Scroll untuk membaca artikel
Munirah | Taufan Rizka Purnawan
Ilustrasi Kesesatan. (pixabay.com)

Tenggelam dalam sesat abadi yang kian lama mematikan jiwa yang awalnya bersinar terang benderang. Sesat yang membawa sebuah petaka yang menuntun ke dalam kubangan nista yang sangat menghancurkan raga. Tenggelam dalam-dalam raga pada alam kesesatan yang sangat jauh dari pertolongan manusia.

Sesat yang terpikat dengan jalan pintas segala raihan kesuksesan tanpa mau berusaha dengan giat. Segala jalan pintas kugapai demi mendapatkan apapun yang kuinginkan. Persetan dengan halal atau haramnya segalanya yang kudapatkan.

Tak peduli dengan berkahnya hasil yang kugapai. Asal semuanya telah kuraih demi memenuhi hasrat duniawi. Hasrat duniawi yang begitu berpijar pada ragaku. Yang tak pernah redup selamanya. Gairah akan hasrat duniawi yang terus menemani kehidupanku. Jawaban sebuah lantunan guratan tanda sesatnya diri.

Sesat nalar yang terus saja membius hamparan jiwa yang memeluk sepanjang naungan dalam berpijak diri pada dunia. Dunia yang semakin kukejar semakin kugapai dengan kekalnya nikmat yang kupeluk, walau terasa sesaat saja.

Terpahat dengan jelas lantunan penyeru kesesatan yang menghantarkan yang mendorong dalam kuasa kebengisan batin. Seolah tak peduli lagi dengan akhir dunia yang kian dekat menyapaku. 

Harmoni yang berdendang semakin keras sebuah langkah yang membawa pada jalan yang tak pernah dekat dengan petunjuk yang dihantarkan oleh Illahi. Musnahlah sudah jiwaku yang semakin lama semakin mati dibuat oleh nafsu duniawi yang menggoyangku.

Taufan Rizka Purnawan