Scroll untuk membaca artikel
Tri Apriyani | Budi
Ilustrasi Songkok Hitam (Pixabay)

Kilau hitam nampak masih bercahaya.
Berdiam diri di pojok-pojok rumah.
Kadang jua sebagai hiasan yang menyeramkan mata.
Perlakuan terombang-ambing di dinding yang juga sudah kusut.

Songkok hitam, tudung kepala manusia-manusia perkasa.
Sahabat setia di hari-hari suci.
Songkok hitam, penyemangat budaya adat.
Dirimu songkok hitam, simbol persatuan bangsa.

Ingatlah, wahai songkok hitam!
Dirimu bukanlah simbol satu agama saja.
Karena dirimu semua untuk semua, bukan untuk satu golongan saja.
Dahulu kala dirimu simbol perjuangan bagi rakyat kecil.
Simbol persatuan melawan penjajah yang rakus.

Wahai songkok hitam, masihkah kau berperilaku adil hari ini?
Masikah kau setia sebagai simbol perjuangan?
Iya, tentu kau akan terus setia pada janji itu.
Walau dirimu, kini banyak kau jumpai orang-orang munafik.

Itulah kehidupan sekarang, manusia makin pintar bertopeng.
Mungkin tidak salah perkataan orang-orang terdahulu.
Perjuangan sekarang lebih berat karena melawan bangsa sendiri, ketimbang perjuangan dahulu yang melawan mengusir bangsa luar.

Budi