Saat terasa lemas.
Pikiran tak menentu dan bingung sendirinya.
Rasa sakit perlahan terasa di sekujur tubuhku.
Terasa dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Saat malam tiba, rasa sakit itu terus menancap di tubuhku.
Tulang belulang tak mampu berkutik lagi.
Mata pun tak mampu terpejam di sepanjang malam.
Suara tangisan pun tak terbendung lagi.
Badan perkasa masanya, kini sudah lemas.
Tubuh yang bertarung hidup pada panasnya matahari dan dinginnya hujan.
Kini terbaring lemah di ruang terbatas.
Badan tak kuat dan kini kehilangan arah.
Harta benda pun tak mampu mereda rasa sakit.
Semua seakan sirna dan tak ada gunanya saat tubuh terbaring lemah.
Hanya rasa simpatilah yang kadang mampu menopang rasa sakit itu.
Hanya perbuatan baiklah satu-satunya penolong masa selanjutnya.
Baca Juga
-
Ketika Rumah Tak Lagi Ramah: Anak yang Tumbuh di Tengah Riuh KDRT
-
Nasib Generasi Sandwich: Roti Tawar yang Kehilangan Cita-Cita
-
Romantisasi Ketangguhan Warga: Bukti Kegagalan Negara dalam Mengurus Bencana?
-
Sampah, Bau, dan Mental Warga yang Disuruh Kuat
-
Iklan Premium, Isi Refill: Mengapa Pemimpin Kompeten Sulit Menang?
Artikel Terkait
Sastra
Terkini
-
Ketika Rumah Tak Lagi Ramah: Anak yang Tumbuh di Tengah Riuh KDRT
-
Menggugat Indeks Kepercayaan Polri di Akhir Tahun, Publik Bertanya: Bagaimana di Lapangan?
-
Ari Lasso Kenang Mendiang Ibu, Sampaikan Rasa Bersalah: Maafkan Ari
-
4 Rekomendasi Saus Barbeque yang Bikin Acara Bakar-Bakaran Makin Nikmat!
-
CERPEN: Kafe dan Sore yang Terlalu Sempurna untuk Dibatalkan