hari Raya Idul Fitri, Memaknai Lebaran dalam Kebersamaan dan Keberagaman
-
Lebaran dan Media Sosial, Medium Silaturahmi di Era Digital
-
Ketupat Lebaran: Ikon Kuliner yang Tak Lekang oleh Waktu
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
WKU Kadin Saleh Husin: Perlu Keberpihakan Pemerintah Agar Industri Baja Nasional Tidak Mati
-
Ulasan Lagu LUCY Flowering, Musim Semi yang Penuh Harapan dan Kehangatan
-
Ayam Bakar sampai Bebek Goreng, Nikmatnya Menu Wong Solo Bikin Ketagihan
-
Simpel nan Stylish! Ini 4 Look Outfit Xinyu TripleS yang Harus Kamu Lirik
-
Dosen di Era Digital: Antara Pendidik dan Influencer