Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Ina Barina
Ilustrasi Perempuan Di Ujung Dermaga. (Pixabay)

Hai,

Bagaimana kabarmu sekarang?

Apakah kau sudah menemukan, kebahagiaan yang katanya tidak kau dapatkan ketika bersamaku?

Apa mungkin,

Kau masih disana?

Berkelana mencari serpihan kebahagiaan, menyalakan api-api kehidupan

Api, yang dulunya kupadamkan dengan begitu kejam.

Lucu memang, sangat lucu.

Aku yang memilih untuk memutuskan benang cerita,

Tetapi aku pula yang merasa begitu kehilangan,

Disaat dulu kau sedang begitu erat memeluk rasa bahagia,

Dengan kejamnya, aku merenggangkan pelukanmu

Aku mengatakan kalimat-kalimat pedih,

Hingga kau pun memilih lepas.

Katamu, bahagiamu sudah tidak lagi di aku

Aku bukan lagi rumah yang selalu kau tuju dalam setiap cerita harimu,

Aku tidak bisa lagi menjadi hangat yang merengkuhmu dari dinginnya dunia,

Dan aku,

Begitu percaya dirinya mengatakan bahwa itulah adanya,

Bahwa aku, tidak lagi bisa menjadi sepasang sayap untukmu.

Dan disinilah aku berakhir,

Ujung dermaga yang dulunya selalu menjadi tempat favorit kita,

Dimana kita akan saling bercanda tawa, bermanja ria

Menghabiskan momen, seakan dunia hanya milik kita

Seakan esok, kita akan tiada.

Ternyata benar,

Momen indah ini telah dilahap habis oleh keserakahanku,

Keserakahan yang selalu menginginkan seseorang yang sempurna,

Tetapi melupakan, arti dari sebuah ketulusan.

Miris bukan,

Mau berapa kali pun, aku meneriakkan namamu disini

Kau tak akan pernah muncul kembali,

Semesta telah menerbangkanmu, pada dunia yang lebih ramah

Pada rumah yang mungkin, bisa memberimu lebih banyak kehangatan

Sedangkan aku,

Mendekap erat kebahagiaanmu dalam alunan memori,

Berusaha menyalakan kembali api dalam hidupmu yang padam setelah kepergianmu,

Berbekal raga yang selalu menantimu,

Di ujung dermaga.

Ina Barina